EMPAT

120 23 5
                                    

"Shil, Din, baru balik? Tumben," sapa Chrisa begitu melihat kedua saudaranya itu melewati pintu depan.

"Kita kan jalan-jalan dulu, ya kan, Shil?"

Gadis itu menatap Dino sambil mengulum senyum manisnya.

"Oh ya, sebelum kalian naik ketemu sama temen gue dulu yuk!" ajak Chrisa dengan mata berbinar.

Dino mengernyit, "Temen?"

"Ada Davin," bisiknya. "Yuk, Shil, gue kenalin sama pangeran gue."

Sheila mengikuti langkah Chrisa yang menarik lengannya diikuti Dino dari belakang.

"Dav, Dean udah balik nih!" katanya pada seorang pemuda tampan yang sedang duduk di salah satu love seat berwarna biru.

"Dean! Hai, bro! Lama nggak ketemu," ujar pemuda itu sambil memeluk tubuh Dino ala cowok.

"Hai, Dav! Gue nggak nyangka bakal ketemu lagi sama lo," ucap Dino basa-basi.

"Oh ya, dan kenalin ini adek gue, Sheila."

Chrisa menarik tubuh Sheila mendekat. Davin mengulurkan tangannya ke arah Sheila dan menggenggam tangan kecil itu erat. Pemuda itu melemparkan senyum menawannya pada Sheila yang membuat kening Dino berkerut.

"Adek lo manis juga, Sa," pujinya masih memandangi wajah Sheila yang kini tertunduk malu.

"Iyalah, adek gue," Chrisa terkekeh.

"Oh ya, kalian lanjutin aja deh ngobrolnya, kita kan baru sampe, jadi harus bersih-bersih dulu, ya kan, Shil?"

Sheila mendongak, menatap manik hazel Dino intens kemudian tersenyum menanggapi, "Iya, Kak, mending kita naik aja."

"Eh, nggak ngobrol dulu? Kita santai kok," sergah Chrisa cepat.

"Nggak usah, lain kali aja. Bye, Dav!" pamit Dino sembari merangkul Sheila pergi dari guest room.

"Itu sahabat kalian yang waktu itu diceritain Kak Chrisa ya, Kak?" tanya Sheila begitu mereka menaiki anak tangga ke lantai 2.

"Ralat, sahabat Chrisa, bukan sahabat gue."

Sheila menoleh, menatap wajah Dino yang begitu dekat dengan wajahnya. Kemudian kembali menatap ke depan.

"Kenapa bukan? Kak Chrisa bilang kalian dulu deket."

"Deket bukan berarti sahabat. Deket nggak bisa diartikan segampang keliatannya. Kadang, deket bisa berarti yang lain," tutur Dino sembari menatap wajah adiknya lekat-lekat.

Sheila merasakan hembusan napas kakaknya itu menyapu lehernya. Hangat. Seperti itulah yang ia rasakan saat ini. Kata-kata yang dilontarkan Dino seperti menohoknya. Apa bisa dekat berarti yang lain?

"Kalo boleh jujur, gue nggak terlalu suka sama Davin. Bagi gue dia itu cowok yang berbahaya."

Dino bergumam seperti mengingat-ingat sesuatu. Sesuatu yang dia rasa tidak benar. Tidak pada tempatnya. Dan itu merepotkan.

Tanpa sadar mereka sudah sampai di depan pintu kamar Sheila dan Chrisa. Dino melepaskan rangkulannya kemudian menatap Sheila.

"Sekarang kamu ganti baju terus istirahat, oke?" ujar Dino yang kemudian mencium pipi Sheila tiba-tiba.

Pemuda itu tersenyum geli kemudian beranjak meninggalkan adiknya yang mematung di tempat. Tapi kemudian sebuah senyum terbit di wajah manis gadis itu, "Makasih, Kak."

***

"Shil hari ini lo berangkat bareng Dino nggak pa-pa kan?"

Sheila yang baru selesai mandi tampak melirik kakaknya yang sudah rapi. Chrisa terlihat lebih cantik lagi dari biasanya. Rambut bronze-nya yang berkilau dikucir kuda sehingga menampakkan keindahan leher dan wajahnya. Dan lagi, kulit Chrisa maupun Dino mulus tanpa bintik-bintik merah seperti orang Eropa dan Amerika kebanyakan. Dan itu membuatnya iri.

Sheila juga ingin seperti Chrisa.

"Kakak nggak bawa mobil hari ini?" tanyanya sambil mendekati gadis itu.

Sheila duduk di hadapan cermin yang tadi digunakan Chrisa dan membiarkan jari-jari kakaknya bekerja menata rambutnya.

"Davin mau jemput gue," sahutnya tersenyum malu.

Sheila ikut tersenyum mendengarnya. Chrisa benar-benar jatuh cinta. Dan sikapnya jelas menunjukkan bahwa kini dia bahagia.

Selama ini Sheila tidak pernah melihat gadis itu seperti ini. Bahkan tahu Chrisa menyukai seseorang pun tidak pernah. Meskipun cantik, kakaknya bukan tipe gadis nakal yang suka bergonta-ganti pacar setiap saat. Chrisa menjaga dirinya dengan baik.

"Aku seneng liat kakak bahagia gini. Semoga kalian bahagia ya, Kak," ujar Sheila tulus.

"Of course. Thanks, sister."

Chrisa memeluk tubuh mungil adiknya dari belakang. Dia benar-benar merasa beruntung.

"Eh, Davin udah dateng, gue ke bawah dulu ya, Shil?" ujar Chrisa ketika mendapati sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Gadis itu sedikit berlari menuruni tangga sembari bernyanyi kecil.

"Chrisa kenapa tuh?" tanya Dino yang tiba-tiba berdiri di belakang Sheila.

Leher Sheila meremang saat merasakan sentuhan tangan kekar Dino di pundaknya yang terbalut seragam. Pemuda itu tampak tersenyum memperhatikan adiknya dari kaca. Sesekali ia mengusap rambut Sheila.

"Gue baru sadar kalo ternyata lo wangi banget, Shil."

Sheila tersipu. Dibalasnya tatapan Dino dari kaca juga.

"Oh ya? Kakak suka?" tanyanya tanpa sadar.

Dino tersenyum manis sembari memeluk tubuh Sheila dari belakang, "Wangi nggak terlalu penting buat gue. Tapi hati yang lebih penting."

Tak lama kemudian Dino melepaskan pelukannya dan menatap Sheila, "Oh ya, tadi Chrisa kenapa?"

Sheila tersadar dari keterkejutannya dan berdiri hendak meraih ranselnya, "Oh itu, Davin mau jemput Kak Chrisa, jadi seneng banget deh."
Dino mengerutkan keningnya, "Davin jemput Chrisa? Terus elo?"

"Ehm... Aku nebeng Kakak ya hari ini, pleaseee..." mohonnya.

Tahu Dino tidak kunjung buka suara, Sheila kembali memohon. "Please Kak, hari ini aja. Kalo aku bareng Papa nanti telat dong. Aku nggak mau dihukum, apalagi sama Kak Romeo yang nyebelin itu."

Pemuda itu menatap Sheila bingung, "Kenapa mesti mohon gitu si? Biasa aja kali, Shil. Lo kan adek gue, jadi lo nggak usah sungkan minta gue antar-jemput elo."

"Yes! Makasi Kakak ganteng," pujinya kemudian berjalan menjauh membuat Dino geleng-geleng kepala.

Part ini terlalu pendek sepertinya 😕. Nggak pa-pa deh. Hari ini gue bakal post dua part sekaligus. Semoga suka.

The Way Too Far [End | Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang