Sebulan setelah acara makan malam bersama itu. Adiba merasa ada yang aneh dengan dirinya, ia menjadi sering pusing dan merasa mual. Seperti pagi ini, Fatir terpaksa harus meminta cuti lagi karena membantunya untuk bolak-balik kamar mandi karena muntah-muntah.
"Udah Mas berangkat kerja nggak pa-pa. Ntar kan kasian kalau ada pasien yang cocoknya sama Mas,"Adiba masih berada di depan westafel kamar mandi. Sementara itu Fatir memijat tengkuknya dari belakang.
"Ah nggak pa-pa kan kamu lagi kayak gini,"Fatir masih meneruskan kegiatan memijatnya. Ia berhenti sebentar sambil memandangi pantulan raut wajah Adiba di cermin,"Hmm..., kayaknya Mas berhasil nih,"nada biacaranya terdengar bersemangat.
"Maksudnya?"
"Ya semoga aja ini pertanda kamu hamil."
Adiba terdiam, ia tak menyahuti lagi kalimat suaminya. Iya sih, wajar kalau dia hamil? Tapi? Masa iya?
"Masa sih Mas?"
"Ya udah kita periksa ke rumah sakit sekarang."
***
Ereon baru saja keluar dari salah satu kamar pasien yang telah selesai diperiksanya. Ia memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku jas putihnya, berniat mengambil ponsel dan menghubungi Aneta. Karena tadi pagi Elisa -putrinya- bilang akan pergi bersama Aneta. Ia ingin menanyakan hal itu benar atau hanya alasan Elisa -yang kelihatannya seperti ingin menghindari sesuatu yang entah apa-.
"Halo,"sapanya saat terdengar nada sambungan yang telah diangkat.
"Eh iya Om ada apa? Nih saya lagi nemenin Elisa belanja di Supermarket,"nada diseberang sana terdengar ceria.
"Oh nggak pa-pa, cuma mau ngecek aja Elisa beneran lagi sama kamu atau nggak. Oh iya gimana kabar restaurant?"
Orang yang berada di seberang sana sejenak melihat jam tangannya. Kemudian menyahut,"Alhamdulillah rame Om. Ini sebentar lagi jam makan siang mau balik, ya ngga enak juga kalau karyawannya ditinggal lama-lama. Takutnya ada yang kerjanya asal-asalan kalau nggak diawasin."
***
Adiba dan Fatir baru saja selesai dari rumah sakit. Kabar bahagia yang diduganya itu benar. Dia sangat bersemangat, Adiba juga kelihatan bahagia -meskipun sebenarnya masih sedikit tidak menyangka, bahwa ia akan menjadi Ibu di usianya yang baru 19-an-.
"Wah..., Mas nggak nyangka ya bakal secepat ini,"Fatir senyam-senyum sambil mengemudikan mobilnya. Membuat Pipi Adiba yang duduk di sampingnya bersemu merah.
"Hmm...,"Adiba tampak menggumamkan sesuatu,"Kapan kita beritahu kabar ini ke Papa Mama sama Bunda?"tanyanya setelah menoleh ke arah suaminya.
"Sebaiknya tunggu ntar pas udah beberapa bulan deh! Jangan terlalu awal ngasih taunya. Oh iya, sebaiknya kita mampir ke Supermarket dulu untuk beli susu dan segala keperluan hamil kamu."
"Ya udah deh."
***
"Udah? Segitu doang?"heran Aneta ketika melihat Elisa hanya menenteng beberapa snack dan makanan instant lainnya dengan troli ke meja kasir.
"Iya emang cuma pengen beli ini doang,"Elisa cengengesan.
Aneta berdecak heran,"Tumben-tumbenan El beli makan makanan nggak sehat kayak gitu, eh maksud Mbak, El biasanya kan bakalan beli sayuran atau daging buat dimasak gitu."
"Sekali-kali pengen nyoba yang instant Mbak,"Elisa tersenyum. Ia kemudian melanjutkan berjalan ke arah kasir, yang untungnya antreannya tak terlalu panjang.
"Iya buruan, bentar lagi kita 'kan musti balik ke Restaurant."
***
Saking antusiasnya langkah Fatir menjadi lebih cepat tanpa disadarinya saat ia merasakan ada tangan seseorang yang menahannya masuk ke Supermarket ketika ia baru saja mau melangkah masuk. Sontak ia pun menghentikan langkahnya dan menoleh.