Bab 7 (Perjalanan)

1.9K 72 1
                                    


     Selesai mandi Adiba mengendap-endap menuju ruang sholat, ruangan itu berada tepat di samping kamarnya. Di sana ia melihat sudah ada Fatir dan Bunda yang telah menunggunya.

"Bunda,"ia memanggil Bundanya pelan. Memainkan jari-jarinya. Adiba merasa grogi.

Bunda segera berjalan ke arahnya,"Ada apa sih Rana? Jangan kayak anak kecil gitu lah. Kamu ini sudah menikah."

Adiba melangkah lebih dekat. Ia berbisik ke telinga Bundanya,"Anu itu..., emm sepertinya Rana nggak ikut sholat subuh. Karena hari ini Rana ada tamu."

     Bunda yang langsung paham,  mengangguk. Segera memberitahu Fatir, mungkin putrinya itu masih malu untuk berbicara langsung dengan suaminya tentang hal itu. Sementara itu Adiba segera berlari ke kamar, mengambil "pengaman" kemudian berlari lagi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan memakainya. Untunglah, tak ada yang tercecer di lantai.

    Fatir yang mendengar kabar itu jadi menekuk wajah. Astagfirullahaladhim! Ia segera mengucap istighfar karena telah berpikir yang aneh-aneh. Lamat-lamat suara iqomah dari masjid telah terdengar. Ia segera ber-istighfar lagi karena telah menunda waktu sholat selama itu karena terbengong.

***
     Setelah selesai dengan urusannya, Adiba segera mengempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Pantaslah, akhir-akhir ini dia sering kelelahan ternyata masa PMS itu datang lebih awal.

      Hanya beberapa menit ia tiduran. Hari ini ia harus kembali ke rutinitas awalnya, menyiapkan sarapan.

      Adiba berjalan ke arah dapur. Membuka kulkas lalu menimang-nimang akan memasak apa. Setelah selesai sholat subuh, Umi juga menghampirinya di dapur yang sedang memotong-motong kacang panjang. Ia memutuskan akan memasak sayur asem.

     Menyiapkan bumbu yang akan dihaluskan seperti 3 siung bawang merah, 1 siung bawang putih, sedikit kunyit (ini resep sayur asem khas pedesaan yang pernah ia pelajari, karena sebagian besar daerah di Indonesia ada yang tidak menggunakan kunyit dalam memasak sayur asem). Juga sedikit lengkuas, agar aromanya semakin sedap.

"Hmm..., kayaknya asyik banget nih masaknya?"Bunda telah berdiri di sampingnya. Adiba yang terlalu menikmati acara memasaknya pun menoleh,"Eh Bunda, nggak nggarap jahitan Bun?"

"Ah nanti,"kemudian beliau berdehem,"Khem, suamimu masih di ruang sholat sebentar. Lagi baca Al-Quran."

     Pipi Adiba mendadak menyemburkan blush-on alami. Ia ketahuan Bundanya sedang celingukan mencari Fatir.

***

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

(Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik)

     Fatir mengakhiri tilawahnya di surat Al-Imran ayat 14. Ia sungguh menghayati ayat itu cinta dalam naungan Allah, semoga dia menjalankannya. Karena sungguh hanya cinta yang berepegang pada Allah-lah yang tak fana. Cinta yang tak lalai karena ia sadar akan tempat kembalinya.

***
     Siangnya selepas sholat dzuhur ia mengajak Adiba untuk pindahan. Mungkin ini terkesan mendadak, tapi hal ini juga telah dibicarakan dalam proses ta'aruf sebelumnya. Bahwa istri harus mengikuti suaminya dan tak ada yang keberatan dengan hal itu.

     Maka siang itu juga Adiba telah berkemas-kemas. Melipat baju-bajunya ke dalam tas, ia hanya membawa beberapa baju rumahan dan gamis untuk keluar rumah. Sejatinya gamis atau jilbab hanya dipakai saat ada keperluan di luar rumah dengan tetap memakai baju rumahan seperti blus ataupun leging di bawahnya.

     Tak masalah ia tak mengenakan jilbab dan kerudung, asal yang melihat auratnya adalah mahram-nya sendiri.

"Hanya itu yang dibawa?"Fatir menghampiri Adiba.

"Iya nanti pas kangen Bunda kan kalau nginep di sini nggak repot."

***
     Saat ini Adiba telah berada di dalam mobil, duduk di samping suaminya. Canggung. Tak tau kalimat apa yang pantas diucapkan untuk memulai percakapan. Duduk di sampingnya ternyata bisa menciptakan segala suasana aneh itu.

    Deretan pohon mahoni di kanan-kiri jalan terlihat seperti berjalan mengikutinya. Mengingat laju kendaraan mereka tak terlalu cepat. Terus ke arah utara hingga pemandangan di sampingnya berganti dengan hamparan pantai di sebelah kirinya.

"Kenapa dari tadi diam?"Fatir susah payah mengeluarkan kalimat pemecah keheningan untuk ke-sekian menit tersebut,"melamunkan sesuatu?"

"Ah nggak kok, hanya asyik melihat pemandangan di sepanjang kanan-kiri jalan. Selama ini aku jarang jalan-jalan,"Adiba menjawab sekenannya tanpa berani menatap wajah lawan bicaranya.

     Fatir tersenyum tipis mendengar jawaban Adiba. Ia tau gadis itu canggung dan memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh lagi. Dug! Kepala Adiba terbentur dashboard ketika mobil itu mengerem mendadak, itu karena saking asyiknya ia bengong. Entah kenapa ada kucing yang tiba-tiba saja akan menyebrang, untung saja lalu-lintas sedang tak terlalu padat. Jika iya, maka bisa jadi berbahaya.

"Sakit?"Fatir memperhatikan Adiba yang masih mengusap-usap kepalanya.

"Ah nggak kok,"Adiba berusaha memasang wajah sebiasa mungkin. Walaupun hasilnya nihil, Fatir tetap dapat membaca ekspresi meringisnya.

     Mobil kecil mereka berbelok ke arah kanan. Memasuki jalan yang lebih kecil, deretan ruko kecil langsung terlihat di sepanjang kanan-kiri jalan. Memajang etalase-etalase di lantai bawahnya, dalam kaca-kacanya terpampang berbagai macam benda hasil kesenian warga setempat -mungkin-. Tas dari anyaman pelepah pisang, juga topi dan pigura foto dari bahan yang sama.

      Lalu mobil berbelok lagi ke arah selatan kali ini giliran deretan etalase yang memamerkan busana muslim yang berjejer. Baju-baju itu hanya digantung dengan hanger, tak ditaruh pada manequin-manequin yang biasanya banyak dilakukan di toko-toko.

     20 menit dalam perjalanan dengan kondisi awal-awal menstruasi membuat tubuhnya lelah. Adiba memutuskan untuk memejamkan matanya sejenak. Nanti biar Fatir membangunkannya jika mereka telah sampai.

***

To Be Continue :)
Yang udah baca mohon tinggalkan kritik sarannya jika berkenan. Mohon vote jika kalian benar-benar menyukai ceritanya, jika tidak maka tidak usah di klik vote. Karena author di sini murni ingin mengetahui respon pembaca untuk memperbaiki tulisan :)

See you next part :)

Dear HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang