Alkaline ( Chapter 12 )

12 1 1
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi, seluruh siswa SMA Bintang berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing, termasuk Gia dan Caca. 

          " Lo di jemput? " tanya Caca kepada Gia sembari mereka berjalan menuju lobby utama. 

          " Yep, tumben tumbenan banget nyokap mau jemput " cerita Gia

          " Mungkin penting banget kali gi " 

          " Kayaknya sih, bokap ngomongnya kemaren serius banget " 

          " Semoga beruntung yaa, gue duluan udah di jemput. Byeeeee " ucap Caca dan pergi meninggalkan Gia sendirian. 

Sehabis kepergian Caca, tak lama mobil mama nya terlihat memasuki pelataran SMA Bintang. Gia pun segera beranjak untuk menghampiri. 

          " Hello mam " sapa Gia kemudia mengecup pipi mamanya penuh sayang. 

          " how's your day bunny? " tanya mama Gia samba tersenyum

          " Not fine at all " cemberut Gia

          " Nella tadi terpaksa gaikut ulangan matematika dan bahasa Inggris mam " sambungnya kemudian.  

          " loh kenapa? "

          " mama tau lah , nervous dan banjir keringat " ucapnya sambil memutar matanya ke kanan. " Tapi kamu gapapa kan dek? " 

          " Gapapa mama " ujar Gia sambil tersenyum, kemudia mama nya mengehmbuskan nafas kelegaan " syukurlah " .

Setelah 30 menit perjalanan, mereka sampai dirumah. Di ruang tamu tampak ayahnya sedang duduk santai sambil membaca koran . " Loh ayam tumben udah pulang " Tanya Gia heran . 

          Damarwan , ayah Gia menurunkan koran yang menutupi wajahnya, lalu berucap " kamu ini giliran ayah kerja terus di omel-omelin. Giliran dirumah diheranin, terus ayah mesti gimana nel " 

          " Ayah digituin aja ngambek, Gia yang sering di ledekin bang Zilo gapernah tuh ngambek  wlee " ayah Gia pun tertawa melihat putri satu-satunya itu. " Sini nel duduk, sekalian bawa ratunya ayah " seru papa Gia. 

          Lalu Gia dan mamanya pun mengikuti intruksi ayahnya untuk duduk bersama dengannya. " abang belum pulang yah? " tanya Gia. " Udah dari tadi " jawabnya. " Loh kok jadi cepetan dia sih" kemudian Gia bangkit untuk menghampiri Ziro di lantai atas. " abang lagi istirahat nella, mending kamu mandi terus ganti baju cepetan , abis itu ke kamar mama " ucap mamanya memerintah. 

          " aku kan biasa mandi jam 5 ma " rajuk Gia manja. 

          " Lupa ya? kan papa bilang mau ada tamu " jelas mamanya lagi.

          " yayayaya perintah segera dilaksanakan" ucap Gia malas - malasan namun tetap melangkahkan kakinya untuk menuju kamarnya. 

          Setelah kepergian Gia, ayah dan mamanya saling pandang, lalu mereka tersenyum melihat Gia yang sedang berjalan sambil menyeret tasnya menaiki tangga. " anak kita yah, gaada dewasaya banget " ucap Rani. 

          " Persis seperti kamu dulu " jawab Damarwan

          " apa ini semua tidak terlalu cepat untuk putri kecil kita? " tanya Rani

          " Kamu tau sendiri ma, sejak dulu ayah sudah menentang hal ini. Namun apa daya, perjanjian tetaplah perjanjian. " Damarwan tersenyum kecut saat teringat tentang hal yang teramat berat untuk ia dan istrinya. Terlebih ini mempengaruhi anak perempuannya. 

          " Semoga Gia kuat ya yah " Ucap Rani sambil memeluk suaminya erat, tak ingin air matanya menjadi beban pikiran untuk suaminya. " Kita doakan saja yang terbaik " Damarwan balik memeluk istrinya. 

~~~~

          Disebuah kamar terlihat laki-laki yang sedang memukul samsak yang ada dihadapannya tanpa ampun. Masih dengan seragam putih abu-abu dengan kancing yang sudah terbuka sebagian. Seakan ia tidak lelah meskipun telah memukul benda itu selama 15 menit. Ia tidak rela jika adik satu - satunya yang teramat ia sayangi terlibat dalam permainan keluarga nya. Bahkan ia rela jika harus menggantikan adiknya itu. namun semua hanyalah angan-angan, karena yang tertulis di wasiat itu adalah nama Gianella Claiborne, bukan Zilo Aditama . 

          Peluh semakin membanjiri tubuh Zilo, namun sang empunya tubuh seolah tidak peduli. Semalaman ia sudah berbicara kepada ayahnya untuk melupakan tentang wasiat kakeknya. Usahanya gagal sia-sia ayahnya tetap kepada keputusannya, yaitu mengabulkan wasiat yang diberikan oleh kakeknya sebelum meninggal. 

          Jika orang yang merencanakan hal itu bukanlah kakeknya, mungkin Zilo sudah membencinya. Jika orang yang membantu kakeknya melaksanakan niatnya bukanlah ayahnya sendiri, mungkin Zilo sudah mengamuk habis-habisan. 

Semua kerumitan itu membuat Zilo gila. Entah kepada siapa kemarahan itu ingin ia lampiaskan, hanya samsak tinju hadiah dari orang tuanya saat ia berusia 12 tahun yang dapat menemaninya saat ini, karena ia tidak mau terlihat lemah di hadapan adiknya, Nella. 


AlkalineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang