13. She Needs Help

33 1 0
                                    

Sore ini, pembawa materi adalah Gian dan Feli. Tetapi hingga latihan hendak dimulai, mereka belum juga saling bicara. Walaupun keduanya membawakan materi sendiri-sendiri berhubung keduanya beda satuan, tapi tetap saja, setidaknya mereka perlu bertukar pikiran untuk materi yang akan mereka bawakan.

Dan di sinilah mereka berdua, berada di hadapan junior-junior mereka di satuan masing-masing. Sejak tadi baik Gian maupun Feli tak ada yang sekedar mulai menyapa, terjebak dalam keadaan yang super canggung, layaknya dua orang yang tidak pernah saling mengenal.

Gian mencuri-curi pandang ke arah Feli yang berada di lapangan sebelah, berjarak beberapa meter dari lapangan tempatnya memberikan materi. Jujur saja, berada di hadapan banyak orang seperti ini membuatnya gugup. Harus dia akui, dia memang tipe cowok yang cukup pemalu dalam hal beginian. Ia bersyukur saat ini Kak Rizal masih memegang kendali situasi sehingga Ia memiliki waktu lebih untuk bersiap-siap.

"Nah... Jadi, sekian pengantar yang dapat kakak sampaikan kepada adek-adek sekalian, sekarang kakak serahkan kepada Kak Gian untuk membawakan materi. Kepada Kak Gian, dipersilahkan." ujar Kak Rizal seraya membalikkan badan ke arah Gian.

Gian masih tetap bertahan dalam posisinya. Ia hanya diam di tempat sambil melirik-lirik ke arah Feli, menantikan saat di mana gadis itu akan memulai materinya sehingga mungkin Ia bisa meniru apa yang dilakukan Feli. Uh, Gian merutuk situasi ini. Kalau saja dia dan Feli tidak sedang bersitegang, mungkin dia bisa meminta bantuan dan saran Feli.

Pak!

"E-eh ayam, ayam, ayam..."

Saking terkejutnya, kebiasaan latahnya yang sudah lama tidak kumat itu kambuh lagi ketika lengannya dipukul pelan oleh Kak Rizal. Alhasil, junior-juniornya sontak menertawakan Gian.

"Kamu ini, bukannya ngasih materi, malah bengong. Liatin apa sih?" tanya Kak Rizal lalu melihat arah tatapan Gian.

"Jangan dilihat!" seru Gian tiba-tiba. Wajahnya memerah menahan malu.

"Eh? Hah, dasar aneh. Sudah cepat kasih materi sana. Jangan buang-buang waktu." tegur Kak Rizal akhirnya. Walaupun sebenarnya dia masih bingung dengan kelakuan aneh Gian.

Meski harus menahan malu, Gian tetap memberikan materi kepada junior-juniornya. Sesekali dia melirik ke arah Feli untuk mengetahui apa yang harus Ia lakukan selanjutnya, serta bagaimana cara memberi materi yang benar.

"Huhhh..." Gian menghembuskan nafas panjang nan lega setelah materinya sudah selesai. Ia buru-buru meninggalkan tempat itu ketika Kak Rizal mengambil alih.

Coba saja kalau ada Feli, batin Gian.

Dia tak tau mengapa, tetapi dia benar-benar merasa nyaman di dekat Feli. Seakan sisi dirinya yang pemalu bisa teratasi dengan baik dan bahkan lenyap begitu saja saat ada Feli di dekatnya.

Selesai latihan yang anehnya terasa panjang hanya pada hari itu, Gian memasukkan kembali kertas berisi materinya ke dalam tas, lalu memakai tas itu di pundaknya.

"Oi, Gian!"

Gian berbalik ke sumber suara dan mendapati Juan sedang berjalan ke arahnya. Gian mendengus. Pasti ini tentang materinya tadi.

"Ya?" tanyanya.

"Kenapa lo tadi? Dimarahin Kak Rizal?" tanya Juan dengan sudut bibir berkedut menahan tawa.

Nah kan?

"Haha... Tidak kenapa-napa. Hanya kurang fokus." jawabnya disertai dengan tawa canggung.

"Hahaha... Makanya lain kali jangan cuma sibuk ngelirik cewek-cewek. Fokus dong, fokus." ujar Juan disertai gelak tawa.

"Uh, iya iya..." jawab Gian singkat.

Berdamai dengan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang