021 : Sama-sama terluka

83 19 1
                                    

Happy Reading!
Sorry kalo ngaret.
Belum revisi -,-

-o0o-

Bersyukur hari ini Melisa datang ke cafe tak membawa kendaraan sendiri. Karena jika ia membawa kendaraan, otomatis dirinya tak mungkin duduk manis di atas motor ninja milik Syarif.

Udara malam yang biasanya dingin hari ini terasa biasa-biasa saja. Tentunya karena ia memakai hoodienya dan bantuan dari sorot lampu kendaraan-kendaraan beroda di jalan raya.

Gitar miliknya menjadi pembatas antara dirinya dan Syarif saat ini. Pipinya ia letakkan pada badan gitar, dan matanya blank mengamati jalanan yang bergerak.

Menyadari jika Melisa sedari tadi hanya diam saja, Syarif berujar, "Nyet, gak mati beku 'kan lo?" tanyanya sembari menggoyang-goyangkan pundaknya.

Melisa masih tetap pada posisi seperti tadi, enggan terusik. "Gak, anjing! Diem deh bacot, gue lagi kesel," semburnya galak.

"Kok ngegas?" ujar Syarif.

Déjà vu

Melisa teringat pada satu lontaran yang diberikan padanya tadi. Terkancing dia dalam gelap awan yang membentang. Tau jika begini rasanya jatuh cinta, cemburu, dan perasaan yang terpendam, Melisa lebih baik menghindarinya dari awal.

Mau bagaimana lagi, ia sudah terlanjur basah, lebih baik berenang sekalian.

"Woy anjir! Jan bikin gue takut deh lu aa," Syarif mengarahkan motornya pada satu swalayan. Setelah itu diberhentikannya motor dan turunlah Syarif dari motor setelah menstandarkannya.

"Woi, turun elah. Lo kenapa sih? Kesambet?" Syarif mengguncang-guncangkan bahu Melisa yang masih setia duduk di jok motor yang miring ke kiri karna Syarif menstandarkan satu.

Merasa terganggu, Melisa memicingkan mata menatap Syarif marah. "Congor lo bisa nggak sekaliii aja diem kalo gue lagi badmood? Gue lagi nggak minat ngeladenin bacotan lo."

"Dih, ngamuk. Lo kenapa sih? Ada hubungannya sama Kean di cafe tadi? Jhiaaa, bisa galau juga singa betinanya XI IPS 2." Syarif tertawa, terkesan terpaksa di akhir kalimatnya.

Melompat turun dari atas motor Syarif, Melisa menabrak pundak cowok itu keras. Gitar yang di genggamannya ia peluk lalu kakinya ia langkahkan ke arah swalayan.

"Eh anjir, tungguin!" teriakan Syarif tidak dihiraukan Melisa, gadis itu tetap saja memasuki swalayan dan menuju ke lemari pendingin. Diambilnya dua kaleng minuman bersoda dan dilemparkannya satu ke Syarif yang baru saja memasuki swalayan.

Setelah membayar minuman itu di kasir, Melisa keluar dari swalayan dan mendudukan diri di teras swalayan yang terdapat meja dan kursi di depannya.

Setelah itu, Syarif menyusul dan mendaratkan bokong di kursi plastik tepat di depan Melisa.
Dibukannya penutup kaleng soda itu, lalu ditenggaknya hingga wajahnya menampilkan ekspresi keasaman. Efek dari soda yang baru saja diminum.

Syarif menatap Melisa yang memandang kosong jalanan yang tampak ramai malam ini. Kaleng soda di tanggannya ia goyangkan pelan, sedang gitarnya ia letakkan di samping kursi tempatnya duduk.

Lelah dengan diamnya Melisa, Syarif akhirnya angkat bicara. "Lo kalo lagi ada masalah, cerita kek. Jan diem mulu, ga cocok sama predikat lo yang preman sekolah."

Melisa masih diam tak merespon ucapan Syarif sama sekali. Pikirannya berkelana, mengapa jatuh cinta anak SMA sepertinya harus serumit ini?

"Kalo ini soal Kean, lo berlebihan Mel." Tuturnya santai dengan intonasi yang lebih rendah.

Bad Girl FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang