perempuan berbaju putih

51 13 11
                                    

Semua begitu tercengang melihat keadaan sekarang. Tampak seorang perempuan berbaju putih memegang tongkat baseball. Darah kepala Aileen menetes ke lantai dan baju perempuan itu. Rambutnya berwarna hitam dan bergelombang, namun acak-acakan. Ia tak memakai alas kaki namun memakai kaos kaki putih. Siapakah gerangan orang ini, bagaimana ia bisa masuk ke rumahku? Aku bertanya-tanya dalam hati. Saat kuamati tongkat baseball itu, itu adalah tongkat baseball yang diberikan Aileen untukku. Ada ukiran namaku di pinggirnya dan tanda hati.

"A-aileen bertahanlah." Aku memegangi kepalanya yang berdarah. Aku menyeka darahnya dengan bajuku.

Sarah dan Kanya mengambil posisi kuda-kuda. Mereka siap menyerang perempuan berbaju putih itu. Sedangkan aku masuk kedalam rumah dan membaringkan Aileen di sofa. Aku mencari-cari es batu agar darahnya tak keluar lagi. Aku berusaha mengobati luka Aileen yang parah.

Aku memanggil pembantuku, Jena, "Jena! Tolong buatkan es batu!"

"Jena! Tolong buatkan es batu!" Ucapku sekali lagi. Tapi tak terdengar tanda-tanda Jena yang bergerak. Jangan-jangan, Jena dibunuh oleh perempuan berbaju putih. Aku sudah sangat khawatir dan rasanya ingin menangis. Tapi aku harus tegar dan merawat Aileen sendirian. Akhirnya aku membuat es batu dan mencari handuk. Aku membersihkan darah di kepala Aileen dengan handuk.

"Aileen baik sekali, ia rela kepalanya cedera demi melindungiku." Ucapku dalam hati sambil tersenyum. Aku melupakan Sarah dan Kanya yang sedang di luar rumah, bertarung dengan perempuan berbaju putih.

"Aileen, apa kau mendengarku?" Ucapku ketelinga Aileen.

"Uh- Alarie, a-pa kau baik-baik saja?" Ucap Aileen dengan suara yang amat lemah dan pelan. Ia tampak lemah dan sendu. Aku kasihan melihatnya.

"Ya, aku baik-baik saja. Terimakasih Aileen." Aku tersenyum dan menatapnya dalam. Aku mengaitkan perban ke kepala Aileen. Darahnya sudah berhenti, namun Aileen masih kelihatan lemah.

"Aileen, aku akan keluar sebentar mengecek keadaan, kau tunggu di sini." Aku bergegas pergi untuk menemui Sarah dan Kanya.

*******

Dalam setiap langkah, aku percaya bahwa Sarah dan Kanya pasti berhasil mengalahkan perempuan berbaju putih. Kanya adalah seseorang yang pemberani, sedangkan Sarah lebih kuat dibandingkan perempuan lainnya. Saat aku melihat keluar, kepercayaanku berubah menjadi kenyataan. Sarah terlihat bersembunyi di balik pohon, sedangkan Kanya sudah sekarat. Kanya terlihat tergeletak tak berdaya di rumput halamanku. Perempuan berbaju putih itu menghampiri Kanya secara perlahan sambil menyeringai seram.

"JANGAN SAKITI TEMANKU!" Ucapku keras.

Perempuan itu menoleh ke arahku. Aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena mata dan hidungnya tertutup rambut hitam berantakannya.  Yang pasti, mulutnya seperti mengucapkan sesuatu. Ia berusaha mengucapkannya dalam-dalam, namun ia tak bisa mengeluarkan suaranya. Suaranya tertahan dalam dirinya.

"Alarie! Perempuan itu adalah Jena!! Aku tak sampai hati menyakiti pembantumu." Ucap Sarah keras-keras.

"Ia hanya menyerang Kanya!" Seru Sarah.

Mataku langsung membulat sempurna. Mulutku menganga sedangkan kakiku melangkah mundur. Tentu saja aku tidak bisa menyerang Jena yang sudah merawatku sejak kecil. Pembunuh yang kukira menyerang Jena adalah Jena sendiri.

"Jena, ini aku, Alarie. Kenapa kau jadi seperti ini?" Aku menatap Jena dalam-dalam. Aku tak percaya dengan apa yang dilihat mataku sendiri.

Jena terdiam sebentar, kesunyian pekat langsung menyerbu sekitarku. Namun detik selanjutnya, Jena mengejarku dengan membabi buta. Ia memegang leherku lalu mencakar-cakar wajahku. Aku berusaha menepisnya, tapi gerakannya sungguh abstrak. Aku menendang kakinya ribuan kali, tapi ia tak menunjukan reaksi apapun. Aku berusaha meninju mukanya, tapi aku teringat bahwa dia adalah Jena, orang yang mengasuhku sejak kecil. Karena aku tak jadi meninjunya, ia langsung menjambak rambutku. Aku langsung teriak ketakutan.

"LEPASKAN ALARIE!" Sahut suara di ambang pintu. Rupanya itu adalah Aileen yang sedang terluka.

"A-AILEEN JANGAN KESINI, JENA MENJADI GILA!" aku memperingati Aileen.

Aileen tak peduli dengan apa yang kukatakan. Ia mengambil tongkat baseball yang tergeletak di rumput. Ia memukul wajah Jena sampai-sampai Jena terjatuh ke lantai.

"Aileen, kau sudah menyakitinya." Aku berlari menuju tempat Aileen karena rambutku sudah terlepas.

"Lihat apa yang ia lakukan pada Kanya!" Seru Aileen.

Aileen menghampiri Jena yang tergeletak lemah di lantai. Ia mencekik leher Jena dengan tangan. Kelihatannya Jena sudah tak hidup lagi. Namun detik berikutnya, batu yang sangat besar digapai oleh Jena yang masih hidup, lalu dilemparinya ke kepala Ailenn. Aileen jatuh pingsan. Sarah hanya melongo diam ketakutan di balik pohon. Kali ini Jena sudah benar-benar mati. Aku mengikatnya di pohon. Aileen dan Kanya sudah sekarat. Aku dan Sarah membawa mereka berdua ke dalam rumah.

"Ma-ma-maaf  aku ga membantumu. Aku tak sampai hati menyakiti Jena." Sarah menundukan kepalanya sambil mengelap darah Aileen.

"Siapapun lawannya, janganlah berbaik hati. Mereka sekarang jahat. J-a-h-a-t! Kau mengerti?" Ucapku.

"Baiklah." Ucap Sarah.

Kami merawat luka Kanya dan Aileen. Mereka berdua pingsan, namun aku yakin mereka akan sadar kembali.

*****

Maaf yaa kelamaan update 😢😢😢
Jgn lupa vomment

Beautiful eyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang