Bab 21 (Potongan Perasaan)

1.5K 49 2
                                    

     Hampir jam 2 tengah malam ketika Adiba terbangun dari tempat tidurnya, karena perutnya mendadak terasa mual dan kepalanya pusing. Ia belum menyadari bahwa suaminya telah tak berada di tempat tidur ketika berjalan sambil memegangi perut ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamar itu.
   
     Dan baru menyadari saat balik dari kamar mandi. Adiba berjalan ke ruang tengah, menyalakan lampu. Siapa tau, ia sedang menemukan Fatir yang sedang menonton bola -seperti biasanya, setelah tahajud dan membaca quran sebentar- suaminya itu akan menonton bola jika club kesukaannya -yang tak dipahami sama sekali oleh Adiba- sedang bermain. Adiba memutuskan untuk kembali ke kamarnya, ia menemukan sebuah note kecil berwarna biru langit yang berada di atas nakas samping ranjang mereka.

Dear Istriku 😄
Maaf langsung pergi tanpa membangunkanmu (Jika kamu terbangun dan menemukan Mas nggak ada)
Tadi mendadak Om Ereon telpon dan bilang, katanya ada sesuatu yang penting.

     Adiba jadi senyam-senyum kecil saat membacanya. Sok romantis banget sih! Pikirnya.

***

     Fatir mematung di samping ranjang Elisa, ditemani Om Ereon yang juga berdiri di sampingnya. Hening. Setelah semua fakta itu terungkap, setelah ia menyaksikan sendiri bagaimana frustrasi-nya Elisa. Mungkin, jika saja Om Ereon tak curiga kenapa pintu kamar putri kesayangannya itu dikunci dari dalam dan tak kunjung dibuka ketika ia mengetuknya.

     Karena sebelumnya Elisa memang tak pernah bersikap seperti itu. Untungnya ia punya kunci cadangan yang bisa membuka pintu itu dari luar. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati putri kesayangannya itu tengah mabuk berat, dengan beberapa botol minuman keras yang tergeletak di sampingnya.

Kebiasaan lamanya di NewYork ketika frustrasi kambuh lagi.

"Om menemukan ini,"Ereon menyerahkan beberapa lembar surat kecil ke tangan Fatir. Memecah keheningan diantara mereka.

     Kaku, dingin dan tak juga menyahut adalah ekspresi Fatir hingga 3 menit kemudian. Lalu tangannya gemetar menerima beberapa lembar kertas berukuran kecil tersebut, di sana hanya tertulis curhatan-curhatan hati tanpa disertai tanggal.

Dear Fatir,
Hal pertama yang aku pikirkan saat akan balik ke Indonesia adalah kamu. Semoga kita cepat bertemu kembali :)
Malaikat kecilmu,
Elisa

Dear Fatir,
Ternyata perasaan rindu si Malaikat Kecilmu ini menjelma menjadi cinta. Aku si Malaikat kecil yang jatuh cinta pada pemuda yang pernah ditolongnya,
Elisa

Dear Fatir,
Hari ini aku janjian dengan Mbak Aneta. Itu lho..., dia yang kembaran si Anita yang udah nyekap kamu waktu kecil. Sayang, ya Mbak Anita udah meninggal duluan padahal dia udah niat tobat :(
Ku harap kamu masih berteman baik dengan Mbak Aneta, jadi aku bisa bertanya tentang kabar kamu ke dia.

Dear Fatir,
Hari ini aku bahagia bangettt...., Papi bilang nanti malam akan mengundang kamu untuk makan malam bersama.

Dear Fatir
.........
**

     Fatir menggenggam kuat-kuat kertas itu. Hingga bentuknya menjadi lecek. Ada sebentuk darah yang terasa sakit dalam tubuhnya, sakit yang mengalir hingga membuat dadanya terasa sesak.

"Maaf El,"gumamnya lirih.

     Jujur saja, dulu perasaan di hatinya juga pernah tumbuh kepada Elisa. Si Malaikat kecilnya, yang menolongnya dari maut. Tapi Fatir hanya bisa menyimpan perasaan itu dalam diamnya. Karena menurutnya sekat yang diciptakan Tuhan, memang tak selayaknya diterjang oleh manusia. Elisa pemegang kristen yang teguh, untuk itu Fatir memilih untuk menyembunyikan perasaannya. Hingga perlahan ia mulai mengamati Adiba lewat Aneta, mengagumi kemudian perasaan kagum yang tumbuh itu perlahan juga menggantikan perasaannya pada Elisa.

     Kini setelah melihat tubuh Elisa yang terbaring lemah. Ia benar-benar merasa sesak, seolah ada sesuatu yang menjejal secara paksa ke dalam hatinya.

***

     Setelah terbangun dan membaca surat sok romantis dari Fatir tadi, Adiba memutuskan untuk mengambil wudhu untuk Sholat Tahajud.

    Hatinya mendadak resah dalam sujud terakhir shalatnya. Adiba segera menepis jauh-jauh perasaan itu, mencoba mengkhusyukan diri walau susah payah.

"Assalamualaykum warrahmatullah,"Adiba lantas menangkubkan tangannya di depan wajah seusai salam kedua.

      Saat itu pula ia mendengar bunyi mobil dari luar. Adiba bangkit dari tempat Shalatnya, menyibak tirai kamar dan mendapati mobil suaminya memasuki pagar rumah menuju garasi.

***

     Fatir masih termenung di balik kemudi, saat ini ia telah berada di garasi rumahnya. Namun ia masih mencoba menenangkan hatinya berkali-kali, meredam segala perasaan sedih, takut, marah dan entah apa lagi yang campur aduk menjadi satu. Ia menghela napas panjang, berkali-kali menyebut Allah untuk meminta kekuatan hati.

"Tenang..., semuanya akan baik-baik saja."

"Assalamualaykum,"Fatir mengetuk pintu.

***

     Adiba baru saja selesai merapikan rambutnya di depan cermin ketika mendengar salam dari suaminya tersebut. Ia segera bergegas menuju pintu,

"Waalaykumussalam,"sambutnya sembari tersenyum. Fatir balas tersenyum singkat, dan walaupun samar ia dapat melihat bahwa ada raut lelah pada wajah suaminya,"Apa ada masalah?"Adiba mencoba bertanya.

"Besok, pagi saja Mas ceritain. Sekarang Mas udah ngantuk,"elak Fatir. Kemudian ia berjalan ke arah kamar mereka dan diikuti Adiba di belakangnya.

     Malam ini, ingatan tentang perasaannya pada Elisa terasa benar-benar menyesakkan. Rasa yang dulu ditenggelamkannya dalam-dalam kini seolah mengapung memilukan.

***
Tbc

Dear HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang