empat belas

113 13 6
                                    

Demi tengah berbaring di atas kasurnya, pakaian yang ia kenakan saat ini masih sama dengan yang ia kenakan tadi. Iya tadi, ketika dirinya masih bersama gadis itu. Mayang.

Kedua tangannya di jadikan sandaran pada kepalanya, mata elangnya memandang atap-atap kamar yang putih polos. Senyumanya masih terukir jelas sedari tadi. Momen kebersamaanya tadi dengan mayang masih terus memenuhi Memorinya. Apalagi tingkah aneh mayang yang terlihat unik di mata demi. Ia tak bisa melupakan itu.

Flashback

"Demi! Lo gila ya?!"

Demi langsung menghentikan motornya ketika mayang tiba-tiba memekik keras sambil memukul punggungnya tak kalah keras.

"Kenapa kak?" tanya demi bingung. Karena ia memang tidak tahu sebab gadis yang ia boncengi di belakangnya tiba-tiba marah begitu.

"Lo nabrak!"

Demi terdiam sejenak, hingga tak lama dari itu kepalanya mangut-mangut mengerti."oh nabrak tuh curut." dagunya menunjuk tikus liar yang sudah mati mengenaskan di tengah jalan. Oleh siapa kalau bukan demi yang menabraknya. "Gapapa lagi." ucapnya begitu santai kemudian kembali menghadap depan untuk melajukan motornya lagi.

"Gapapa kata lo?!" sahut Mayang kembali memukul punggung pria itu.

Demi meringis pelan mendapat pukulan tajam dari mayang. "Emang kenapa sih kak? Curut doang elah, apa harus gue kubur tuh makhluk?" timpal demi masih dengan santai.

"Iyalah bego, lo mesti kuburin. Lo yang udah nabrak sampe tuh tikus mati!"

Demi terkekeh mendengarnya, namun tak lama dari itu kekehannya terhenti, dia baru bisa mencerna maksud ucapan gadis itu. "Apa kata lo Kak? Gue mesti kuburin?" katanya begitu terkejut.

"Iya! Turun cepet!"

"Mau ngapain?"

"Kuburin tuh tikus lah, seenggaknya lo simpan jasadnya gak di tengah jalan." ucap mayang sembari turun dari motor ninja hitam milik demi.

"Kak lo bercanda ya? Jangan di tempat sepi gini lah, nanti aja di rumah." balas demi memandang sekeliling jalanan yang memang sepi. deretan perumahan yang ada di pinggir jalan, terasa begitu hampa bagi demi. Padahal ini malam minggu, tapi daerah ini kenapa begitu sepi? Batinnya bertanya.

"Gue gak bercanda! Lo turun sekarang!" sahut mayang menarik jacket demi sehingga membuat pria itu pun terpaksa turun dari motornya.

"Lo serius kak?" tanya demi memastikan. Bisa saja mayang hanya bercanda dengan titahanya itu.

"Iya, cepet bawa tuh curut. Jangan di biarin di tengah jalan." jawab mayang mulai menstandarkan volume suaranya.

Demi mendengus keras, ia begitu tak percaya dengan kelakuakan kakak kelasnya ini. Kenapa bisa seribet ini sih berurusan dengannya?

"Kak, mending kita pulang aja lah. Ketimbang mikirin tuh curut, gak penting banget sih." sungut demi memohon sambil menarik-narik manja switter lengan milik mayang.

"Gak penting kata lo? Hello, Demi! curut juga makhluk hidup, dia layak bernapas. Tapi gara-gara lo naik motor gak hati-hati, dia jadi mati mengenaskan gini." tutur mayang seperti kebanyakan guru yang tengah memberi kepada muridnya yang nakal.

"Yaa terus gue mesti gimana?"

"Buang tuh curut ke tepi jalan, jangan di biarin di situ!"

Demi mendengus kembali, matanya kini menoleh ke arah tikus liar hitam yang sudah mati karena tertabrak olehnya. Pria itu menatap jijik melihat jasad si tikus yang sudah tak bisa di ungkapkan lewat kata-kata.

Baper? #Wattys2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang