Happy Reading❣
-o0o-
Hampir satu setengah jam sudah pelajaran Sosiologi yang di sampaikan oleh Bu Atik yang tak di indahkan oleh Melisa. Gadis itu menjatuhkan samping wajahnya ke atas meja, tangannya sibuk memutar-mutar pena. Bu Atik bukannya tidak mengetahui kelakuan Melisa, ia hapal betul, hanya saja ia sudah sangat lelah menghadapi tingkah laku Melisa di kelas, bukan hal yang mengherankan bagi para guru sebenarnya. Dan anehnya, walaupun tak pernah mendengarkan penjelasan setiap pelajaran yang disampaikan, Melisa selalu bisa menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya dengan benar.
"Rif, kapan sih istirahat?," Melisa mendongak menatap Syarif yang duduk tegak di sampingnya.
"Dikit lagi palingan. Lagian ni Bu Atik nerangin kek air mengalir, anjirr gue sakaw gegara Sosiologi," Jawab Syarif sambil menggerutu pelan. Pasalnya, Bu Atik ini adalah tipe guru yang masa bodo malas tahu, ngerti syukur, nggak ngerti ya urusan situ.
"Elah, itu mah elo nya yang goblok." cerca Melisa.
"Enteng banget tu rahang, neng." Syarif mengutik pelan kepala Melisa.
Baru Melisa ingin membalas ucapan Syarif, bunyi bel istirahat sudah menginterupsi kegiatan belajar mengajar mereka. Melisa yang mendengar bunyi bel segera bangkit dari duduknya dan berlari keluar kelas. Ia ingin segera ke kantin, perutnya sudah sangat keroncongan karena belum di isi apapun sejak kemarin sore. Namun, belum sampai ke kantin, langkah kakinya memelan kala melewati area lapangan voli yang di penuhi oleh banyak siswa-siswi. Di lapangan voli banyak sekali siswa-siswi yang berkerumun untuk menonton pertandingan yang Melisa tak tahu apa itu, biasanya tidak seramai kali ini. Mengendikkan bahu acuh, ia tidak memerdulikan apapun yang terjadi di sana, perutnya sudah menciptakan konspirasi tersendiri.
Dengan langkah lebar, ia kembali melangkah ke arah kantin yang tampak lengang.-o0o-
Melisa bersendawa kecil setelah menghabiskan dua mangkok bakso dan setengah botol teh sosro. Nikmat. Bakso adalah salah satu makanan favoritnya, daging giling bulat-bulat itu selalu menjadi pilihannya.
Ia celingak-celinguk memerhatikan sekitarnya, kantin lengang sekali, hanya ada beberapa siswa kutu kupret--------eh, kutu buku maksudnya. Teman-temannya pun tak menunjukkan batang hidungnya, biasanya mereka selalu ada jika sudah bel istirahat berbunyi, bahkan sebelum bel istirahat berbunyi.
"Woy!" Teriakan seseorang membuyarkan lamunannya. Ia menatap ke arah siswa dengan gaya pongah sedang berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Siapa lagi kalau bukan U to the Cup. Ucup.
"Apaan?" Balas Melisa malas.
"Lo tau gak?" Tanya Ucup ambigu.
"Ya mana gue tau dodol!" Melisa melempar kulit kacang yang berserakan di atas meja kantin ke arah Ucup.
"Yeee.. Lo tau siapa yang lagi tanding maen voli di lapangan voli kita?" Air muka Ucup berubah jadi sedikit serius.
"Apa peduli gue?" Melisa bangun dari duduknya, ingin membayar uang bakso yang ia makan tadi. Di belakangnya masih setia Ucup mengikutinya sampai ke mang Rusdi sang penjual bakso.
"Yang lain kemana?" Yang di maksud Melisa adalah teman-temannya yang lain, yaitu Syarif, Rama, dan Gaby.
Seperti mengerti arah pertanyaan Melisa, Ucup menunjuk ke arah lapangan voli yang cukup------bukan cukup, melainkan banyak sekali. Melisa heran, apa sebenarnya yang mereka tonton hingga rela berdesak-desakan, Melisa sih ogah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Girl Feelings
Teen Fiction[ WARNING : TYPO BERTEBARAN, KATA-KATA YANG BELUM SEMPURNA, UMPATAN-UMPATAN KASAR, DLL.] Be a smart reader guys! Semenjak Mamanya berpulang kepada Sang Pencipta, hidupnya berubah drastis. Hidup yang awalnya berada di titik stagnan, kini mulai tero...