~Levi Ackerman's POV~
Aku akhirnya tiba di gedung yang telah usang itu. Kulangkahkan kakiku dengan langkah berat ke ruangan dimana (y/n) diculik. Aku menolehkan pandanganku ke jam tangan Swiss yang aku pakai di tangan kiriku.11.50.
Huh. Aku datang tepat waktu.
Masuk ke dalam ruangan itu, kumendapati Nile sedang tertidur di lantai sementara Hannes masih berjaga.
Kuserahkan bukti transfer kepadanya. Hannes mengambilnya dan membangunkan Nile dengan menepuk bahunya.
Ia menunjukkan bukti itu pada Nile seraya Nile dan Hannes bangkit berdiri.
Hannes menyunggingkan senyum licik ke arahku dan menyuruh tangan kanannya itu untuk melepaskan ikatan tali yang melekat di sekujur tubuh (y/n).
Hannes berjalan mendekatiku. "Hahaha... kau pengkhiat yang hebat, ya? Terimakasih telah mengkhianati kita!"
"Aku tidak berkhianat! Aku pindah haluan ke perusahaanku ini karena kau adalah pemimpin yang curang! Aku tidak mau curang!"
"Bagusnya aku bersyukur atas pengkhianatanmu," katanya sambil tersenyum licik. Ia melanjutkan, "Karena kau sudah jadi bos disana, tahukah kamu kalau bos perusahaan kita bisa merebutnya darimu?"
"Yang benar saja! Kau mana bisa merebut IndoClothes dariku!"
"Aku?" Tanyanya.
"Oh aku hanya tangan kanan perusahaan ini," aku terbelalak mendengarnya. Sungguh, aku kaget sekali. Setahuku dia adalah bosnya.
"Maaf aku tidak memberi tahu, sebab sesungguhnya bos kami adalah orang yang menyuruh Erwin menyampaikan perintah! Dengan perintah itu, otomatis kita bisa merebut usaha itu dari padanya karena kau itu bagaikan akses antara bos kami dan Erwin."
Aku tiba-tiba teringat akan perintahnya saat seminggu sebelum ia meninggal.
"Bagaimana bisa!"
"Ya sebenarnya Erwin tidak tahu kalau 'ia' adalah bos kami. Tepatnya, 'ia' berpura-pura jadi sahabat Erwin."
Aku langsung terbelalak. Aku hendak meninju wajah Hannes. Sebelum aku memberi pukulan keras pada wajahnya itu, (y/n) yang baru saja terbebas pun menahanku.
"Levi! Jangan!"
Aku menarik nafas dalam. Sebisa mungkin mengontrol emosiku.
"Ya bisa dibilang 'ia' memanfaatkan ketidaktahuan Erwin untuk merebut usahanya itu." Ia tertawa senang.
"Hannes. Kita belum beritahu dia kenapa kita culik (y/n)." Kata Nile setelah membereskan tali yang tadi dipakai untuk mengikat (y/n).
"Ya, kesannya aneh ya kalau hutang 2 milyar saja diributkan, padahal harta perusahaan kami, kan, trilyunan."
"Kau memang keterlaluan!" Teriak Levi.
"Ya kami juga gak tahu pasti. Ini perintah dari 'nya'. Ia membenci (y/n), ia tidak ingin (y/n) ada denganmu, makanya ia memerintahkanmu untuk menjauhinya!"
"GAK PERLU BASA-BASI, ANJ***! SEKARANG LO KASIH TAHU, SIAPA BOSNYA! GARA-GARA LO, (Y/N) YANG JADI KORBAN, TAU GAK?"
Hannes tertawa kencang sekali, "Kau kira semudah itu untuk membocorkan identitasnya? Tak perlu kujawab lagi, nanti kau tahu sendiri seiring berjalannya waktu!"
~your POV~
Jadi, Levi menjauhiku bukan atas dasar keinginannya? Jadi, Levi disuruh? Levi menjauhiku karena itu perintah bos besarnya. Tapi, siapa yang sangka kalau sesungguhnya itu adalah perintah dari perusahaan Nile?Aku hanya terdiam sambil membiarkan airmataku mengalir setelah tahu kebenarannya.
"Erwin yang bodoh. Sekarang, kekuasaanmu akan ada di tangan'nya'."
Aku terus menepuk pundak Levi, mencoba menenangkannya.
"KALIAN TAU GAK GIMANA RASANYA GUA BERSALAH KARENA JAUHIN DIA?!" Levi sudah makin emosi.
Dari ujung matanya, aku bisa melihat kalau sebenarnya Levi ingin menangis saat mengetahui kebenarannya.
Hannes dan Nile tetap terdiam. Hannes melangkah ke arahku, mendorongku begitu keras hingga aku terjatuh dan kepalaku terbentur ke sebuah besi yang terdapat di lantai.
Pandanganku buram semua. Aku hanya terus menangis. Di sela pandanganku yang sangat buram, yang aku lihat hanyalah Levi yang meninju keras wajah mereka berdua.
Levi mendekat ke arahku.
~Levi's POV~
Aku melihat Hannes dan Nile kehabisan banyak darah karena pukulanku pada wajah dan kepala mereka.Aku melihat (y/n) yang tergeletak lemah akibat perilaku tangan kotor Hannes. Aku bisa melihatnya masih tersadar tapi kurasa ia sudah merasa sangat pusing hingga ia tak bisa bangun.
Aku meletakkan kedua tanganku di bawah tubuhnya, mengangkatnya. Aku membawanya ke bawah, mengambil handphone dan memesan GrakCar.
Setelah mobil GrabCar datang, aku masuk ke dalamnya. Mobil bergegas ke rumah sakit terdekat.
Di perjalanan, aku memberinya minum dari botol minuman yang aku bawa. Ia dalam keadaan sadar, hanya saja ia terlihat lemas. Sepanjang jalan ia hanya terus memeluk tubuhku erat sambil terus membiarkan airmatanya jatuh.
Sesampainya disana, (y/n) langsung masuk UGD dan menjalani pemeriksaan menggunakan sinar X, kalau-kalau terjadi apa-apa dengannya. Untungnya, semua baik-baik saja, ia hanya terbentur ringan.
Dokter memberi obat penghilang rasa sakit dan beberapa obat lainnya. Usai itu, dengan supir GrakCar yang sama, kami pulang ke apartemenku. Aku akan merawatnya beberapa hari kedepan.
~Mikasa's POV~
Aduh. Ini Eren sama (y/n) kok gak pulang-pulang ya... aku sudah lelah menunggu (y/n) dan aku merasa sedikit khawatir.Bagaimana kalau ternyata Eren melakukan sesuatu pada (y/n)?
Aku merasa sangat khawatir, aku pun mengirimkan pesan singkat padanya.
Mikasa : Halo... masih lama gak? Kamu dimana? [00.10]
Mikasa : (y/n)? Ya sudah aku tidur duluan ya.. hati-hati [00.30]Huh, anak ini tidak mau membalas. Tunggu, bagaimana kalau aku meneleponnya saja.
*Mikasa called (Y/n)*
Akhirnya ia mengangkatnya juga.
"Halo? Ini Levi."
"Apa yang kamu lakukan pada (y/n)!!?"
"Tenang dulu Mikasa. (Y/n) diculik karena kelalaian Eren. Tapi aku sudah membebaskan dia."
"HAH?! (Y/N) DICULIK?!"
"Ini semua salah Eren. Dia meninggalkan (y/n) sendirian waktu di pom bensin."
"Terus? Gimana ceritanya bisa sampai diculik?"
"Nanti besok pagi akan kujelaskan. Sekarang aku harus merawat (y/n). Oh ya jangan khawatir, aku sudah membawanya ke apartemenku."
Aku menutup telepon.
Eren ini bagaimana, sih.
Next? 7 votes ya
Btw ada yg mau ngasih saran, kritik, atau masukan gt?
Atau ada yg mau request sesuatu buat selingan dalam cerita?
(Misal ky filler scene atau apa gt)
KAMU SEDANG MEMBACA
broken promise [ levi x reader ]
Fiksi Penggemar[2015] "[Name], aku sungguh mencintaimu. Aku janji bahwa aku akan selalu bersamamu, selamanya." - Levi Ackerman, 2015. [2017] "Kita putus," ujarnya. Now, it's just a broken promise. Credits : IVORY KIEHL