10. Rumor

48 4 2
                                    

"Duh ya, Allah.. Kok enak banget sih baksonya? Ini Mbak Maudy buatnya pake apa ya?" tanya Valda sambil terus melahap baksonya tanpa neko-neko.

"Ck, anggun dikit napa, Val? Kayak gue nih..." Gian melipat kakinya ala ibu-ibu arisan, membusungkan dadanya angkuh, dan menyatukan kedua tangannya layaknya ibu-ibu Dharma Wanita.

Melihat Gian yang sangat mendalami peran, Feli pun berusaha menahan tawa. Ia berpura-pura mengambil air mineral di sebelah mangkuk baksonya untuk mengalihkan perhatian. Sementara Valda menghadiahi cowok itu pelototan tajam.

"Heh! Cewek apa cowok lo? Jangan sok anggun ya. Bukan kodrat lo untuk bertingkah sok anggun kayak gitu." cibir Valda pedas, sepedas kuah bakso mbak Maudy. Nggak kurang, nggak lebih, tapi nancep sampe ke hati.

"Elah, Val. Nggak serius juga. Sensitif banget sih. PMS ya?" tanya Gian seenak jidat.

"Ndasmu! Udah-udah, geli gue bicara sama lo!" cecar Valda risih, sambil berdiri dan membawa serta mangkok baksonya. Ia lebih memilih untuk pindah ke meja lain daripada harus semeja dengan bocah tengil nan usil itu.

"Idih, Val! Gua loh yang traktir elo. Dasar cewek lupa daratan!"

"Bodo amat! Mau lo yang traktir kek, mau lo yang ngasih makan gue kek, yang penting baksonya udah nyemplung ke perut gue, kita nggak ada urusan lagi. Elo, elo. Gua, gua." tandas Valda.

Gian lalu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sikap Valda. Feli lagi-lagi hanya bisa tertawa setiap kali melihat Gian dan sahabatnya itu bertengkar.

"Gi, Gi... Lo berdua akur sekali-sekali napa? Kan jadi adem lihatnya kalo lo berdua akur, tenang gitu. Gini? Berasa kayak nonton Tom and Jerry tiap hari. Berantem mulu, episodenya diulang-ulang, nggak pernah ketemu ending." ucap Feli.

"Iya. Kayak kita ya? Nggak pernah ketemu kata ending." goda Gian lagi.

"Ck. Sekali lagi lo godain gue, gue sumpal mulut lo pake batu." ancam Feli.

"Eh, Gusti... Hidup kok gini amat? Lo sahabatan sama nenek lampir boleh aja. Ketularan sifatnya jangan dong."

"Woi! Gua denger!" seru Valda dari pojok kantin.

Feli tertawa terbahak-bahak melihat kejadian mengenaskan yang menimpa Gian secara beruntun. Baru saja Gian akan mendamprat nenek lampir Valda, Ia sadar bahwa momen-momen langka ini tidak boleh disia-siakan.

"Ih, lihat deh. Tuh cewek ketawanya keras banget. Nggak bisa dikontrol apa?"

Feli seketika terdiam mendengar perkataan itu. Matanya mencari-cari asal suara.

"Sst.. Jangan keras-keras, nanti ketahuan."

Feli kemudian menunduk, tak berani melihat ke sekitar.

"Fel?" panggil Gian, heran melihat perubahan drastis dari sikap Feli.

"Y-ya?" jawabnya tergagap.

"Kenapa?" tanya Gian.

"Dia bukannya cewek baru itu ya? Kok bisa deket sama Gian? Gian kan lagi deket sama si Grace." Bisik-bisik itu kian terdengar.

Feli berusaha tersenyum. "Nggak papa. Eh, mm.. Balik yuk. Atau lo masih mau di sini?" tanya Feli. "Kalo masih pengen di sini, gua balik duluan."

"Biasalah... Pake trik lama. Palingan di depan Gian dia banting harga. Dasar cabe."

Feli langsung terdiam mendengar bisikan yang itu. Ia cukup heran mengapa Gian dan Valda tak dapat mendengar bisikan-bisikan itu padahal dia bisa mendengarnya.

Berdamai dengan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang