Susana kembali mencekam. Beberapa hari yang lalu, terdengar kabar kalau kantor polisi diserang oleh sekelompok orang yang menuntut untuk membebaskan semua orang yang ditangkap. Namun, menurut salah satu orang yang ikut menyaksikan, massa berhasil di bubarkan. Dan, beberapa orang terpaksa dilumpuhkan karena berusaha melarikan diri.
"Itu benar benar seperti neraka. Aku pikir, aku tak akan selamat. Semuanya seperti bukan manusia."
------------------------
Sementara itu, dirumah Valentine, keadaan nya sepi sekali. Siang hari ini, tapi tak ada tanda tanda ada orang di dalam nya. Namun didalam nya, ada tiga orang. Riley dan Valentine tidur di kamar tidur utama. Masih diam karena mereka sepertinya belum berbaikan. Zertia yang tidur di kamar tamu. Lalu, ada Dylan yang tertidur sambil terduduk di depan. Di ruang tamu sambil memegang sebuah tongkat baseball di samping nya.
"Emmmhh...ada apa...hhmmm..."
Perlahan, Riley membuka matanya yang masih setengah mengantuk itu. Terlihat cahaya samar samar di dalam pandangan nya.Perlahan, ia membuka matanya. Namun, apa yang terlihat mungkin tak bisa dipercaya. Lampu kamar mereka menyala. Mungkin ini sama dengan gedung yang menyala waktu itu dan dering telephone di gudang garment waktu itu. Ia pun segera membangunkan Valentine yang tidur disampingnya.
"Val...hei, bangun.... lihat ini..."
Ia bicara begitu santai nya sampai ia lupa kalau mereka lupa kalau sedang marahan.Valentine yang baru saja sadar dari tidurnya kaget bukan main. Ia segera mengusap mata nya tak percaya. Lampu kamar nya menyala.
"Hah? I-ini bukan mimpi kan? Riley?"
Ucapnya setengah percaya dan tidak. Ia teringat, waktu dulu mereka berdua di ruang penyimpanan kain di sebuah gudang tekstil yang terbengkalai, terdengar suara dering telepon dan sebuah gedung yang lampu nya menyala. Apa listrik sudah kembali? Atau ini hanya sementara? Tidak ada yang tahu.Tak lama, Zertia pun berlari dan berteriak didepan kamar mereka seakan tak percaya kalau listrik telah kembali. Ia benar benar seperti kesetanan dan lupa kalau ia berlari tanpa memakai sehelai baju pun.
"Listrik nya sudah normal...!!!"
Teriaknya kegirangan, sampai sebuah selimut yang di lemparkan oleh Valentine sukses mendarat di tubuh indah nya itu."Eehh? Eehhh?"
Ucap nya kaget. Begitu juga Riley dan Valentine. Valentine pun segera berlari keluar dari selimut nya yang ia pakai menuju lemari pakaian sambil memilih-milih baju yang akan ia berikan kepada Zertia yang telanjang itu, tanpa sadar kalau dia juga tak mengenakan sehelai benang pun di tubuh nya juga.
Suasana sangat ricuh. Mereka bergembira
Seperti anak kecil yang baru saja dapat mainan baru. Namun, suara ketukan di pintu depan membuat mereka semua diam."Knock...knock...knock"
Suara pintu di pintu depan rumah mereka pun seketika membuyarkan kericuhan mereka. Valentine pun segera menarik Zertia dan memberikan sebuah dress ketat dan kaos ketat hitam dan sebuah celana pendek untuk diri nya.
"Riley, sayang... tolong cek pintu depan."
Tanpa banyak bicara, Riley pun segera menuju ruang tamu, dimana semalam Dylan tertidur. Ketika sampai, ia mendapati Dylan sudah bangun dan bersikap waspada di pintu depan rumah.
"Ada apa ini bung? Apa maksudnya ini?" Tanya nya pada Riley yang baru saja datang. Riley pun menghela nafas dan menjawab "Aku juga tidak tahu apapun, bung. Dan lagi, hanya rumah ini yang menyala. Setelah kau dan Zertia datang semalam. Ku harap ini bukan sementara."
"Huh, terserah. Aku kesini karena gadis seksi itu. Dia bilang kalau kau adalah kenalan nya. Sementara rumah ku sudah hancur karena beberapa berandalan itu. Jadi, mau tak mau aku juga ikut tinggal di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Powerless/A World Without Light
Ciencia FicciónWARNING:SOME CONTENT OF THIS STORY CONTAIN MATURE AND SEXUALLY EXPLICIT. 18++ ONLY. HARSH LANGUAGE INSIDE... I'll explain. We lived in an electric world. We relied on it for everything. And then the power went out. Everything stopped working. We wer...