Side Story
I'll explain.
We lived in an electric world. We relied on it for everything. And then the power went out. Everything stopped working. We weren't prepared. Fear and confusion led to panic. The lucky ones made it out of the cities. The government collapsed.
Disebuah jalan raya, berjejer mobil mobil mewah. Namun, mereka tak lagi menarik. Dibiarkan begitu saja karena tak berfungsi sebagaimana mestinya. Ya, lenyapnya listrik dari kehidupan manusia memang berdampak besar pada segala aspek kehidupan. Kesehatan, transportasi, ekonomi. Semua nya runtuh hanya karena hilangnya sebuah unsur yang bernama "listrik"
Malam itu. Suasana nya mencekam. Gedung gedung tinggi yang dulu bercahaya terang kini gelap gulita. Seperti sebuah hutan beton yang menyeramkan. Seorang bernama Nicholas Ratt terlihat memyusuri jalanan gelap. Dulu ia adalah seorang manager perbankan. Namun, entah kenapa ia memilih untuk berhenti bekerja dan menjadi seorang petualang.
"Tak satupun mobil jalan. Lampu seluruh kota juga mati. Dan jalanan terlihat kacau. Apayang sebenarnya terjadi?"
Kebingungan nya tak ia hiraukan. Sampai akhirnya ia berjalan ke sebuah gang sempit tempat para gelandangan biasa tinggal. Beberapa orang terlihat berkumpul di depan sebuah tong yang terbakar, mencoba menghangatkan diri.
"Permisi, boleh aku duduk dan beristirahat di sini?"
Para gelandangan itu menatap nya dengan berbagai ekspresi. Senyum, curiga, sinis, waspada dan dingin. Dari salah satu 'gelandangan' tersebut, terdapat seorang gadis yang mengenakan tudung yang menutupi rambut silvernya. Ia dulu adalah seorang karyawan di rumah sakit, tetapi keadaan ini membuatnya berhenti. Bukan hanya dia. Beberapa 'gelandangan'yang ada di sini dulunya adalah para pekerja dengan kehidupan yang normal.
salah satu 'gelandangan' mempersilahkan seseorang yang ingin bergabung, tentu saja. di sekitar sini tidak ada tempat yang lebih hangat.
"..." sedangkan gadis itu hanya diam.
"Begitu ya? Terima kasih." Segera saja ia duduk dan melepas lelah setelah berjalan kaki sejauh 5 kilometers dari tempat persinggahan terakhirnya. Kakinya akhirnya bisa istirahat. Sambil sesekali tersenyum kepada semua orang disitu, ia mencoba untuk sedikit memulai pembicaraan. Beberapa gelandangan itu mulai berbincang soal keributan massa di Times Square yang mengakibatkan banyak korban jatuh, baik dari demonstran atau pihak berwajib.
"...jadi begitu, ternyata dunia ini sudah bukan dunia yang kukenal dulu..." begitu gumamnya. Namun, tiba tiba ia beradu pandang dengan seorang gadis yang mengenakan tudung. Ia hanya diam, tak berbicara satu kata pun sementara yang lain berbicara satu sama lain nya.
"..."
Tidak sengaja tertangkap, ia 'terpaksa' mengamati pemuda tersebut. Tentu saja karena tidak ada hal yang membuatnya tertarik untuk diperhatikan. Meskipun sebenarnya tidak ada maksud tertentu dari apa yang ia pandang.
"persepsi yang berbeda," ucapnya kemudian. Menanggapi perkataan pemuda itu.
lalu iris matanya beralih pada api di depannya. "sebagian dari manusia bisa saja menganggap bahwa dunia yang dulu dan yang sekarang itu sama," lanjutnya.
"Benarkah? Lalu bagaimana dengan mu? Apa dunia masih sama atau berubah?"
"Dulu saya tidak hidup di dunia yang gelap, jadi tentu bagi saya ... berubah."
Tak di sangka, gadis itu merespon pembicaraannya. Mungkin ia terlalu malu atau apa. Nicholas pun menengok ke arah gadis tersebut dan mengulurkan tangan untuk bersalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Powerless/A World Without Light
Ficção CientíficaWARNING:SOME CONTENT OF THIS STORY CONTAIN MATURE AND SEXUALLY EXPLICIT. 18++ ONLY. HARSH LANGUAGE INSIDE... I'll explain. We lived in an electric world. We relied on it for everything. And then the power went out. Everything stopped working. We wer...