18 : Sekawan

114 29 11
                                    

Happy Reading❣

-o0o-

Sekitaran satu jam lebih pelajaran ekonomi tentang indeks harga dan inflasi yang dibawakan Ibu Albertina tidak digubris oleh Melisa. Pikiran gadis itu melayang entah kemana, sesak di dadanya juga tak kunjung hilang. Sungguh, ia tak mati rasa tentang apa yang ia rasakan saat ini. Tapi, ia tak mungkin cemburu 'kan? Jelas, ia tak mungkin cemburu. Sebab, cemburu lahir karena adanya rasa yang bernama cinta. Dan Melisa yakin ia tak memiliki setitik rasa bernama cinta itu untuk Kean. Ya, memang tak ada.

Gadis itu memilih bersandar pada dinding tembok sembari mengetuk-ngetukkan ujung pena pada permukaan meja. Bosan pada posisi seperti itu, kini kepalanya ia letakkan di atas meja sembari mengeluarkan sebungkus permen karet dari saku seragamnya.

Syarif yang risih dengan pergerakan Melisa di sebelahnya akhirnya angkat bicara.

"Lo ngapain, sih? Grasak ke sana, grusuk ke sini, kek belatung mau kawin," Ujar Syarif sinis sambil memelototi Melisa, lantas cowok itu kembali mengarahkan pandangannya ke arah white board yang telah dipenuhi coretan spidol.

"Bete banget gue, sumpah! Masuk Ipa sama Ips sama aja, nggak ada bedanya. Mendingan masuk bahasa gue kalo tahu gini jadinya," tutur Melisa seolah tak mempermasalahkan hinaan Syarif yang ditujukan kepadanya.

"Halah... bahasa Indonesia aja lo nggak lancar, sok-sok an mau pake masuk bahasa," Syarif berdecih sinis tanpa memikirkan siapa yang ia ajak bicara sekarang. Salah-salah, pipinya dapat kunjungan dari tamu tak di undang.

"Anjing emang lo jadi temen!" Maki Melisa. Kini tubuhnya telah tegap kembali, bersandar pada sandaran kursi.

"Lah? Emang bener 'kan?" Masih tak mau kalah. Syarif kian gencar menciptakan sanggahan.

Begitu Melisa ingin menjawab apa yang sudah tersusun rapi dalam otaknya, suara raungan Ibu Albertina telah lebih dulu menyapanya.

"Melisa dan Syarif!! Kalian masih mau ingin bicara? Atau kalian ingin saya yang keluar dari kelas ini?" Teriak Bu Albertina sambil membenarkan letak kacamatanya.

Teman sekelas mereka seketika memandang Melisa dan Syarif dengan tatapan penuh permohonan. Kalian mau tahu? Mereka menginginkan agar Melisa dan Syarif kembali berulah, agar Ibu Albertina yang besar betisnya mengalahkan betis gajah itu betul-betul meninggalkan kelas ini.

"Terserah Ibu aja sih, kalau saya kayaknya pilih opsi yang kedua," Jawab Melisa sembari mengangkat jari telunjuk dan tengahnya sehingga membentuk huruf V.

"Kamu...," geram Ibu Albertina sembari merapikan buku-bukunya. Setelah itu, di peluknya buku-buku yang telah rapi tersebut dengan tatapan mata siap terkam yang ia berikan kepada seluruh murid XII IS 2.

"Jangan harap saya mau mengajar lagi di kelas kalian sebelum Melisa minta maaf secara langsung kepada saya." Ucapnya dengan penekanan pada bagian kata "minta maaf". Setelah itu, Ibu guru berusia 30 tahun-an itu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan yang dipenuhi hembusan nafas lega dari para siswanya.

Kebanyakan dari mereka segera melemparkan pandang ke arahnya sambil tersenyum bangga.

Syarif yang duduk di sebelahnya hanya dapat geleng-geleng kepala mendapati kelakuan Melisa yang tak juga berubah.

Bad Girl FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang