Chapter 10 : Egois.
Suatu hari nanti
Ketika langit runtuh di atasmu
Akan kujadikan diriku perisai untuk melindungimu
Tepat di sisimu
Walaupun aku tak dibutuhkan
Akan kupeluk kau erat
Walaupun aku akan mati karenamu
Namun semua tak jadi soal lagi
Karena aku mencintaimu
●●●●
"Lo mau bawa gue ke mana lagi?" tanya Bella.
Luke hanya tersenyum. "Nanti juga lo tau," jawabnya. "Oh iya, nggak papa kan kalo gue bawa lo sampai malam?"
Bella mengangguk. "Nggak papa. Nggak ada yang nyariin juga."
"Orang tua lo peduli kok sama lo," kata Luke. Dia tersenyum. "Mereka cuman sibuk."
"Iya, sibuk banget, sampai pulang cuman dua kali seminggu." Luke bisa mendengar nada sedih dalam suara Bella. Dan entah kenapa, itu menyakitinya juga.
"Nggak papa," kata Luke menenangkan Bella. "Lo punya gue—" kemudian dia tersadar kalau Bella hanya punya Luke hari ini, jadi dia menambahkan, "—maksudnya buat hari ini."
Bella menghembuskan napas lelah. Dia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Bisa-bisa dia menangis lagi ketika menatap Luke. Lelaki itu sudah banyak berjasa pada Bella. Dia membantu Bella kapanpun gadis itu butuh. Dia mendengarkan Bella ketika gadis itu berkata sesuatu. Dia memeluk Bella ketika gadis itu kedinginan. Dia selalu ada untuk Bella.
Tambahkan itu ke daftar utang Bella pada Luke yang takkan pernah terbayar.
Namun Luke kira Bella tak suka dengan itu. Luke kira dia terlalu sering berada di sisi gadis itu sampai Bella bosan. Dia kira semua hal yang dia lakukan tak ada harganya bagi Bella. Dia ingin bersama Bella selamanya. Tapi bagaimana jika dia tidak bisa?
Luke memarkirkan mobilnya di depan lapangan basket terbuka yang letaknya di sekitar komplek rumah Bella. Gadis itu berpikir, ini semakin dekat dengan rumahnya. Jadi artinya perjalanan mereka akan segera berakhir.
Begitu pula hubungan mereka.
Luke membukakan pintu untuk Bella karena gadis itu terlalu sibuk meratapi keadaan. Bella akhirnya turun dengan lesu, namun berusaha menegakkan tubuhnya agar terlihat tegar. Padahal dari tadi dia ingin berlutut di tanah dan menangis. Bella seakan bisa melihat kilas balik yang terjadi di sini—di lapangan basket ini—tiga bulan yang lalu.
"Ingat nggak—"
"—waktu lo sama gue main basket di sini?" Bella tertawa, merasa bangga karena dia mengingatnya tanpa Luke menyebutkannya lebih dulu. "Dan kita bikin taruhan. Gue ingat."
Luke tersenyum malu.
"Gue ingat taruhan itu," lanjut Bella. "Kalau lo bisa masukkin bola ke dalam ring tiga kali berturut-turut, gue nyium lo di pipi tiga kali."
"Dan gue hampir mati saat lo beneran nyium gue waktu itu," kenang Luke sambil tersenyum. Bella terkekeh geli. "Seharusnya gue berhenti sampai di situ aja dan nggak berharap lebih sama lo. Tapi gue egois, jadi gue tetap ngejar lo karena ego gue yang besar."
Bella menggigit bibirnya. "Nggak, lo nggak egois." Bella menghela napas pelan. "Gue yang egois."
"Kenapa lo bilang—" Bella tak memberi Luke waktu untuk mengatakan sisanya dengan mencium pipi Luke agak lama, membuat lelaki itu terdiam.
°°°
GIMANA SEJAUH INI? BAGUS? JELEK? ANCUR?
HEUHEU GPP DEH ANCUR
BENTAR LAGI HABIS YA. INI CUMA SAMPE CHAP 13, PLUS AFTERWORD DAN BONUS CHAP NGEHEHHE
Salam manis,
Litha
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Time | Luke Hemmings✔
Short Story"Give me one last time," said Luke. "Just one last time. And after that, I'll let you go." In which Luke asked for one last time to be with his girlfriend. 〰〰〰 #464 in Short Story (September 12, 2017) #586 in Short Story (September 9, 2017) #672 in...