dua

267 30 5
                                    

"Hai kak mayang, eh kita ketemu lagi ya? Kayaknya jodoh deh kalo keseringan gini."

Mayang yang tengah berdiri di ambang gerbang sekolah bersama sahabatnya-mimi, hanya melirik sekilas kepada adik kelas resenya itu. Ia sungguh malas jika harus meladeni sapaan basinya.

"Mau pulang ya? Ayodeh gue anter." ajak demi kemudian menepuk jok belakang motor gedenya itu. Mengisyaratkan kalau mayang mau, dia bisa menboncengnya di atas motor kesayanganya itu.

"Ngomong aja gih sama kresek!" jawab mayang ketus.

"Sayangnya gue mau ngomong sama lo kak, bukan sama kresek. Lagian emang ada kresek yang bisa di ajak ngomong?"

Mayang membuang mukanya malas, ia sudah salah bicara barusan. Seharusnya dia acuhkan saja pertanyaan dari demi itu sebelum uber yang telah di pesannya bersama mimi datang.

"Gimana mau gak kak?" tanya demi lagi, ia masih senantiasa bertahan pada posisinya. Duduk di atas motor gede hitamnya itu, dengan air wajah yang tak lepas dari senyum bangsatnya.

Mimi yang merasa tak enak melihat adik kelas gantengnya di acuhkan oleh mayang, ia pun berinisiatif untuk menjawab. Namun sayangnya, tangan mayang sudah menarik duluan dan membawanya mendekat pada uber pesanannya yang baru saja datang.

"Eh May, kasihan tau dia di kacangin mulu sama lo. Padahal niatnya baik mau ngajakin lo pulang bareng." kata mimi menghentikan langkahanya yang membuat mayang ikut terhenti, dia menoleh ke arah demi yang masih diam memandang datar ke arahnya berdua. "Dek, sorry ya. Temen gue emang suka jual mahal dulu awalnya, tapi kalo udah deket dia baik kok. Dan sorry juga karena gue gak bisa ngebiarin mayang pulang sama lo, soalnya gue udah janji mau nonton bareng dia."

Mayang sontak menutup mulut sahabatnya yang cerewet itu. "Mimi apaan sih? Sampai kapanpun juga gue kagak bakalan mau baik sama tuh adek kelas." sungutnya berujar gemas.

Mimi menghempaskan pelan tangan mayang yang menutupi mulutnya itu. "Udah deh May, jangan baperan gitu. Lagian kejadianya udah kelewat juga, si demi juga udah minta maaf sama lo. Jadi gak ada salahnya kan buat lo baik sama dia? Lagian lo sendiri juga salah, udah tau adek kelas lagi pada main basket eh lo dengan polosnya malah lewat lapangan. Tengah-tengah lagi, masih mending kalo jalan lo di pinggir. Pasti bola itu gak akan kelempar ke arah kepala lo."

Mayang terdiam sejenak, ia tidak menyangka dengan perkataan sahabatnya itu yang lebih memihak pada adik kelasnya yang rese. Sebenarnya, ia juga mengakui kalau dirinya memang salah karena berjalan lewat lapangan yang jelas-jelas tengah di pakai oleh para adik kelasnya yang bermain basket. Tapi tetap saja, ia yang merasa sakit. Orang-orang tak akan merasakan.

"Lo kok malah mihak tuh adek kelas sih?" tanya mayang menunjuk keberadaan demi yang masih berada di posisinya sedari tadi dengan dagunya.

"Gue netral disini, gak mihak adik kelas itu ataupun lo May. Gue cuma ngasih keterangan aja supaya lo gak sebenci itu sama dia." ucap mimi menjelaskan.

Jika sudah begini mayang tidak bisa menyanggah lagi, mimi termasuk orang yang keras kepala. Selalu saja dia membuatnya harus mengalah.

"Iya deh iya." kata mayang mengalah. "Sekarang kita jadi gak buat nonton? keburu jam siangnya habis, dan lagi bang ubernya udah nungguin tuh. Kasihan dia."

"Kasihan juga si demi, liat noh dia dari tadi nungguin jawaban dari lo."

"Lah kan lo tadi yang udah wakilin Mi." sahut mayang gemas.

"Dia nunggu jawaban dari lo, bukan gue Mayaaang!" timpal mimi menekankan kata terakhirnya. "Udah ah, gue masuk duluan. Sebelum lo gak ngomong sama demi, gue gak akan biarin lo masuk." lanjut mimi yang kemudian segera membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya.

Baper? #Wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang