Alkaline ( Chapter Six )

33 2 1
                                    

"  Kepada patah hati, terima kasih pernah singgah memberikan pelajaran dan arti kedewasaan " -Jakarta 19.06.17

***

Siang itu, seperti biasa Gia dan Caca selalu menghabiskan waktu istirahat untuk sekedar membaca buku. Sebenarnya sih hanya Gia, sedangkan Caca yang anaknya hedon abis hanya menemani Gia sambil melihat kakak kelas yang bermain basket dari tempat mereka duduk, sudut lapangan . 

" Gi, liat deh ada kak Arzka lagi main basket tuh sama gengnya " tutur Caca mengintrupsi acara membaca Gia. Gia pun menajamkan pengelihatannya ke arah yang dimaksud Caca. " Cool abis gak sih? Apalagi kak Edgar. Sayang aja dia playboy " Oceh Caca lagi tak mau diam. Dan Gia pun hanya memperhatikan saja, tidak berminat untuk menjawab ocehan temannya. 

" Kalo lo jadian sama kak Arzka nih Gi, pasti deh bakal jadi headline satu sekolah " Gia menolehkan kepalanya ke arah Caca. " Gabakal juga kali Ca, kali aja dia kenalan sama gue karena taruhan sama temen temen nya iya kan? " Tanya Gia meyakinkan Caca. Terlebih meyakinkan dirinya sendiri agar tidak terlalu percaya diri atas perlakuan Arzka terhadapnya. Memikirkan itu membuat hati Gia nyeri, tanpa ia mengerti mengapa. 

Caca mengeryitkan dahinya. " Kok pikiran lo jelek gitu sih. Lagian dari tampilannya kak Arzka gak seburuk Edgar tau " lah kok jadi Caca yang marah sih. Lagian itu kan hanya pikiran Gia saja. Tidak bermaksud apapun. " Kok lo belain dia? Harusnya tuh elo ada di posisi gue dong. Kak arzka kan mainannya sama Edgar juga. Kali aja mereka setipe " Tutur Gia. Kali ini Caca menganggukkan kepalanya tanda setuju . " iya juga sih, yaelah peduli setan yang penting ganteng " Jawab Caca. 

Gia pun melanjutkan kegiatan membacanya yang terganggu akibat kegantengan kakak kelas SMA Bintang. Memang dasarnya cewek, kalo liat yang bening dikit pasti bergosip. Jadi Gia tidak akan munafik untuk menolak keindahan tuhan yang secara suka rela terpapar tepat dihadapannya. 

" Eh eh gi, kak Arzka jalan ke arah kita " Caca menyenggol Gia lumayan kencang, membuat Gia mengaduh dan tidak fokus akan ucapan Caca. " Apaansih ca, demen banget deh nyelakain gue " Ucap Gia seraya memonyongkan mulutnya kesal. Caca kembali menyenggol lengan Gia, kali ini membuat Gia mengentikan aktivitasnya mengusap-usap lengannya dan menatap Caca.  " apaan sih " ketus Gia pada Caca. " Ituuu " bisik Caca sambil mengarahkan kepalanya kedepan. 

Gia pun yang diberi kode seperti itu paham dan memutar kepalanya mengikuti gerak gerik Caca. Dan benar saja, dihadapannya kurang dari 10 langkah Arzka datang bersama Edgar dan 2 teman mereka lainnya. Gia pun gugup tak terkira. Degupan jantungnya juga tak mau kalah membuat Gia semakin tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Respon Gia terlalu berlebihan memang jika dekat Arzka. 

Edgar dan teman temannya sudah berada persis dihadapan Gia dan Caca. Para laki-laki itu menyapa mereka. Caca meresponnya dengan tersenyum berlebihan. Sedangkan Gia tersenyum tipis kepada Arzka. Hanya Arzka. Apalagi cowok itu kini tengah berkeringat, semakin menambah kadar kegantengannya, bagi Gia. Bagaimana mungkin satu SMA Bintang bilang bahwa Edgar lah yang paling ganteng. Gia pikir , malah Arzka lah disini yang memiliki kadar kegantengan yang kelewat batas, sehingga tidak ada seseorangpun yang menyadarinya kecuali Gia sendiri. 

" Cepetan ka to the point aja. Aus nih gue mau minum " kata salah satu kakak kelasnya itu yang tak Gia kenali. " Tau lo ka, udah kayak perawan baru dapet " celoteh Edgar. Edgar dan teman-temannya pun tertawa, apalagi kini mereka sedang ditatap tajam oleh Arzka. " Ehem " dehem Arzka. Ketiga temannya pun berhenti tertawa meski masih cekikikan. 

Mata Arzka mengarah ke arah Gia , sedangkan Gia yang ditatap seperti itu menundukkan kepalanya malu. " Gi, pulang gue anter ya? " Ucap Arzka to the point, membuat Gia kaget. Ini Arzka loh, kakak kelasnya yang masuk dalam kategori incaran wanita di SMA Bintang , mengajaknya pulang bersama? Gia gak sedang mimpi kan? 

Caca menyenggol lengan Gia untuk menyadarkan cewek itu. 

" Eh , takut ngerepotin kak " Gia pun malu-malu untuk menjawab. Padahal mah dalam hati pengen banget!! tapi ya gimana, sebagai makhluk paling cepet baper , alias cewek. Jual mahal itu perlu, meski tidak mungkin menolak hehehe. 

" kan gue yang mau, jadi gak ngerepotin lah. Mau ya? " Ucap Arzka meyakinkan. " Widih arzka ngegas bro " Jeplak Edgar asal, yang diikuti oleh cekikian temannya yang lain. 

Gia mengangguk malu-malu kucing, meski dalam hati dirinya sudah kegirangan setengah mati. Stay calm Gia, batinnya. " yesh " senang Arzka. " kalo gitu nanti pulang sekolah ketemu diparkiran ya " Ucap Arzka sebelum akhirnya pamit untuk beristirahat di kantin bersama teman-temannya, meskipun ada adegan ledek-ledekan yang membuat Gia menahan malu. 

Kini tinggal Gia dan Caca berdua. Temannya itu juga sedari tadi tidak henti-hentinya untuk menggodanya. " Cie Gia otw move on "  ledek Caca. " Apaansih ca, malu kalo kedengeran orang tau " Ambek Gia kepada Caca. " Abis muka lo merah gini kayak badut hahaha yaampun temen gue yang jutek ini bisa blushing juga " Gia meninggalkan Caca yang masih setia meledekinya untuk kembali ke kelas. Pasalnya Gia malu kalo ada yang mendengar ledekan caca, mau dibilang apa dia nanti sama orang-orang. Kegenitan kah? pikuran itu diusirnya dari otaknya. Lagi pula kan Arzka yang menawarinya duluan bukan Gia. Jadi buat apa dia memikirkan pikiran orang, harusnya dia bangga pada dirinya sendiri karena di ajak pulang bareng sama cogan

Ada sedikit perasaan menghangat di hati Gia kala memutar ulang memory nya saat Arzka mengajaknya untuk pulang bersama. Tapi mengapa Gia senang? Apakah ini hanya ilusi? atau sekedar ketertarikannya pada wajah sempurna Arzka? 

Tapi yang gia sadari, selama ini dia tidak pernah menyukai seseorang hanya karena tampilan fisiknya saja. Apa, dia baru saja benar benar melupakan sosok Rafka di dalam hatinya?  dan mengundang Rafka untuk masuk, secepat itu? mana mungkin , batin Gia. 

Mungkin ada satu hal yang Gia tidak sadari. Terkadang perasan aneh yang timbul pada dirinya itu bukan tanpa alasan. Tidak ada cinta yang hadir karena di undang. Cinta hadir murni dengan sendirinya, mengalir seperti air, menenagkan seperti aroma bunga, menghidupkan seperti udara. Merubah jalan takdir dalam seperkian detik. Tidak butuh waktu yang lama untuk menghadirkannya, namun butuh waktu yang lama untuk menyadarkan sang pemilik perasaan. 

AlkalineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang