part-11

21 4 2
                                    

Ika menatap cowok itu, berharap jika opini nya benar dan ia bisa mencaci maki cowok tersebut, tapi seperti nya ia salah besar karna ia melihat Elfan masih menunduk dan kembali berbicara dengan suara pelan.

"Gue sakit leukemia dan harus di operasi" Elfan menghela nafas berat, tak cukupkah ia mengalaminya sampai harus menceritakan kisah ini kepada orang lain, sungguh rasanya sangat melelahkan saat mengingat masa itu.

"Jangan pernah bohongin gue." Ika menatap Elfan tajam, ia tidak suka kebohongan karna di setiap kalimat adalah doa, jika kita berbohong maka kita mendoakan diri kita sendiri merasakan hal yang kita ucapkan. Maka dari itu jangan berbohong.

Elfan tertawa ironis mendengar kalimat tajam itu, tapi Elfan sudah menduga semua ini jadi ia tidak terkejut lagi.

"Lo ingat waktu gue sering mimisan?" Ika merasa ada batu yang sangat besar menghantam kepala nya, membuat nya pusing. Ia sangat ingat dulu cowok dihadapan nya ini sering mimisan bahkan disaat yang tak terduga, bahkan wajahnya sering timbul lebam dengan sendirinya. Dulu Ika sempat bertanya, tapi jawaban cowok itu selalu sama bahwa dia baik baik saja.

Betapa bodohnya Ika tak menganggap serius tanda itu, dan sekarang ia malah menyalahkan cowok ini karna telah meninggalkan nya tanpa kabar.

"Gue sengaja pergi disaat lo sudah tidur, karna gue yakin lo bakalan nangis dan kecewa sama gue." Tambah Elfan, cowok itu mengusap wajah dengan kedua tangan nya.

"Bagus. Jadi kenapa sekarang lo balik lagi??" Ika tahu bahwa egonya terlalu besar untuk mengakui bahwa dia sangat merindukan cowok ini, ia bahkan sangat khawatir.

Elfan tetap melanjutkan ceritanya, menghiraukan Ika yang berkata tajam kepadanya.

"Berbulan bulan gue menjalankan Radioterapi dan setelah semua itu selesai gue tetap harus dirawat dirumah sakit untuk menjalankan Transplantasi sel induk. Aku bertahan hidup disana hanya dengan mengandalkan bayangan wajah mu di dekat ku, aku pulang dengan harapan kamu menunggu ku dengan senyuman diwajah mu." Tangan itu terulur, menggapai tangan kecil yang bergetar diatas meja dan menggenggam nya erat.

"Aku tahu kamu marah, tapi aku juga sadar kemarahan kamu itu karna aku yang pergi tanpa pamit dan kabar." Ucap Elfan lembut, ditatap nya wajah itu lama melepaskan kerinduan nya yang menumpuk.

Hati Ika berdenyut sakit mendengar kalimat itu, diucapkan dengan lembut dan dalam. Ika tahu bahwa dia yang salah, dia tak memperhatikan nya dan hanya bisa kecewa saat dia pergi. Bahkan disaat dia kembali dan menyapa nya ia tak menanggapi nya, seakan cowok itu tidak ada di hadapan nya waktu itu.

Kapala Ika tertunduk, setetes air mata nya jatuh mengenai tangan Elfan yang sedang menggenggam tangannya. Ika tidak tahu harus berkata apa sekarang, lidahnya kelu, dulu Ika selalu menyalahkan semua nya kepada Elfan tapi sekarang ia sadar bahwa dirinya lah yang bersalah.

Ika menyesal, tapi apa guna nya menyesal sekarang karna penyesalan tak akan memperbaiki keadaan.

Dengan tangan yang lain Elfan menangkup sebagian wajah Ika, menghapus air mata gadis-nya. Ditatap nya mata itu, mata yang kini mengalirkan air mata, Elfan tahu Ika menyesal karna gadis ini menangis jadi ia membiarkan gadis-nya meluapkan emosinya sementara waktu.

Setelah tangis itu mereda barulah Elfan mulai bicara, dengan nada pelan dan lembut seperti yang ia lakukan beberapa saat yang lalu.

"Aku minta maaf atas semua kesalahan ku, adakah sedikit maaf untuk ku Din?!" Ika mengangkat kepalanya menghadap Elfan, ditatapnya cowok yang sedang tersenyum kearah nya itu. Betapa baik nya dia, disaat ia yang salah pun dia tetap meminta maaf.

ElfanIkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang