Pukul 22.00 ketika Fatir baru saja memasukan mobilnya ke garasi rumahnya. Memakirkannya dengan cepat, kemudian sesegera mungkin turun. Tugas di rumah sakit hari ini cukup melelahkan dan ia ingin secepatnya menghempaskan tubuh lelahnya ke atas kasur.
"Baru pulang?"Fatir sedikit terkejut saat mendapati Papa dan Mamanya tengah berada di depan rumahnya. Mereka memang diberi Fatir anak kunci cadangan rumahnya, jika mereka ingin mengunjunginya sewaktu-waktu.
"Lhoh, Papa Mama kok nggak bilang kalau mau ngunjungin Fatir,"ia menghambur ke pelukan Mamanya. Pelukan yang sangat dirindukannya, karena kesibukan masing-masing mereka jadi jarang bertemu.
"Khem,"terdengar sebuah deheman,"Jadi Mama doang nih yang dipeluk?"
Mereka lalu masuk ke rumah minimalis itu. Di dalam sana mereka mengobrol-ngobrol sebentar di ruang tamu, beberapa bulan lalu Fatir telah memberitahukan kabar tentang rencana pernikahannya pada orangtuanya melalui telepon.
"Jadi, kalau boleh tau siapa gadis beruntung itu?"Papanya memulai dengan obrolan yang menggoda. Meski hampir larut malam ruang tamu itu masih benderang.
Fatir yang semula ingin cepat-cepat istirahat mendadak menjadi bersemangat kembali. Apalagi setelah mendengar pertanyaan Papanya, ia menjadi senyam-senyum sendiri.
"Nanti jika dia udah ngabarin lagi saya kasih tau Mama Papa,"ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Lhoh gimana to?"heran Mamanya, "Kamu sama sekali belum pernah mengenalkan pacar kamu itu sama kami, ujug-ujug bilang mau nikah, terus jawabannya kok sekarang malah gitu,"Mama melipat tangan.
"Iya Ma ini masih proses, Tapi Papa sama Mama udah janji kan mau ngerestuin siapapun pilihan saya."
"Ya udah Papa sama Mama ke kamar tamu dulu ya udah ngantuk. Asal dia wanita baik-baik kami setuju kok,"Mamanya tersenyum lalu beranjak berdiri namun lengannya ditahan oleh Fatir.
"Mama sama Papa di kamar utama aja, biar saya yang tidur di kamar tamu,"Fatir merasa tak enak karena kamar tamu jauh lebih kecil dibandingkan kamarnya.
"Nggak usah, kamu istirahat gih! Kan yang tamu di sini kami,"Mamanya tersenyum sambil memeluk pinggang Papanya. Ia melihat ke arah wajah suaminya, "Ya kan Pa?"
"Ish..., Ma jangan lebay gini dong. Kasian tuh di depan kita ada bujang lapuk, nanti dia pasti udah bayangin yang aneh-aneh sama calon istrinya itu,"jahil Papanya. Fatir terdiam mukanya memerah.
***
Adiba sedang mematut dirinya di depan cermin, sudah hampir jam dua belas malam. Seusai sholat malam tadi entah mengapa hatinya tergerak untuk mencoba beberapa kerudung yang dibuat oleh Bundanya.
Maka mengendap-ngendaplah ia ke ruangan ini. Ruangan kecil yang berada di samping dapurnya, di ruangan itu Bunda menggantung beberapa baju hasil jahitannya.
"Tidak buruk juga,"batinnya saat melihat bayangannya memantul di cermin.
"Wah! Wah! Jadi putri Bunda ini beneran mau berubah?"Adiba menolehkan kepalanya dan mendapati Bunda tengah berdiri di belakangnya. Rambutnya yang sebahu itu dibiarkan tergerai, ia juga memakai piyama.
"Eh Bunda, kok bangun?"Adiba jadi malu sendiri karena tingkah konyolnya ketahuan.
"Tadi Bunda agak dengar derap kaki gitu waktu Bunda lagi ngambil air minum di dapur, terus Bunda ke sini dan merhatiin ruangan ini yang lampunya menyala, padahal kan udah Bunda matiin. Takutnya maling, eh ternyata kamu,"Bunda menjelaskan panjang lebar.
"Tidur gih! Udah malam,"lanjutnya.
***
Entah cahaya apa yang menggerakkan hatinya, esoknya Adiba memutuskan untuk berhijab. Menambahkan kerudung di atas seragam kerjanya, meskipun ia belum mengganti celananya dengan rok panjang -di tempat kerjanya, yang berhijab diperbolehkan memakai rok panjang asalkam warnanya masih samaz dengan seragam sebelumnya-.
"Nah! Gitu dong jadi kelihatan lebih cakep. Kamu udah baca tentang biodatanya Fatir ya makanya berubah gini?"puji Bundanya yang diakhiri dengan pertanyaan itu.
"Eh belum kok Bun, ini murni keinginan Rana,"Adiba menggelengkan kepalanya. Jujur ia saja baru tau bahwa pria itu bernama Fatir sekarang.
Mendadak ia menjadi salah tingkah.
***
Fatir buru-buru menutup kaca mobilnya ketika melihat gadis itu keluar dari rumahnya. Pagi ini ia berniat ingin bertamu untuk bertemu dengan Bunda, namun ia tak ingin ketauan oleh Adiba.
Ia tersenyum dibalik kaca itu ketika melihat penampilan Adiba. Gadis itu terlihat lebih anggun dengan kerudung warna putih sedada yang membingkai wajahnya.
***To Be Continue....
Jangan lupa kritik dan sarannya :)
Dan vote jika kalian menyukai ceritanya :)