Bab 18 (Sekat Tak Terlihat)

1.4K 44 2
                                    

     Ereon menata bukunya yang berserakan di atas meja. Siang itu bel sekolah udah berbunyi sejak tadi, namun Ereon jadi sedikit lebih lambat untuk membereskan buku-bukunya karena baru saja balik dari ruang kepala sekolah. Mengurusi tentang rencana kepindahannya.

"Buruan kenapa Er? Saya nanti musti ngurusin kost-an yang super berantakan nih! Katanya ortu mau dateng, nggak lucu aja kalau lihat kamar saya seperti habis kena puting beliung gitu"seseorang menggerutu dari depan pintu. Adrian -sahabatnya dari kelas sebelah- telah menunggunya di depan pintu sejak tadi.

"Iya bentar nih,"Ereon telah terburu-buru keluar dari kelas. Namun sepersekian detik kemudian ia balik kanan lagi ke bangkunya.

"Apa lagi sih?"Adrian berdecak sebal.

"Kado buat Ervina ketinggalan,"Adrian mengamati Ereon yang mengambil kotak kecil berwarna merah jambu dari kolong mejanya.

"Er-vi-na,"gumam Adrian entah terdengar atau tidak oleh Ereon karena cowok itu telah berlari lebih dulu di depannya.

***

    Saat ini mereka bertiga Ereon, Adrian juga Ervina tengah berada di sebuah halte yang berada di samping sekolah. Adrian masih bungkam, belum menceritakan pada Ereon bahwa dia dan Ervina baru saja menjalin hubungan dan komitmen mereka serius, bukan sekedar masa penjajakan anak muda. Ervina memegang teguh prinsipnya, dan Adrian memahami itu. Mengingat ia baru tahu perasaan Ereon yang begitu bersemangat ingin memberikan kado pada Ervina, walaupun belum tentu juga kado itu ada hubungannya dengan perasaan suka terhadap seseorang. Bisa saja itu kado biasa. Pikirnya.

"Duh kok bisnya lama ya? Kamu beli minuman dulu gih Ad, di seberang sana."

    Entah mengapa Adrian langsung mengerti bahwa sebenarnya itu adalah kode dari Ereon supaya ia menjauh. Sebagai orang yang tidak tegaan ia pun melangkah menjauhi kedua orang itu dengan tersenyum tipis, jika Ereon juga mencintai Ervina maka biarlah nanti Ervina yang akan memilih pada siapa ia akan melabuhkan hatinya.

***

    Adiba baru saja melepas mukenanya, ia baru saja selesai sholat isya' dan membaca Al-Quran bersama Fatir. Bergantian menyimak. Ia melihat Fatir baru saja menutup Qurannya ketika sebuah melodi mengalun dari ponsel Fatir.

"Mas ponsel mas bunyi, angkat gih siapa tau penting,"Adiba menyerahkan benda persegi yang tadi diletakkan Fatir di atas nakas tempat tidur mereka tersebut.

     Fatir bangkit dari posisinya dan menyahut benda tersebut. Menggeser layar hijaunya dan segera menempelkan benda itu ke telinga,"Iya Pak Ereon ada apa?"

    Jeda beberapa saat sebelum akhirnya Fatir menyahut lagi,"Ke Rumah sakit? Operasi mendadak? Baiklah."

     Adiba masih mematung di tempatnya. Dilihatnya Fatir yang berjalan terburu-buru setelah berpamitan ada tugas dari Rumah Sakit. Suaminya itu hanya meminta cuti Selama Seminggu untuk pernikahan mereka, jadi wajar saja jika hari ini dia sudah harus ke Rumah Sakit untuk urusan pekerjaan.

***
    Ereon baru saja bersiap pulang dari Rumah Sakit. Ini sudah hampir larut malam dan ia melihat Fatir masih membereskan peralatan sehabis operasi, anak itu belum juga pulang. Batinnya.

"Tir, sebaiknya kamu kalau mau pulang dulu nggak pa-pa. Kasian Adiba pasti udah nunggu kamu di rumah,"tegurnya ramah. Dokter yang juga merangkap sebagai pemilik Restaurant tersebut lalu membantu Ereon membereskan alat-alatnya.

"Ah nggak pa-pa kok,"Fatir tersenyum. Ia kemudian mengalihkan pembicaraan,"Oh iya. Gimana kabar Elisa?"

"Baik. Maaf ya kemarin kami nggak sempat hadir di resepsi kamu."

"Besok kalau kamu dan istrimu nggak keberatan Om ngundang kalian makan malam di Restaurant Om. Jam delapan."

"Iya nanti saya akan coba tanya ke Adiba dulu,"Fatir menjawab dengan ekspresi sopan yang dipaksakan. Ada saja halangan untuk berduaan? Keluhnya dalam hati sebelum akhirnya ia ber-istighfar karena telah menggerutu.
***

     Fatir melihat Adiba telah tertidur pulas pada sofa ruang tengah saat ia baru saja pulang dari rumah sakit. Mungkin jam segini -setengah sebelasan- Adiba sudah mengantuk dan ketiduran saat menunggunya.

"Eh udah pulang?"

     Adiba baru membuka matanya. Masih sedikit perih karena baru saja bangun, ia mengucek-ucek matanya dan mendapati Fatir tengah berdiri tepat di depannya.

    Fatir seketika mematungkan langkahnya saat dilihatnya Adiba telah bangkit dari posisi tidurnya. Padahal ia baru saja akan melangkah ke kamar dan berniat mengambil selimut untuk gadis itu.

"Iya baru pulang. Nungguin Mas sampai ketiduran gitu ya?"ledeknya sambil menempati sofa kosong di sebelah Adiba.

"Kan udah kewajiban,"Adiba menyahut santai. Ia berjalan duluan ke arah kamar.

"Eh tungguin! Emang mau langsung tidur?"

      Adiba tak menggubris godaan suaminya. Walaupun sebenarnya entah yang dilontarkan Fatir itu sebenarnya diniatkan untuk menggodanya atau bukan, yang jelas Adiba menjadi gugup.

***

     Ereon yang minggu kemarin sama sekali tak setuju dengan rencana pindahan orangtuanya ke Luar Pulau Jawa -untuk sementara waktu- kini mendadak menjadi orang yang paling bersemangat untuk mengemasi barang-barangnya.

     Adrian berdiri di depan pintu kamar sahabatnya itu sambil termangu. Ia merasa sesak dengan kepergian Ereon, tadi selesai beres-beres kamar kost-nya ia berniat untuk main sebentar ke rumah Ereon. Itung-itung mereka sudah kelas 12 dan sebentar lagi lulus.

"Beneran jadi pindah?"Adrian mencoba memecah keheningan diantara mereka.

"Kenapa? Kenapa nggak pernah bilang hubunganmu dengan Ervina sebelum tadi siang kado itu saya kasihin?"Ereon malah menjawab pertanyaannya dengan nada retorik.

"Maaf saya kira itu hadiah biasa. Saya nggak tau juga kalau kamu suka sama dia."

     Hening untuk beberapa saat lagi. Tak ada yang terdengar kecuali suara resleting tas yang ditutup oleh Ereon. Tiba-tiba Ereon menghampiri Adrian dan menepuk pundak kanan sahabatnya itu. Walaupun tersenyum, Adrian paham bahwa hal itu adalah sesuatu yang sangat dipaksakan.

"Nggak usah dipikirin ini bukan salah kamu juga kok. Lagi pula Ervina bilang, dia sama saya itu nggak mungkin karena ada sekat yang tak dapat ditembus diantara kita berdua,"ia terdiam lama di ujung kalimatnya. Sebelum akhirnya menghela napas panjang dan melanjutkan kalimatnya,"Kita beda rumah ibadah."

     Adrian hanya diam mendengarkan penuturan Ereon. Ia paham itu, meskipun selama ini dalam persahabatan mereka tak ada yang mengungkit-ungkit perbedaan itu.

"Saya bukan cuma niat main-main sama Ervina. Tapi soal keyakinan juga bukan hal main-main. Jadi intinya diantara kami ada sekat yang tak terlihat, kamu jaga dia baik-baik."

***

      To Be Continue
Huhu ntah ini ada readernya atau nggak saya tetap punya kewajiban menyelesaikan suatu cerita. Termasuk cerita ini. Karena belajar menulis itu butuh keikhlasan, menurut saya sih 😂😂😂
See you next time (Jika emang ada yang baca)
    

Dear HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang