Setiap pagi bunyi klakson membingar menatar
Jalan raya yang padat, perjalanan yang tersendat
Orang-orang ber jas dan kesejukan mobil mewahnya
Para pedagang asongan menyergapi kendaraan umum pelajar dan pekerja
Dan para pengemis berdatangan menuju tempat mangkalnya dan memamerkan kekurangannya.
Waktunya tidur bagi para pengojek malam yang lelahPolisi penjaga lalulintas yang siap siaga menertipkan setiap pagi hingga sore
Anak-anak sekolah dengan uang saku yang tak seberapa
Dan para orang tua yang bekerja menahan lelahnya
Dan juga orang yang terlupakan oleh janji-janji harapan palsu politik
Disamping tembok penjaga jalan dan rel kereta
Berjejer kekumuhan penghuninya yang gumoh akan ketidak merataanWahai kau putra sang fajar yang diagung-agungkan rakyatnya
Kau tinggalkan begitu banyak harapan atas sambungan lidah rakyat yang belum terpenuhi
Mungkin ini semua suratan, biarlah sejarah yang mensyarah dengan tinta masalalunya.Kerlingan mata peghuni rumah kardus yang penuh keinginan hidup lebih lama.
Diatas singgasana tikar dan bantal yang bersarung bendera partai
Pantaskah mereka hidup tanpa perhatian kita
Yang seakan bersiaga kapan pun digusur tanpa peringatan
Dan kita yang tidur dalam keadaan kenyang dan mereka dipertanyakan
Dan kita yang tidur dengan kasur yang lapang dan mereka dipertanyakan
Dan kita, apakah yang bisa kita bantu untuknya?
Sedangkan mereka yang berwajib pun tak memperdulikannya.Melelehlah air mata kemanusian yang tak dimanusiakan
Biarlah air mata itu kelak yang akan menjadi senyuman
Dan kesengsaraan yang akan menjadi kebahagiaan.
Keinginan dan doa yang terpancar dari kerlingan mata penghuni rumah kardus.Bekasi, 27 Februari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Kerlingan Mata Penghuni Rumah Kardus {Sudah Dibukukan}
Puisi[[Sudah dibukukan]] siap diriliskan di UBUD WRINTERS 2018