Wiu wiu wiu
Wiu wiu wiuSirine mobil polisi terdengar dari basement yang memikiki akses langsung ke pintu halaman samping rumah tersebut. Seseorang mendobrak pintu atas ruangan basement tersebut dari luar. Samar-samar Fatir melihat cewek yang tadi pagi mengantarkannya makanan datang bersama beberapa orang berseragam polisi.
Polisi itu segera membebaskan ikatan pada tangan dan kakinya. Kepalanya terlalu pusing untuk mencerna semua ini.
Tubuhnya hanya menurut saat ia dinaikkan ke mobil polisi bersama 5 orang lainnya. Ke-empat lelaki bertato yang setiap hari memukulinya itu dibawa dengan tangan terborgol, begitu juga tangan cewek yang setiap pagi mengantarkannya makanan. Kecuali tangannya yang bebas dari borgol.
***
Elisa baru beranjak dari kamarnya sekitar jam 9 pagi. Ia sudah memake-up wajahnya sedemikian rupa dan berharap supaya tidak ada yang menyadari mata sembabnya sehabis menangis.
"Mau ke mana El? Rapi git."
Papinya yang sedang menonton TV dari ruang tengah menyadari langkah hati-hatinya.
"Mau ke gereja Pi,"jawabnya singkat.
"Wih! tumben anak Papi rajin. Ibadahnya kan nanti jam 10, kamu sarapan dulu gih sejak pagi Papi bangunin buat sarapan nggak mau."
"Nggak usah deh Pi, El semalem udah makan banyak kok. Jadi masih kenyang,"bohongnya. Tapi jujur ia sama sekali tak memiliki nafsu makan.
"Sini geh, duduk dulu,"Papi menepuk tempat kosong di sebelahnya.
Elisa menurut. Papinya melanjutkan kalimat yang sengaja diputusnya sampai Elisa duduk,"Papi paham kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi sayangnya Papi nggak tau apa yang sedang kamu sembunyiin jika kamu nggak cerita,"ia mengamati mata gelisah Elisa.
"Ah Papi ini dramatis banget sih, El nggak nyembunyiin apa-apa kok. Suer!"Elisa menampilkan wajah seceria mungkin, tangan kanannya juga membentuk V di depan wajahnya. Berharap acting-nya ini benar-benar bagus.
***
Para jamaah gereja itu telah meninggalkan bangkunya masing-masing. Lengang, menyisakan Elisa bersama Papinya. Mereka berdoa menangkupkan tangan, matanya memandang ke arah patung salib yang merupakan simbol belas-kasih dari Tuhannya tersebut.
"Pi, seandainya Momma masih hidup,"Elisa memeluk Papinya ketika mereka telah selesai mengadukan doa masing-masing.
Ereon hanya mengelus puncak kepala anak gadisnya dengan penuh kasih. Ia paham, mungkin jika Ibunya Elisa kini tengah berada diantara mereka, anaknya itu mungkin akan mengungkapkan semuanya pada Ibunya. Berharap akan ada seseorang yang bisa memberinya saran setelah ia berbagi semuanya.
"Kita masih punya Yesus sayang,"Papi melepaskan pelukannya. Menyeka air mata yang entah sejak kapan telah mengalir di kedua Pipi Elisa.
"Pi, Papi pulang duluan ya. El masih ingin berdoa lebih lama lagi di sini."
Tuhan salahkah aku mencintai dia yang tidak memilih-Mu? Dia yang mempunyai Tuhan selain Engkau? Itukah alasan-Mu tidak mempersatukan kami? Bukankah perasaan cinta itu murni karena kasih-sayang yang tumbuh antar manusia. Kenapa Engkau membiarkan aku merasa sakit hati atas kejadian ini? Bukankah selamanya Engkau memang tak merestui ini? Kecuali jika mukjizat-Mu itu datang menyapanya.
Elisa tergugu. Di depan Tuhan-Nya itu ia mengungkapkan semuanya.
***
Rencana rehabilitasi untuk Fatir memang
tak selancar yang dibayangkan sebelumnya. Setelah melaju beberapa meter dari tempat pengerbekan mobil polisi itu entah mengapa, bisa kehilangan kendali rem dan harus menerima nasibnya yang oleng ke jurang.Ckitt
Orang yang berada di balik kemudi masih sempat mengalihkan arah untuk mengambil kemungkinan terbaik. Namun mobil hitam itu tetap saja menghantam batang pohon sawit yang berada diantara semak berlukar.***
"Mas, kenapa nggak pakai baju waktu pernikahan kita itu aja sih? Kan itu masih bagus,"tanya Adiba.
Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil. Kata Mama mereka harus datang ke sebuah butik untuk fiting baju resepsi.
"Ya, kamu 'kan tau sendiri ini semua yang ngurusin Mama,"jawabnya santai.
"Lagian nanti pas acara itu kayaknya ta-mu-ku belum selesai,"Adiba bergumam pelan. Memainkan ke-sepuluh jarinya.
"Kenapa? Kamu takut?"Adiba menoleh. Meski pelan ternyata gumaman itu dapat terdengar oleh suaminya.
"Hmm..., iya! Soalnya aku biasanya lama sih sekitar 9 hari baru selesai."
Mukanya merah padam menahan malu saat membicarakan ini dengan suaminya. Meskipun sebenarnya ini adalah obrolan yang wajar antara suami-istri.
***
Duak!
Kepala Fatir terasa membentur sebuah batang pohon sawit yang keras. Antara sadar atau tidak ia menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah. Memohon pertolongan jika ia memang masih diizinkan untuk hidup, maka Allah akan mengirimkan pertolongan untuknya. Meskipun ia sendiri tak yakin apakah Allah masih mau mendengar doa orang sepertinya.
***
Hari sabtu itu si Kecil Elisa baru pulang dari sekolah SD-nya, ia cemberut bukan main karena Papinya malah tak jadi mengajaknya jalan-jalan ke Mall setelah mereka mengunjungi gereja sebentar seperti yang telah dijanjikannya.
"Pi, kok nggak jadi main ke Mall sih? Ini kita mau kemana?"gadis kecil itu melipat tangan. Bibirnya mengerucut.
"Papi mau ngajak El ke tempat yang lebih asyik dari Mall tau. Kita akan main ke Kampung Eyang, kampung Momma kamu dulu,"Papi masih tetap fokus menyetir mengabaikan wajah merajuk putri kecilnya.
"Wah beneran Pi?"matanya seketika berbinar, walupun beberapa saat kemudian menunduk lagi,"Sayangnya Momma udah meninggal sejak El kecil."
Wiu wiu wiu
Wiu wiu wiuwSuara sirine membangunkan Elisa dari tidurnya, perjalanan panjang membuatnya tertidur kelelahan. Papi mengerem mobilnya untuk meilhat apa yang terjadi, di depannya ternyata ada sebuah mobil polisi yang baru saja mengalami kecelakaan. Korbannya berjumlah sepuluh. 4 orang lelaki dengan tubuh penuh tato, 1 orang lelaki berkaos putih tanpa tato, 1 cewek dengan tindikan di hidungnya dan 4 orang berseragam polisi.
Ereon yang memang seorang dokter terpanggil untuk menolong kecelakaan itu. Elisa akhirnya turun dari mobil ketika kesadarannya telah terkumpul penuh, ia melangkah takut-takut di belakang Papinya.
Untunglah mereka semua masih dalam keadaan bernyawa.
***
Samar-samar Fatir dapat melihat seorang gadis kecil mengulurkan tangan untuk menyentuh lengannya dengan wajah takut-takut. Gadis kecil itu seperti sedang meneliti luka-luka di wajahnya.
"Pi, kesini dulu Pi. Kayaknya Om ini orang baik-baik tapi lukanya yang paling parah!"
Gelap!
Itu adalah teriakkan gadis itu yang terakhir didengarnya sebelum matanya benar-benar terpejam. Hatinya melunak, pertolongan Allah itu benar-benar ada.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman 55:13)
***
Tbc
See you next part 😀
💙💙💙💙💙💙💙