12. Gangguan

29 3 0
                                    

Minggu demi minggu berlalu begitu cepat, membentuk begitu banyak peristiwa dalam hidup setiap insan. Bahkan dengan hebatnya, Tuhan menjadikan beberapa dari peristiwa itu sebagai kenangan yang indah maupun yang buruk. Setiap kenangan itu punya jangka waktunya masing-masing. Ada yang bertahan hanya dalam sehari, ada yang sebulan, atau bahkan setahun. Tapi yang pasti, beberapa kenangan itu akan tetap bertahan di dalam pikiran manusia sampai Ia menghembuskan nafas terakhirnya.

Musik mengalun merdu dari headphone milik seorang gadis manis yang duduk termenung, sendirian. Pohon-pohon besar disekelilingnya ikut menggerakkan ranting-ranting mereka lembut dan pelan, seakan mengerti suasana hati gadis itu.

Ya. Bukan waktu singkat yang harus Ia lalui untuk bisa menjadi seperti ini. Banyak air mata dan pengalaman jatuh bangun yang dia alami untuk bisa hidup damai kembali. Dan dia bersyukur, dia masih bertahan hidup hingga hari ini. Jangan berpikir dia sedang menjalani hidupnya. Karena gadis sepertinya, hanya mampu untuk mempertahankan hidupnya. Mempertahankan hidup dari apa? Dari dirinya sendiri.

Angin sepoi-sepoi semakin menambah suasana tenang di sekelilingnya. Mengingatkannya akan terakhir kali dia bisa merasakan damai yang sestatis ini. Hanya saja, waktu itu dia bersama seseorang, yang sangat Ia harapkan bisa kembali ke pelukannya. Tapi mustahil untuk memanggil orang itu kembali, walau dengan untaian kata dan air mata sekalipun.

"Feli!"

Gadis itu terhenyak. Ia melepas headphone yang dia kenakan, dan bangkit berdiri dari duduknya.

"Eh, hai... Ada apa?"

Gian tersenyum senang. "Mm... Ini, cuma mau nanya kesiapan lo doang, sih."

Feli mengernyit heran. "Siap? Buat apa?"

"Buat jadi calon istri gue."

Seketika kernyitan di kening Feli menghilang, digantikan ekspresi kaget yang tak dapat Ia sembunyikan.

"Hehe... Canda, neng. Buat materi besok lah..." ujar Gian.

"Ck, elo ya. Bikin jantungan!" dumel Feli dengan suara keras.

"Sssttt... Et dah. Jangan teriak-teriak. Entar tetangga lo pikir gue ngapa-ngapain elo. Abis gue ditimpuk sama warga." ucap Gian.

"Habisnya, lo ditanya jawabannya malah ngelantur gitu." omel Feli.

"Abis kenapa emang? Maunya jadi calon istri beneran?" goda Gian.

"Ish! Enggak, deng. Jangan GR!"

Gianpun tertawa melihat ekspresi Feli saat merajuk. "Iya. Bercanda, Foxy..."

"Hm. Jadi, cuma itu doang?" tanya Feli.

"Apanya?"

"Alasan lo kemari." jawab Feli.

Gian melongo mendengar jawaban Feli. "Lo ngusir gue secara halus?"

"Lah, bukan. Maksudnya, lo nggak ada niatan lain buat kesini, selain buat nanya kesiapan gue?" tanya Feli lagi.

"Emangnya lo mau gue buat ada niatan lain kek gimana?"

"Yah... Nggak tau. Makanya gue nanya." ucap Feli mulai gusar.

"Iya, gue juga nanya. Lo mau gue ada niatan apa lagi? Oh, bentar. Ada niatan lain deh kayaknya. Niatan buat jadiin kamu prioritas terpenting dalam hidup gue." ujar Gian sambil menaik-turunkan alisnya setelah melayangkan gombalan mautnya itu.

"Kok kesel ya?" gumam Feli dengan tampang datarnya. "Udah, udah, pulang sana. Nyebelin banget sih jadi orang." rutuk Feli. Bukan hanya merutuk Gian, Ia juga merutuk dirinya sendiri yang sebenarnya sudah tertawa senang dalam hati.

Berdamai dengan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang