Karma

1K 143 8
                                    

What you do, what you'll get.
—k.a.r.m.a

Mungkin ini adalah karma karena aku telah menyakitinya. Aku bisa merasakan sakit yang sama dengan apa yang ia rasakan. Dalam kondisiku yang masih terbaring lemas ini, aku hanya bisa menahan air mata yang sejak tadi telah penuh di ujung mataku.

Seketika sebuah lagu lama bergema di telingaku. Semakin lama lagu itu terputar-putar, semakin hanyut perasaanku.

I cried enough tears to see my own reflection in them.

Aku tak sanggup lagi menahan tangis. Aku meraih handphoneku. Kubuka gallery. Aku melihat kembali foto (y/n) yang tersimpan di sebuah folder.

And then it was clear, I can't deny, I really miss him.

Melihat fotonya bukanlah cara untuk menghilangkan rindu, melainkan semakin menghempaskan hatiku. Karena kutahu, senyum manisnya sudah tiada lagi untukku.

To think that I was wrong, I guess you don't know what you got 'till its gone.

Aku menyesal kenapa aku tidak begitu menganggapnya berharga sampai aku kehilangannya. Aku sungguh menyesal.

-Reader POV-
Oh.. jadi Levi sekarang kakinya diamputasi dan diputusin Felice?

Tch, masa bodoh.

Dia yang memulai semuanya, dia yang menjauhiku. Dia bahkan membuangku yang benar-benar setia padanya hanya demi Felice.

Aku tahu sekarang Levi pasti sedang menangis tak henti.

Tapi, siapa peduli. Itu karma.

Aku melangkah dari kamar tidur Mikasa menuju ruang tamu. Aku mendapati Mikasa masih bergadang demi mengerjakan kisi-kisi ujian akhir semester.

Ya, ujian akhir semester (UAS) akan dimulai minggu depan. Sekarang aku sudah bisa move on, jadi aku sudah bisa fokus belajar lagi. Aku harus memperbaiki nilai-nilaiku yang kemarin-kemarin ini sempat turun drastis.

"Mikasa? Kenapa tidak lanjut besok saja? Lebih baik kau istirahat sejenak."

Mikasa menoleh, "Aku harus cepat, supaya peringkatku mampu mengalahkan Armin, si ranking 1."

Aku hanya mengangguk lalu menyeduh teh hangat untukku dan untuknya.

"Kau sendiri tidak tidur?" Tanya Mikasa usai menyeruput teh hangat itu.

Aku menghela nafas dan berkata, "Hanya tiba-tiba terbangun."

"Oh ya, tadi siang Armin memberi surat ini untukmu. Ini adalah titipan dari Levi," ujar Mikasa seraya menyerahkan seamplop surat.

Aku hanya menghela nafas, dengan malas merobeknya tanpa sempat membacanya terlebih dahulu. Aku bahkan benar-benar tidak ingin tahu apa isinya.

Seminggu kemudian pada hari terakhir UAS...

"Ok, waktu habis, kumpulkan lembar jawaban kalian!" Kata Bu Dorothea, guru agama yang mengawas ujian. Setelah semuanya terkumpul, ia pergi meninggalkan kelas.

Para murid berhamburan keluar kelas sambil bersorak-sorai, karena artinya ujian telah selesai.

Aku dan Mikasa memutuskan untuk ngobrol sejenak di taman dekat sekolah.

Aku melihat sebuah mobil Fortuner hitam dengan nomor polisi B 2424 LEV terparkir rapi di dekat situ. Sepertinya aku mengenal mobil siapa itu.

Sesosok pria berbadan tegap keluar dari kursi kemudi lalu membuka bagasi, mengambil sebuah kursi roda yang tersimpan disana.

Ia membuka pintu penumpang bagian tengah, membantu seorang pria turun dari mobilnya dan duduk di kursi roda tersebut.

Tch, Levi.

Duduk di kursi roda, Levi didorong oleh pria tegap itu, berjalan ke arahku.

Mau apa lagi sih dia.

Dia melihat ke arahku.

Tch, menjijikkan.

"(Y/n)"

Aku hanya memutar mataku, malas berhadapan dengan lelaki tidak tahu diri ini.

"Maafkan aku..Aku... sungguh menyesal.. aku ingin kita balikan lagi seperti dulu,"ujarnya.

"Demi Felice kau tinggalkan aku, dan sekarang mau rekonsiliasi?!" Bentakku seraya berdiri.

"Aku tahu aku sal-"

"Kau memang salah! Maka, jangan protes akan karma yang kamu terima!"

Tukang sapu jalanan dengan penasarannya melihat ke arahku dan Levi, seakan menjadikan ini sebagai sinetron dadakan.

"(Y/n).. sudah, jangan terbawa emosi," Mikasa mencoba menahan emosiku yang sudah meledak sampai ke ubun-ubun.

"Ma-maafkan aku, aku akan melakukan apa saja yang kau mau sebagai permintaan maafku," dia menangis.

"Begitu ya? Ok, aku mau kamu pergi dan jangan pernah datang kepadaku lagi!" Emosiku telah memuncak sehingga aku tidak bisa menahan tanganku untuk tidak memukul wajahnya itu.

Aku segera berlari dari situ sambil menangis tak karuan.

Author Note
Need 4 votes for next chapt. Thnks

broken promise [ levi x reader ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang