Happy Reading ❤
-o0o-
"Gimana? Gimana?" Melisa bertanya kepada Gaby.
"Udah, mereka udah kumpul semua di belakang" Gaby menjawab sambil menarik pergelangan tangan Melisa.
Hari ini adalah hari dimana SMA 21 Jakarta menghadapi sekumpulan orang tak berotak dari SMA Garuda.
Akhirnya mereka berdua sampai di belakang sekolah. Benar, hampir semua anak laki-laki sudah berada di belakang sekolah. Mereka tak membawa alat apa-apa. Melisa pernah mengatakan jika berkelahi menggunakan alat bantu, sama saja dengan banci diluar sana. Tidak gentle sama sekali.
"Mana si Ronald?" Melisa berdiri di hadapan teman-temannya sambil memanggil Ronald.
"Ini gue Mel!" Ronald keluar dari barisan teman-temannya.
"Gimana? Mereka udah dimana? Gue maju duluan atau elo?" Melisa bertanya sambil melipat ujung lengan bajunya.
"Kita langsung keluar bareng-bareng aja Mel!" teriak seseorang.
"Iya Mel"
"Rame-rame aja Mel!"
"Mereka juga palingan langsung nyerbu gitu aja"
Terdengar teriakan-teriakan teman-temannya.
"Oke, kita keluar rame-rame" Melisa menyetujui.
"Siapa yang mimpin?" Melisa bertanya kepada teman-temannya.
"Lo aja Mel!" usul Ronald.
"Oke" Melisa mengangguk lagi.
"Sekarang kita manjat tembok belakang, dua orang ngejagain dulu sampe semuanya udah manjat supaya gak ada yang ngeliat" Melisa menunjuk dua orang laki-laki bermuka polos.
"Lo! Sama elo!" telunjuknya mengarah ke dua orang laki-laki.
Dua orang laki-laki berwajah manis tersebut maju ke arah Melisa. Melisa memilih dua orang yang tampaknya tidak pernah ikut hal-hal seperti ini. Jadi jika mereka yang ketahuan, mereka tidak akan di curigai.
"Jagain jangan sampe ada yang ngelihat!" titahnya pada dua orang tersebut.
Dua orang tersebut hanya mengangguk patuh, lalu mulai mengawasi.
Teman-teman Melisa yang lain sudah memanjat tembok terlebih dahulu. Kini giliran Melisa yang memanjat, kakinya begitu lihai memanjat tembok tinggi tersebut seolah itu adalah kebiasaan sehari-harinya.
Dug
Akhirnya Melisa mendarat dengan sempurna di tanah tanpa luka lecet sedikitpun. Kalaupun ada, ia sepertinya tak dapat merasakannya. Karena baginya luka fisik tak ada apa-apanya dibandingkan luka batin.
Semua sudah siap, Melisa kini berjalan di depan mereka. Melisa memimpin mereka tanpa takut siapapun lawannya. Karena jika ia mati saat tawuran. Pun, ia akan sangat amat bersyukur karena setidaknya ia mati bukan dengan tangannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Feelings
Teen Fiction[ WARNING : TYPO BERTEBARAN, KATA-KATA YANG BELUM SEMPURNA, UMPATAN-UMPATAN KASAR, DLL.] Be a smart reader guys! Semenjak Mamanya berpulang kepada Sang Pencipta, hidupnya berubah drastis. Hidup yang awalnya berada di titik stagnan, kini mulai tero...