hari yang tenang

35 13 4
                                    

Mereka berdua benar-benar terluka. Rasanya ngeri melihat luka-luka yang ada di tubuh mereka. Apalagi melihat darah yang menetes dari kepala Aileen. Rasanya seperti mau muntah, tapi itu tak boleh kulakukan.

"Sarah, bisa tolong cek keadaan Jena?" Ucapku.

"Ng, sebaiknya aku berjaga disini saja. Kau saja yang mengeceknya. Aku tidak berani keluar rumah. Di sana berbahaya dan menyeramkan." Sarah memelas kepadaku.

"Baiklah, aku titip Kanya dan Aileen yaa." Ucapku.

"Iya, terimakasih Alarie."

****

Aku berjalan keluar dibekali tongkat baseball, untuk menghantam orang yang sejenis Jena. Ini seperti di film zombie, namun manusia yang diserang zombie pasti akan langsung mati dan tidak berubah jadi zombie. Tapi ada satu hal yang harus aku pastikan, yaitu mata mereka.

Aku mendatangi Jena yang diikat di pohon olehku. Aku menampar wajah Jena keras-keras. Ia jahat, ia berkhianat. Aku mengencangkan ikatan yang melekat pada tubuh Jena dengan pohon. Aku berharap agar dia sudah mati.

"Jena, semoga kau bisa beristirahat dengan tenang. Maafkan aku telah melukai kakimu dengan tendanganku, sudah melukai wajahmu dan sudah mengikatmu. Yang aku lakukan hanyalah agar kau terjauh dari dosa. Walaupun aku tak yakin, siapa yang berdosa. Kami, atau kau." Aku tersenyum melihat Jena yg duduk lemah bersandar pohon. Aku merapihkan rambutnya yang berantakan sampai aku bisa melihat matanya yang tertutup rambut.  Dengan segenap keberanian, aku membuka paksa mata Jena dengan tanganku. Dan apa yang kuduga terjadi. Matanya cacat seperti Sarah dan dokter Ain. Padahal sebelumnya, matanya masih bagus dan belum cacat. Aku ingat saat-saat mukannya berseri-seri mebanggakan mata barunya yang dioperasi oleh dokter Ain.

"Sepertinya aku bisa menyimpulkan sesuatu. Tapi aku harus mendiskusikannya dulu dengan yang lain." Ucapku dalam hati.

Saat aku terlarut dalam pikiran, tiba-tiba ada seorang perempuan lagi yang berjalan ke arahku seperti orang mabuk. Aku yakin ia salah satu zombie-zombie yang berkeliaran. Ia memanjat pagar rumahku dan berjalan ke arahku. Rambutnya pendek, jadi aku bisa melihat dengan jelas, bahwa matanya cacat.

Dengan sigap, aku langsung memegang erat tongkat baseballku dan langsung menghantam perempuan itu. Tapi ia sangat kuat, ia masih bisa menjambak rambutku. Aku menyikut mukanya agar dia terjatuh, dan untungnya dia terjatuh ke tanah. Dengan nafas terengah-engah aku mengikatnya di pohon dan memukulnya dengan tongkat baseballku. Walau darahnya mengenai bajuku, aku tetap memukulnya agar ia benar-benar mati.

"Hampir saja." Ucapku kepada diri sendiri.

Setelah itu, aku masuk lagi ke rumah. Aku memastikan pintunya sudah terkunci dan semua gorden rumah sudah ditutup.

****

"Sar, tadi bahaya sekali. Aku diserang oleh zombie yang berambut pendek." Ucapku.

"Dimana zombie itu sekarang?" Tanya Sarah.

"Kuikat di pohon."

"Kau baik-baik saja? Apa ada yang luka?"

"Ya, hanya saja kulit kepalaku agak sakit karena habis dijambak." Aku mengelus kepalaku.

" kalau kau botak, mungkin mereka akan menarik-narik kepalamu yang kinclong itu." Sahut sarah sambil nyengir.

"Yaaah, untung saja mereka hanya menarik rambutku." Aku tertawa. Akhirnya aku bisa merasa terhibur setelah semua kejadian menegangkan ini. Walau lelucon Sarah terasa tak begitu lucu, tapi perasaanku jadi tak terlalu tegang.

Sarah tersenyum melihatku terhibur. Aku membalas senyumannya itu, walau akhirnya aku merasa sedih karena teringat kejadian menyenangkan yang kami alami. Aku rindu masa-masa itu.

"Tenang saja Alarie, ini bisa menjadi pengalaman seru bersama sahabat-sahabatmu dan pacarmu. Ini akan menjadi pengalaman menyenangkan walau menegangkan." Ucapku dalam hati.

***

Aku membersihkan badanku di kamar mandi. Rasanya sudah lama sekali tidak menyentuh air hangat yang menenangkan. Aku senang bisa keramas karena pastinya rambutku sudah kacau karena dijambak terus. Kanya dan Aileen sudah lumayan sembuh, mereka sudah bisa berdiri dan membersihkan badan. Aku melihat wajah mereka yang cerah dan berseri-seri  karena merasa senang. Lalu kami makan bersama di ruang makan. Aku hanya menghangatkan makanan yang ada di kulkas. Kami makan sup jagung yang hangat beserta roti kering. Tentu saja kami belum kenyang, sehingga kami menambah beberapa kali sampai kenyang. Kami juga memakan buah apel, dan itu sangat menyegarkan. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang tenang. Kami hanya perlu bersembunyi di rumahku sampai semua masalah ini selesai. Mungkin pemerintah akan membantu. Mungkin saja.

****
Updatenya pindah yaa jadi minggu/ sabtu
Jangan lupa vomment😀
Btw yang jadi fotonya tuh mukanya Alarie. Menurut kalian cocok ga?

Beautiful eyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang