• Chapter 7 •

399 103 44
                                    

Chapter 7 : Air Mata.

Aku merasakan tangan kita saling menggenggam

Aku merasakan hati kita berdetak bersamaan

Aku merengkuhmu bersama keputusasaanku untuk memilikimu

Aku mencoba mencari alasan

Mengapa kita harus berakhir seperti ini

Kudapatkan jawabanku

Kau tidak pernah mencintaiku

Seperti aku mencintaimu

●●●●

Luke dan Bella tidak berlama-lama di taman bermain. Alasannya karena masih banyak tempat yang ingin Luke kunjungi bersama Bella. Hari sudah sore, sedangkan Luke tak mau hari ini berakhir dengan cepat. Kalaupun memang harus berakhir, dia akan mengakhirinya dengan sempurna.

Luke tidak ingin mengecewakan Bella di hari terakhirnya menjadi pacar Bella. Dia rela melakukan apa saja. Luke pernah menyetir ke rumah Bella pada malam hari hanya karena Bella menangisi kucingnya yang mati. Bella bilang dia butuh seseorang, dan Luke tanpa banyak pikir langsung mendatangi Bella dan memeluk gadis itu.

Bella adalah anak tunggal, sedangkan orang tuanya selalu sibuk sehingga jarang di rumah. Bella kesepian, karena itu dia menyukai keberadaan Luke di sisinya. Karena ketika bersama Luke, Bella merasa aman.

Bella tidak ingin kesepian lagi. Namun Bella tak ingin egois dengan memaksa Luke untuk berada di dekatnya sementara yang Bella lakukan pada Luke hanya mematahkan hati lelaki itu.

"Bella," kata Luke tiba-tiba, membuat Bella menoleh. Mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat berikutnya. "G-gue masih bisa manggil lo ... sayang kan hari ini?"

Bella ingin menangis.

"Tentu," jawab Bella. Matanya berkaca-kaca, sehingga dia harus mengalihkan pandangannya. Dia tidak mau menangis di hadapan Luke. Dia harus terlihat baik-baik saja, agar Luke lebih mudah melepaskannya.

Luke meraih tangan Bella lalu mengelusnya dengan lembut. Luke sering melakukan itu. Biasanya Bella bakal merasa biasa saja. Tetapi kali ini, dia tahu Luke tidak hanya ingin memegang tangannya. Luke ingin menyalurkan perasaannya, sebagai tanda perpisahan. Dan Bella berusaha keras untuk tidak menangis.

Bella belum siap. Bella takkan pernah siap.

"Lo harus tau," kata Luke, "bahwa saat gue megang tangan lo, itu karena gue emang pengen. Gue pengen tau gimana rasanya memegang seluruh hidup gue, dan gue dapet perasaan itu saat gue megang tangan lo."

Jangan nangis, Bell, batin Bella.

"Mungkin gue terlalu sayang sama lo," Luke tertawa suram. "Mungkin gue nggak seharusnya sayang sama lo, kalo itu cuman bikin lo terkekang sama hidup gue yang payah. Gue udah tau kalo misalnya lo diciptakan bukan buat gue, ya gue bisa apa? Nggak mungkin kan gue maksa-maksa Tuhan supaya bikin lo jadi milik gue selamanya?"

Luke tersenyum miris.

"Kalo lo emang bukan buat gue, segimana kerasnya gue berusaha, tetap aja nggak bakal bisa."

Tahan air mata lo, Bell.

"Gue membangun dinding yang kokoh di hati gue," sambung Luke. "Tapi semuanya runtuh cuman karena senyum lo. Dan gue terperosok dalam pesona lo, lagi dan lagi."

Jangan, Bell. Jangan nangis.

"Dan yang pasti," kata Luke lagi, "gue pengen lo bahagia, meskipun bukan sama gue."

Segera saja, air mata yang sedari tadi Bella tahan akhirnya jatuh. Bersamaan dengan remuknya jiwanya.

°°°

AIH

DAH BAPER BELOM

KALO BELOM NTAR YA DI CHAPTER BERIKUTNYA

AING GTW MO NGOMONG APA

YAUDAH AILOPYU AJA YAK

Salam manis,
Litha

One Last Time | Luke Hemmings✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang