2 : Sisi Rapuh Melisa

201 63 5
                                    


Happy Reading ❤

-o0o-

Melisa melangkahkan kakinya ke sebuah rumah megah. Rumah yang sedari dulu ingin ia tinggalkan. Rumah yang menyimpan berjuta-juta kenangan. Rumah yang selalu menjadi tempatnya pulang, namun sekarang, Melisa ingin angkat kaki dan berlenggang pergi dari sini.

Membuka pintu rumah, Melisa langsung melangkahkan kakinya ke lantai dua, kamarnya terletak di lantai dua.

"Kamu bikin masalah lagi?" suara bariton dari seseorang memberhentikan langkah kakinya. Namun ia tampak tak ingin berbalik menatap pria tersebut.

"Kalau Papa nanya itu di jawab!" ujar Papanya geram menahan amarah.

Melisa menghembuskan nafas lelahnya. Sungguh, ia lelah harus berdebat dengan pria satu ini. Ia hanya ingin berbaring di kasir empuknya itu.

"Kalau saya buat masalah, apa urusannya dengan anda?" Sambil membalikkan tubuhnya menghadap Ayahnya yang berada di bawah.

"Kamu itu anak Papa! Jadi Papa berhak ngatur hidup kamu!" Papanya mati-matian menahan emosi.

"Oh ya? Saya kira setelah Mama saya sudah tiada, saya rasa anda bukan siapa-siapa lagi untuk saya." Melisa bersidekap memandang datar Ayah kandungnya itu.

Akbar, Ayah Melisa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia tak ingin pernah lagi membahas masalah ini.

"Apa dengan kamu buat ulah sepeti ini, kamu bisa bikin perempuan itu hidup lagi? Hah?!" Akbar membentak putri kandungnya itu.

Hati Melisa seperti kembali remuk saat Ayahnya mengatakan hal yang begitu menyakitkan. Tangannya mengepal kuat dalam dekapannya.

"Oh, tentu tidak! Mama saya tidak akan kembali lagi. Tapi bukannya anda senang karena dengan perginya Mama saya, anda bisa mendapat istri yang jauh lebih buruk dari Mama saya? Iya 'kan?" Melisa menahan kuat untuk tidak memukul sesuatu.

Emosi Akbar memuncak, dengan langkah cepat ia mendekati anaknya itu.

Tangannya melayang ke udara hendak menampar pipi putrinya.
Namun tangannya itu segera di tahan oleh Melisa sehingga masih berada tepat di samping pipi mulus Melisa.

"Jangan kira kamu bisa menyentuh saya barang satu sentuhan sekalipun. Saya tidak akan biarkan apa yang terjadi pada Mama saya akan terulang kembali." Melisa mencengkram kuat tangan Ayahnya itu. Lalu menghempaskan kasar ke bawah.

Ia berjalan ke kamarnya. Saat hendak membuka pintu kamarnya, ia berseru pada Ayahnya yang masih mematung di tempat.

"Oh iya, jangan lupa kenalkan rasa telapak tanganmu kepada istri barumu itu. Anda harus adil, Mama saya mendapatkannya, dan saya rasa dia juga perlu tau rasanya." Melisa berujar lantang tanpa ragu, kemudian ia membanting pintu kamarnya keras.

Akbar mematung di tempat, putri kecilnya dulu yang manis, perhatian, dan menggemaskan, sekarang berubah menjadi seorang gadis yang tak bersahabat dan dipenuhi kebencian.

Sesak meliputinya , tanpa sadar air mata Akbar menetes dari ujung kelopak matanya. Ia menunduk, memukul-mukul dadanya kuat.

"Seandainya kamu masih ada Nia, Meli nggak bakal kayak gini. Aku udah gagal jadi Ayah yang baik buat Melisa. Aku hampir aja nampar dia." Air mata membanjiri pipinya. Ia tidak peduli jika para PRT-nya melihatnya. Hatinya terasa nyeri, ia rindu istrinya, rindu semua tentang Nia, Ibu kandung dari Melisa.

Bad Girl FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang