"Lo suka kopi juga?" Tanyaku ketika berpapasan dengannya di dapur saat sedang menyeduh kopi.
"Banget," dia tersenyum lalu memejamkan matanya perlahan.
"Banyak orang yang bermasalah kalau minum kopi. Tapi gue justru bermasalah kalau nggak minum kopi. Kopi itu jiwa gue. Mengalir tenang dalam sukma. Seperti kopi yang tampak hitam legam, realitas kehidupan juga gitu. Nggak semua yang kelihatan buruk juga berarti buruk. Manusia punya kadar selera masing-masing untuk itu," lanjutnya. "Kalau lo?""Entahlah, yang gue tau, gue gak pernah bisa bayangin hidup gue tanpa kopi," aku terkikik dalam hati setelah menyadari apa yang kukatakan barusan membuat gadis itu menatapku, entah dengan tatapan apa itu.
"Jadi, untuk sesama pecinta kopi, mari bersulang!" Ucapku mencairkan suasana. Dia tersenyum bahagia. Melihatnya seperti itu, tak hanya aku, hatiku pun tersenyum.
Sekali lagi, aku menyukainya.
Dia tertawa kecil sambil memandangi handphone nya dan menyeruput secangkir kopi yang masih nampak hangat itu.
"Kenapa?" tanyaku penasaran. Dia menunjukkan handphone nya yang menampilkan chat grup nya padaku. Aku percaya, siapapun yang melihatnya juga pasti terpingkal-pingkal.
"Gue tergabung dalam sebuah klub detektif kecil-kecilan gitu. Entahlah, mereka jenius tapi juga humoris. I'm proud to have them," dia menjelaskan tanpa perlu kutanyai.
"Suatu saat nanti, lo juga pasti bangga punya gue," ucapku. Tidak, aku tidak mengatakannya. Hanya berbisik pada hatiku saja.
***
Sore ini, aku, Willy dan beberapa teman yang lain bermain basket di lapangan di samping kolam tempat biasa Ree dan sahabatnya yang entah siapa namanya itu memberi makan ikan-ikan.
Saat hendak melakukan slam dunk, terdengar teriakan kencang dari arah kolam.
Ree.
Dia tergelincir saat hendak melemparkan roti ke tengah kolam. Tapi, seseorang memegangi telapak tangannya.
Ah, Willy. Bagaimana bisa?
Aku berjalan mendekati kolam. Willy dengan segera melepaskan pengangannya setelah menarik Ree.
"Lo gak apa?" tanyaku khawatir. Dia menggeleng.
"Makasih banyak ya," dia mengalihkan pandangannya ke arah Willy sambil tersenyum. Seperti biasa, cowok itu hanya mengangguk dingin lalu pergi.
Aku mendengus kesal saat melihat laki-laki yang juga sahabatku itu berperilaku layaknya robot. Teramat kaku.
----
Coffee should be black as hell, strong as death, and as sweet as love. Coffee doesn't ask silly questions. Coffee understands.
----
^^
Gimana? Suka?
Don't forget to vote and comment!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Kopi
Teen FictionSeperti halnya kopi, realitas pun begitu. Ada kalanya hidup ini pahit bagi yang tidak menikmatinya. Tapi bagi penikmat sejatinya, hidup terasa begitu nikmat. Akan tetapi, hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Kita hanya perlu meyakinkan hati kita...