Ingatan Alarie (6)

50 16 0
                                    

"Di..dia." ucap ibuku gemetar.

"Siapa bu?" Aku menatap mata ibuku.

"Ah, hanya teman sekolah, dulu dia sangat pintar dan jarang bicara, ibu kurang dekat dengannya. Dia selalu sendiri karena matanya cacat." Ibuku bercerita panjang lebar dan membuat aku tersentak kaget.

"Jadi mata yang cacat itu yang pupilnya kecil?" Tanya Bella

"Iya sayang, tapi mata itu bisa kembali normal sekitar 20-30 tahun." Jawab ibu.

"Apa mereka yang matanya cacat itu buta?" Tante Teddy langsung memandangi ibu. Pandangannya sangat menyeramkan seperti melotot. Iya memegang pundak Bella dengan begitu kencang sehingga Bella sedikit tidak nyaman.

"Ada yang buta, ada yang tidak. Tapi Dr. Ain tidak buta." Ibu malah tersenyum kepada Tante Teddy. Sopan sekali ibuku itu.

Sekitar 10 menit berlalu, kami bercakap-cakap dengan santai. Tante Teddy pamit untuk pulang karena harus mengantar Bella les. Sebelum pergi, Bella memelukku, rasanya Bella bukanlah Bella yang aku kenal. Matanya mengalihkan seluruh perhatianku. Hari ini aku agak pusing karena kejadian Aileen, maka aku pamit kepada ibu untuk pergi jalan-jalan ke taman.

Saat di perjalanan, aku terus melihat pohon-pohon rimbun di sepanjang jalan. Kadang aku juga memandang langit yang tersenyum cerah sampai menyengat kulitku. Karena aku tidak melihat saat jalan, tiba-tiba aku menabrak seseorang.

"Aduh maaf, maaf aku ceroboh." Aku mengusap kepalaku yang sakit. Aku menutup mataku karena rasanya kepalaku sakit sekali.

"Ya, tidak apa-apa dik. Lain kali hati-hati." Orang itu hanya pergi dengan angkuh. Tanpa kusadari aku memperhatikannya. Ternyata dia memiliki mata cacat!

"Eh, tunggu. Apa kau kenal Dr. Ain? Maaf aku tidak sopan." Aku setengah berteriak agar ia mendengarnya.

"Hahahahahha, dik aku ini Dr. Ain." Orang itu membalikkan badannya dan sekarang ia menatapku.

"Memang kenapa dik?" Ia menatapku dengan tajam, namun dia tetap tersenyum.

"Ng, aku hanya merasa kalau Dr. Ain itu sangat hebat. Beruntung aku bisa bertemu denganmu. Boleh aku foto bareng?" Aku kaget karena ini pertama kalinya aku bertemu Dr. Ain secara langsung.

"Yah, untuk kenang-kenangan, boleh saja." Aku mengeluarkan ponselku dan berfoto bersama Dr. Ain.

"CEKREK!" Setelah selesai, aku memasukkan hpku ke dalam tas. Dia tiba-tiba menatap mataku.

"Kenapa kamu tidak operasi mata?" Dr. Ain terus mengamati mataku.

"Ng, aku takut operasi, hehehe." Aku menggaruk kepala belakangku.

"Yah, kau anak baik. Sebaiknya memang tidak usah." Dr. Ain mengelus rambutku dan pergi begitu saja. Tiba-tiba dia berhenti berjalan dan menatapku lagi.

"Kau mirip dengan teman sekolahku. Siapa namamu?" Dr. Ain tersenyum menyeringai.

"Alarie!" Aku merasa bersalah telah mengucap namaku.

"Alarie! Ternyata benar kau anak temanku! Karena kau anak temanku, ayo operasi sekarang!" Matanya tampak berbinar-binar.

"Ng... aku kan takut." Aku mundur beberapa langkah.

"Tidak menyeramkan sama sekali! Ayo cepat kamu harus operasi! Matamu akan kuberi warna merah supaya cantik. Ayo ikut aku!" Ia menarik-narik tanganku.

"Ng.. namaku Monica, tadi aku menyebutkan nama alarie karena aku melihat teman sekolahku di depan toko itu." Aku menunjuk toko bunga yang letaknya agak jauh dari sini.

"Alarie adalah teman sekolahmu?" Matanya menatap toko yang aku tunjuk.

"Iya, dia juga belum operasi." Tanpa pamit, Dr. Ain langsung lari menuju toko yang aku tunjukan. Ia seperti harimau yang mengejar mangsanya.

Aku jadi merasa bersalah kepada temanku yang bernama Monica. Aku terpaksa mengambil namanya karena aku takut. Ternyata benar dugaanku. Dr. Ain mengincar aku, Alarie!

Beautiful eyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang