Revelation 0.1 // The Command

696 83 1
                                    

Aku bergegas ke bank yang ada di sebelah sana, ah bank itu tutup jam 9. Sekarang sudah jam 9 lewat 5 menit. Fiuh. Nyaris.

Bank terdekat dari sini jaraknya jauh, jadi mau tidak mau aku harus memesan ojek dari Gajek.

Aku merogoh saku dan mengambil handphone, memesan Gajek.

5 menit kemudian Gajek datang.

Tapi, kenapa harus dia sih pengemudinya?

Ya dia bukan siapa-siapa sih. Tapi wajahnya mirip Erwin Smith, bos besarku dulu. Sekarang ia sudah tiada.

~flashback~
"Levi. Aku ingin bicara sebentar denganmu!"

Aku menghela nafas mengikuti langkahnya menuju ruangan kerjanya. Aku masuk ke dalam.

"Kau..." ia melihat ke sekeliling ruangan, menarik nafas untuk menghapus ketegangan yang dari tadi menyelimutinya.

"Kau... ada hubungan dengan (y/n)?"

Aku menyandarkan tubuhku di tembok, menyilangkan kedua tanganku di depan dada dan memutar kedua bola mataku.

Dengan malas aku menjawab, "Ya kau pikir bagaimana?" Aku tidak menjawab pertanyaan dengan formal karena diluar jam kerja, Erwin adalah sahabatku.

Erwin menghela nafas dan dengan suara yang dalam ia berkata, "Kau.. harus menjauhinya. Ia bisa membahayakan perusahaan kita."

Aku menyerngitkan dahi penuh tanda tanya.

"Maksudmu apa?"

"Ini demi keluargamu. Pembunuhan Kuchel Ackerman, ibumu, ada kaitannya jelas dengannya. Ya meski bukan dia sih pembunuhnya."

"Tadi kau bilang perusahaan. Sekarang keluarga, maumu apa? Tolong jangan menyatukan urusan pribadiku dengan kepentinganmu."

"Tapi. Ini.. demi kebaikan si..." berhenti dan menelan ludahnya.

"Nanti kau akan tahu sendiri. Waktuku tinggal sedikit, mungkin satu minggu lagi. Jangan mengecewakanku, kau adalah tangan kananku, nanti kaulah yang akan menggantikanku."

Aku mengira ia akan pensiun. Aku sudah mengabdi secara khusus padanya selama bertahun-tahun. Firasatnya tak pernah salah.

"Kalau kau tak menjauhinya, aku yang akan menjadi tumbal."

"Kau tahu darimana!? Dan kenapa bisa terjadi. Ini tidak masuk akal!" Aku mencoba mengelak.

"Maaf bukan aku yang menyuruhmu, tapi ada seseorang yang menyuruhku untuk menyampaikan ini padamu," kata Erwin.

"Siapa maksudmu?"

"Biarlah kau tahu sendiri seiring berjalannya waktu. Aku tidak bisa memberi tahu karena ia melarangku! Dan jangan sampai ia tahu kalau kamu melakukannya atas dasar perintah!"

Aku langsung bergegas dari ruangannya. Omong kosong macam apa itu. Bilang saja ia ingin merebut (y/n) dari padaku.

Seminggu kemudian...
Aku terbangun di pagi yang cerah, hendak bergegas pergi ke kantor.

Aku mematikan alarmku dan melihat sebuah notifikasi SMS yang masuk

'Gunther (rekan) : Levi, cepat ke rumah sakit Shingeki Hospital sekarang! Erwin dalam keadaan kritis.'

Aku kaget.

'Waktuku tinggal sedikit, mungkin satu minggu lagi."

Bercampur antara sedih dan keheranan, aku langsung bergegas ke rumah sakit yang dimaksud. Aku takut bila Erwin akan mati.

Sesampainya di rumah sakit, aku melihat Eld, salah satu rekanku juga, sedang menunggu kehadiranku dengan penuh kecemasan.

"Apa yang terjadi pada Erwin?"

"Seseorang meracuninya. Kemarin malam tiba-tiba ada sebungkus makanan di meja Erwin. Di depannya ada surat 'untuk Erwin, dari seseorang.' Ia langsung memakannya," ucap Eld sambil menghantarkanku ke ruang ICU dimana Erwin mendapat perawatan intensif.

"Terdapat kandungan racun di makanannya setelah Hanji memeriksa kandungan makanan itu," ucapnya sambil membuka pintu ruang ICU dan menerobos masuk.

Aku melihat Erwin tengah tergeletak tak berdaya disana.

"Levi?"

"Seperti yang aku bilang. Waktuku tinggal seminggu. Kau akan jadi penerus perusahaan ini," katanya.

"Lakukan perintahku untuk menjauhinya," meski aku tahu ia dalam keadaan kritis, aku tetap kesal dengan apa yang ia ucapkan. Aku mengepalkan tangan kananku. Eld menepuk bahuku, mencoba menenangkan emosiku.

"Lakukanlah, ini perintah. Aku akan mengungkapkan siapa yang memerintahkan ini. Yaitu, ..."

Baru saja ia mau mengucapkannya, ia terbatuk dan memuntahkan sejumlah darah. Ia menghembuskan nafas terakhirnya. Kepalanya terkulai lemas. Detak jantungnya sudah tak terdeteksi lagi.

-end of flashback~

"Halo?" Tanya si pengemudi Gajek sambil melambaikan tangannya di depan wajahku.

"Jadi naik tidak sih?"

"Eh, maaf. Maaf, tadi saya melamun," ucapku, sambil memakai helm lalu duduk. Motor pun mulai jalan.

Kami sampai depan sebuah bank terdekat. Ya. ATM Bank terdekat sih. Tapi butuh waktu 1 jam untuk sampai disini. Padahal ini sudah yang terdekat.

Kulihat tulisan di pintu masuk bank, "BUKA 24 JAM." Aku menghela nafas lega. Aku membayar si pengemudi, tak lupa memberi sedikit tips.

Aku berjalan ke dalam, pergi ke mesin ATM. Aku memasukkan kartu. Kumelakukan transaksi ke nomor rekening Hannes yang tadi ia beri tahu. Bukti transfer sudah keluar. Kumemesan Gajek lagi supaya bisa kembali ke tempat penculikan itu.

Next? 6 votes ya

broken promise [ levi x reader ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang