"Hai, boys, dateng ya ke ultah gue minggu depan."
Tiga orang di meja itu menoleh ke arah seorang gadis yang kini membagikan undangan pesta ulang tahunnya.
"Sweet seventeen," gumam Gilang, salah satu di antara mereka.
Gadis itu mengangguk, mengiyakan. Wajahnya yang cantik tampak berseri.
"Oh ya, di acara gue kalian wajib bawa pasangan, oke?" tambahnya yang membuat Dino mengernyit bingung.
"Kok lo gitu sih, Jen? Gue kan lagi single," protes Dean pada sepupu salah satu sahabatnya itu.
Gadis itu berkacak pinggang, "Masa bodo! Pokoknya lo wajib dateng dan bawa pasangan. Dan kalo lo lagi single, lo cari aja cewek yang bisa diajak ke ultah gue karena bakal ada acara dansa."
"Wih, asyik tuh. Ada hadiahnya nggak, Jen?" tanya Okta kali ini.
"Belom sih. Cuma saran lo boleh juga."
"Dan jangan lupain buat pasangan terbaik juga, Jen," kali ini usul dari Gilang.
"Boleh. Boleh. Tapi lo jadi sponsornya, mau?" tantang Jenni.
"Lah kok gitu sih, Jen. Napa lo nggak minta sepupu lo yang kayak tembok ini aja. Dia kan lebih tajir dari gue," Gilang kembali memprotes sambil menunjuk pemuda yang duduk di hadapannya dengan dagu.
Refleks semua mata tertuju pada pemuda yang sedari tadi sibuk dengan buku di genggamannya itu. Merasa diperhatikan, pemuda itu lantas mendongak dan memasang wajah acuhnya.
"What?"
"Sepupu lo butuh sponsor, lo mau danain nggak?" tanya Okta.
Pemuda itu masih diam sambil menatap satu per satu wajah penasaran di hadapannya kini.
"Gue rasa jawabannya enggak," celetuk Dean.
"That's right. Itu kan acara lo, Jen. So, harusnya lo siapin dana sendiri dong."
Jenni mencebik kesal. Meskipun sebenarnya ia sudah tahu jawaban yang akan ia dengar dari mulut saudara sepupunya itu.
"Oke. Fine. Tapi lo harus dateng dan bawa pasangan, Rom. Kalo nggak..." gadis itu menggantungkan kalimatnya dan menatap Romeo intens, "gue bakal undang Intan buat jadi pasangan lo. Dan kalo sampe lo nggak dateng, gue bakal aduin ke nyokap gue, terus nggak akan ada yang masakin makanan buat elo lagi," ancamnya.
Dean, Gilang, dan Okta tertawa terbahak-bahak. Tentu mereka tahu siapa gadis yang dimaksud Jenni. Intan, cewek ganjen yang suka dandan menor dan ngejar-ngejar Romeo dari dulu.
Romeo tidak berkutik. Dia tahu dia kalah saat Jenni selalu mengatakan hal itu berulang kali. Dulu pernah sekali ia muak dengan ancaman gadis itu yang berakhir dengan melawan keinginan sepupunya itu, dan yang terjadi sangat memalukan. Romeo bahkan jijik hanya dengan mengingat-ingat kejadian itu.
"Gue rasa itu artinya oke," kata Jenni yang kemudian berlalu pergi dengan senyum kemenangannya.
"So... kayaknya lo harus cari gandengan deh, Rom," goda Okta dengan seringainya.
"Lo kata truk pake gandengan segala. Yang bener itu masa seorang Romeo nggak ada Juliet-nya sih," kekeh Gilang.
"Juliet? Maksud lo Juliet yang itu," kata Dean sambil menunjuk seorang gadis yang kelewat manis yang saat ini tengah mencuri pandang ke arah Romeo.
Ketiga pemuda itu kembali terbahak. Menertawakan sahabatnya yang tengah kesal diejek sejak tadi.
Bukan salah Romeo jika sampai saat ini ia belum juga punya pacar. Dia punya kriteria untuk menjadikan seseorang kekasihnya. Dan saat itu tiba, ia sudah berjanji akan setia dan menjaga gadisnya dengan sepenuh jiwa dan raganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Too Far [End | Belum Revisi]
Teen FictionThey say "follow your heart", but if your heart is in a million pieces, which piece do you follow? Mungkin takdir hanya mempertemukan mereka. Mungkin takdir hanya ingin melengkapi ceritanya. Takdir tidaklah jahat. Ia hanya mengikuti apa yang telah...