Old friends

983 131 1
                                    

~3rd person POV~
Lari, lari, dan lari. Hanya itu yang bisa kamu lakukan. Hingga akhirnya kamu tiba di dekat sebuah muara, muara Trost, muara yang menghubungkan laut Shiganshina dengan sungai Hermina.

Dengan kecepatan tinggi, mustahil bagimu untuk menghentikannya begitu saja. Untung di dekat sana ada sebuah pohon beringin besar, tepat beberapa langkah di dekat ujung muara itu.

Syukurnya, dalam kondisi seperti ini, kamu masih bisa mengendalikan arah gerakmu. Kamu berlari ke arah sana dan menghempaskan energi yang tersisa melalui telapak tanganmu ke batang pohon besar itu.

Kamu menoleh ke belakang, kamu melihat Mikasa di ujung sana (kira-kira 100 meter darimu) sedang mencarimu dan seorang perempuan muda di sebelah Levi.

Matamu telah mendapati miopi sejak kecil sehingga kamu tidak bisa melihat siapa perempuan itu dengan jelas.

Kondisi sedang sepi, jadi kamu masih bisa mendengar percakapan mereka walau hanya sayup-sayup saja.

-your POV-
"..vi~~ kembalilah padaku~~ toh (y/n) juga .... mu kan? Ayolah.. apa .... cari?"

Meski aku tak bisa menangkap semua kata yang diucapkannya, segitu masih cukup untuk kumengerti maksudnya. Tunggu. Suaranya? Sepertinya aku mengenalnya.

"Cukup ... ... ... ... ...  saja! ... JANGAN GANGGU AKU LAGI. Mengertikah, kamu, Petra!?"

Petra? Astaga! Aku baru saja ingat siapa itu Petra. Dia adalah rival terbesarku saat SMA dulu.

Dalam hal ranking kelas, kita selalu bersaing untuk merebut peringkat 2 umum dari 150 murid.

Dalam mendapatkan Levi? Ini lebih parah! Dia pernah menyukai Levi dulu. Tepatnya, dia adalah mantannya Levi!

Jangan bilang dia adalah orang yang dicari Kenny waktu Levi kecelakaan waktu itu.

"KAMU NGAPAIN SIH KEJAR (Y/N)! BUKANNYA KAMU DULU MENINGGALKAN DIA KARENA DIA SEKARANG ITU YATIM PIATU?!"

Hatiku terbelah mendengarnya.

"Aku menyesal! Kemarin aku menerimamu, tapi kenapa tiba-tiba kamu meninggalkanku waktu aku sakit?"

"Aku meninggalkan dia demi kamu, tapi kamu tinggalkan aku!" Teriakan Levi terdengar sangat kencang. Aku hanya mendengar Petra terus menangis dan memohon.

"Kamu sudah meninggalkan aku demi Berthold! Sekarang? Kamu kembali padaku saat kamu tahu bahwa ia hanya main-main?!"

Tunggu? Berthold? Bukannya Berthold yang mempermainkan Felice, ya? Berarti dia mempermainkan 2 orang sekaligus kah?

Aku merogoh saku bajuku dan mengambil kacamataku dan memakainya.

Astaga! Betapa terkejutnya aku! Dia adalah Felice! Aku baru tahu kalau Felice adalah Petra! Mukanya beda sekali, apa dia menjalankan operasi plastik? Apa dia juga ganti nama?! Aku baru ingat suaranya kalau itu adalah Petra. Bagaimana bisa aku tidak mengenali suara Petra selama ini.

Betapa terkejutnya aku saat mengetahui bahwa sebenarnya Felice adalah Petra, rivalku sendiri.

Kakiku hilang keseimbangan. Tubuhku terasa lemah, akhirnya aku terjatuh ke muara itu. Aku tak sanggup lagi untuk berenang ke ketepian. Aku hanya merasa kalau tubuhku telah terhempas dan mulai hanyut, tenggelam makin dalam.

Apa ini hari terakhirku?

Aku kehilangan kesadaranku.

Ah, selamat tinggal semuanya.

Tapi, beberapa lama kemudian, aku membuka mataku.

Ah, di kamarku sendiri.

Aku melihat Mikasa dan Eren, teman lamaku waktu SMA — berdiri di samping tempat tidurku.

"Untung saja tadi siang aku kebetulan sedang melewati jalan itu waktu itu," ucap Eren menghela nafas.

Eren yang menyelamatkanku?

Tiba-tiba peristiwa waktu itu terulang lagi. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba tanganku memukul wajah Levi, seolah ada yang menggerakkannya di luar kendaliku. Jujur, aku masih mencintainya dan menginginkannya walau disisi lain aku juga membencinya.

Antara benci dan perasaan ingin baikan bercampur aduk. Buktinya, aku kesal saat melihat Petra mendekati Levi tadi.

Mikasa menyeduh teh hangat dan memberikannya padaku. Ia duduk di kursi samping ranjangku.

Aku menyeruput sedikit dan tiba-tiba Eren berkata, "(y/n), nanti kalau kau sudah pulih, baiklah kita jalan-jalan ke mall bersama."

Aku tersenyum. Aku merasa sudah pulih. Jadi, aku memutuskan untuk pergi malam ini.

"Ayo, Eren. Ini akan menjadi reuni kita sekalian refreshing bukan?" Aku tersenyum.

"Ya, kalau begitu, aku pulang dulu." Ucap Eren, lalu pergi meninggalkan ruanganku, menyisakan aku dan Mikasa disana.

~timeskip~
Sudah jam 4 sore. Eren tadi janji akan menjemputku jam 5. Aku pun segera mandi lalu bersiap. Aku tidak tahu akan dibawa ke mall mana olehnya, ia tidak mau memberi tahu. Ia malah menyuruhku untuk menganggap ini sebagai kejutan dadakan.

Aku tidak tahu mau pakai baju apa, sudah 3 bulan lebih aku tidak mempedulikan penampilanku lagi. Aku sudah lupa bagaimana caranya berpenampilan. Dengan saran Mikasa, akhirnya aku memakai baju ini ;

Selesai kubersiap, aku menghampiri Mikasa yang duduk di sofa apartemenku. Aku mendapatinya sedang sibuk dengan ponsel pintarnya.

"Mikasa? Sebentar lagi aku akan pergi, kamu akan diam di apartemenku atau mau pulang?"

"Disini saja," ucapnya pelan tanpa melirik sedikit pun.

"(Y/n)? Aku datang!" Teriak Eren dari depan pintu.

"Tunggu sebentar!" Aku memakai sepatu hitam favoritku lalu membuka pintu. Terlihat Eren begitu menawan dengan pakaian seperti itu. Aku menghampirinya.
"Mikasa, kita duluan ya!" kita menutup pintu.

-Mikasa POV-
Aku mengambil secarcik kertas yang merupakan surat ancaman yang dulu diberikan oleh pembunuh orangtuanya kepada (y/n).

"Sialan.. jadi dia toh yang bunuh orang tua (y/n) dan dalang dari semuanya."

Ucapku kesal saat aku berhasil memecahkan kode nama pengirim surat ancaman yang dulu pernah dikirim ke (y/n).

Next??, 5 vote pls

broken promise [ levi x reader ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang