Memories

1.4K 171 12
                                    

Hari mulai larut malam, semua orang telah pergi meninggalkan taman, kecuali dirimu.

Kamu berhalusinasi lagi. Kamu bahkan bisa melihat seolah Levi sedang duduk dan tersenyum ke arahmu.

Bahkan, melihat bayanganmu saja membuat hatiku terluka lagi.

Aku bahkan tidak tahu dimana kamu berada sekarang.

Semenjak perpisahanmu itu, kamu memang tidak pernah bertemu lagi dengannya. Padahal, kamu sungguh merindukannya.

Apakah ia merasakan hal yang sama dengan yang kurasakan?

Ah, kurasa tidak.

Ada baiknya malam ini aku menginap di rumah Mikasa, sahabatku.

Kamu meninggalkan taman itu dan berjalan menuju apartemen tower B, yang jaraknya tak jauh dari situ. Hanya perlu menyeberang jalan raya saja untuk sampai ke sana.

Kamu naik ke lantai 45 dan mengetuk pintu ruangan 12. Mikasa membukanya.

"Kau masih belum bisa melupakannya?" Tanya Mikasa sambil menyiapkan teh hangat.

"Aku... tidak bisa," jawabmu.

"Sudahlah, kau pasti akan menemukan yang lebih baik dari dirinya," kata Mikasa.

Kamu hanya bisa mengangguk lemas.

Dari luar ada yang orang yang menggedor - gedor pintu begitu kencang, cukup mengagetkan kalian.

Mikasa membukanya dan seorang perempuan pendek berambut coklat muda berteriak, "Mikaaa~~ akhirnya si-" ia menyadari kehadiranmu, seketika ia menghentikan kalimatnya dan pergi.

Kamu tidak tahu siapa orang itu dan kenapa dia melihatmu seperti itu, lalu pergi.

Tapi, kamu merasakan deja vu. Kamu sepertinya mengingat sesuatu akan dirinya tapi kamu tidak tahu siapa dia.

Kamu penasaran sekali.

"Mikasa? Siapa dia?"

"Ohh... dia teman kursus Inggrisku. Namanya Felice." ucapnya.

"Mengapa dia seketika berteriak lalu kabur seenaknya?" Tanyaku, makin tidak mengerti.

"Aku tidak tahu," ucap Mikasa sambil mengangkat bahunya.

Kamu berbaring di kasur dan kamu tertidur.

"Bukankah sudah kubilang cukup?" Ujarnya.

"Apa maksudmu?"

"Baguslah kalau kau sudah putus dengannya. Aku sudah berharap ini terjadi sejak kau dan dia bersama."

"Tidak. Tidak mungkin."

Kamu menangis.

Seketika Mikasa membangunkanmu dan menenangkanmu. Ia menepuk bahumu supaya kau tenang dan memberimu segelas air.

"Kenapa kau menangis dan berteriak? Kau mengalami mimpi buruk lagi?"

Kamu mengangguk lalu menengguk segelas air yang diberikan Mikasa.

"Aku.. bertemu wanita itu dalam mimpiku dan ia begitu senang saat mengetahui aku putus dengannya." Ujarmu dengan tatapan kosong ke depan.

"Wanita itu? Maksudmu siapa?"

"... Felice," ujarmu dengan tatapan terus tertuju ke depan.

"Aku.. sepertinya aku pernah mengenalnya. Tapi, aku sudah lupa siapa dia sebenarnya."

Mikasa hanya tersenyum dan menepuk pundakmu untuk menenangkanmu.

"Tenang, itu hanya mimpi. Mungkin kamu pernah kenal dengan seseorang yang mirip dengannya. Tadi kau melihat Felice hanya sekilas,kan?"

Kamu mengangguk dan mengambil nafas dalam.

"Lagipula, bahkan dia tak mengenalmu sama sekali, bukan?" kata Mikasa.

Benar juga, sih, apa yang dikatakan Mikasa. Bisa saja Felice itu mirip dengan teman dari masa lalumu. Ah, mungkin tadi kamu salah lihat. Karena memang kamu akhir-akhir ini kurang tidur.

"Mikasa." Ia menoleh.

"Ini adalah pertama kalinya dalam 2 bulan aku bisa tidur tanpa perlu meminum obat tidur lagi," ucapmu dengan suara yang sangat monoton.

Kamu berbicara seolah hanya ragamu yang ada, seolah jiwamu sudah tidak ada dalam ragamu.

"Kamu hanya perlu merelakan semuanya yang terjadi itu mengalir," ujar Mikasa.

Kamu merasa apa yang dikatakan Mikasa ada betulnya juga. Seketika handphone-mu berdering.

Kamu mengangkatnya dengan malas.

"Kamu Petra kan? Saya-" kamu kaget, siapa itu Petra.

"Bukan, saya [your name]. Ada urusan apa?"

"Bukan, maaf, sepertinya saya salah nomor," ucapnya.

Kamu hanya menutup panggilan itu dan menghela nafas.

Petra? Siapa itu Petra? Lalu, siapa yang tadi menelepon? Suaranya asing, tapi aku sayup-sayup mendengar suara rintihan seseorang.

Kamu menggelengkan kepalamu, mencoba untuk tidak memikirkan hal itu.

Ah, mungkin nomor orang bernama Petra itu mirip denganku sehingga ia salah nomor kali ya.

Tapi, kamu penasaran.

Sebab, kamu sepertinya mengenali suara rintihan itu.

Suara rintihan itu,

Adalah suara...

...
...

(See u in the next chapt) 😄😂
Author note : mulai next chapter, i bakalan pake Reader POV atau beberapa 3rd person POV

broken promise [ levi x reader ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang