15. Edwin Anggawa Ragil

14 1 0
                                    

"Fel, lo kenapa sih?" tanya Gian yang terkejut dengan gerakan Feli yang tiba-tiba.

"Enggak papa, Gi. Udah kita cepetan balik aja yuk." jawab Feli seadanya.

Enggan mempersulit keadaan, Gian pun hanya diam dan menuruti perkataan Feli.

Sesampainya mereka di motor Gian, Feli mengernyitkan keningnya seraya berpikir. Ia merasa seperti ada 'tambahan' pada motor Gian.

Gian yang sudah naik di motor kemudian melihat ke arah Feli. "Kenapa, Fel? Ayo naik. Katanya tadi mau cepet pulang."

Feli terdiam sejenak. "Lo beli helm lagi?" tanyanya.

Gian sedikit terkejut dengan pertanyaan Feli, namun kemudian tersenyum. "Iya, gue beli helm lagi."

"Buat apa? Idih, udah kayak tukang ojek aja lo, helmnya ada 2." gurau Feli.

"Supaya gue bisa anter lo pulang dengan lebih aman. Bagaimanapun juga, bakalan lebih aman kalau lo pake helm. Nggak diminta-minta, tapi seandainya kita ada apa-apa di jalan, seenggaknya kepala lo bakalan lebih aman." jawab Gian sambil tersenyum.

Feli tercengang mendengar jawaban itu. Untuk pertama kalinya, Gian berhasil membuat hatinya luluh dengan tindakan manisnya itu. Ia tak menyangka kalau Gian bisa melakukan hal setulus itu.

Dan semburat merah itupun kembali terbit di kedua pipi Feli. Lihat apa yang telah lelaki ini perbuat padanya. Bisa-bisanya dia menerbitkan kembali rona merah itu setelah sekian lama tertutup oleh awan kelabu yang kelam nan pekat.

"Ayo, sini." panggil Gian.

Ia memakaikan helm itu di kepala Feli. Setelah dirasanya sudah pas, Ia menyuruh Feli naik ke atas motornya. Setelah itu, motor Gian pun melaju membelah jalan raya.

Dalam hati, sebenarnya Ia masih bingung dengan gerak-gerik Feli tadi yang terkesan terburu-buru.

Tetapi Ia memilih menyimpan pertanyaan itu untuk nanti.

***

Winny mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. Ia telah menunggu seseorang sejak 2 jam yang lalu hingga minuman yang dipesannya habis tak bersisa, tetapi orang yang ditunggu tak kunjung datang.

Baru saja Winny berniat untuk segera pulang sebelum Ia mati kebosanan menunggu sendirian, pintu kafe tempatnya menunggu itu terbuka dan seorang cowok terlihat berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa.

Sesampainya di meja Winny, gadis itu segera menghadiahinya dengan tatapan tajam. "Cari mati, lo?"

"Duh, galak banget sih. Sorry atuh neng." ucap Reza sambil mengatur napasnya.

"Gua nunggu lo udah 2 jam tau nggak? Harusnya lo nggak usah datang sekalian. Gue juga udah mau pulang. Bete gue nunggu sendirian," cecar Winny.

"Lah, jangan dong, say. Aku minta maaf, ya? Soalnya tadi Viski nggak bilang-bilang kalo mau main ke rumah. Akhirnya kemalaman deh main PSnya. Sorry yaa.." pinta Reza memelas.

Melihat pandangan dan mendengar suara memelas Reza mau tak mau akhirnya Winny luluh juga. Ia menghembuskan nafas pendek lalu kembali menatap Reza.

"Okelah. Tapi usahakan, jangan kayak gini lagi ya." ujar Winny.

Reza tersenyum sumringah. Pacarnya itu memang kelewat baik hati dan penyabar. Beruntung dia mendapatkan pacar setipe Reza yang tak berniat memanfaatkan kebaikan gadisnya itu. Menurutnya, justru dengan kebaikan Winny, Ia jadi punya alasan untuk senantiasa bersyukur dan berusaha membahagiakan gadis yang telah menemaninya selama 2 tahun terakhir ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berdamai dengan Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang