"SHOOOT HIMM....!!!"
"hah..." keringat dingin mulai membanjiri wajah mulusnya, mimpi buruk itu baru saja terjadi. Malam hari dimusim panas membuat tubuh mungil itu dihiasi oleh peluh, ia membutuhkan udara segar untuk mengeringkan tubuhnya saat ini. Ana turun dari pembaringan mencari air tawar dan menuangnya didalam sebuah gelas, semilir angin diluar tak mampu mendinginkan hati dan fikirannya saat ini.
Bisa-bisanya ia hidup dalam keadaan seperti ini, batinnya. Sepekan sudah berlalu namun kejadian itu terus menghantui malamnya, seolah hati tak ingin melakukan hal diinginkan oleh fikiran. Namun ia tetap menjalankannya, dibutakan oleh kebencian namun masih tertanam benih cinta disudut hatinya. Ana telah melakukan segalanya, hal-hal yang berbau kegilaan dan kehancuran. Semua hanya untuk seseorang...
"alexander..." ia berguman, minggu lalu ia hampir membunuhnya. Hampir.... Dan karena itulah mimpi buruk itu terus muncul seiring rasa bersalah yang tak kunjung reda, takut kehilangankah? Ana menggeleng, ia sudah pernah merasakannya. Bahkan jika ia harus kehilangan dirinya berkali-kali, ana sudah siap. Kali ini akan bersungguh-sungguh, ia akan menunjukan pada alex betapa kejamnya dirinya.
***
"senjatamu nikolai!" ana melemparkan senapan jarak jauh kepada nikolai yang sedari tadi hanya duduk termanggu, ia mengernyitkan dahinya.
"my lady?"
"what?" balas ana ketus.
"apa kita ada acara berburu?" tanya nikolai sementara ana sibuk memilih senjata untuk dirinya sendiri.
"ya nic, kita akan berburu rusa yang telah kau lepas minggu lalu" singgung ana.
Nikolai menyadari kesalahannya, ia memang tak pernah berniat untuk membunuh alex. Peluru itu meleset jauh dari yang diharapkan oleh ana, sungguh demi apapun nikolai tidak mempunyai keberanian seperti Leonard sang pengecut yang berani menodongkan senjatanya dari jarak jauh. Tidak... Ia tidak akan mengikuti perintah ana jika itu untuk mencelakai alexander.
"forgive me my lady..." sebelum ana pergi menuju pintu keluar, nikolai bersuara.
"aku tidak bisa melakukannya lagi" tambahnya.
Ana menyipitkan mata dan menghampiri nikolai yang tertunduk dengan perlahan, seharusnya ia sudah mengetahuinya dari awal bahwa nikolai tak memiliki keberanian besar jika bersangkutan dengan alexander.
"look at me, nic!" titah sang majikan tak bisa nikolai pungkiri, namun dibalik kejahatan yang dilakukannya selama ini. Ia punya misi tersendiri yang harus ia lunasi sebelum ajal menjemputnya, nikolai telah berjanji pada dirinya sendiri dan seorang gadis kecil beberapa tahun silam.
Ia mendongakan wajah dan menatap anastasia yang berdiri tegap dihadapannya, "aku... Adalah orang yang tersakiti disini" ana menunjuk dirinya sendiri dan melanjutkan perkataannya.
"jadi aku patut untuk membalas semua orang yang menghianati dan menghancurkanku.." tegasnya.
"dengan menyerang suami mu sendiri.." senyum remeh nic terpampang diwajah tampannya yang ditumbuhi jambang halus.
Ana membuang nafas kasar, ia membuang muka dan berjalan keluar. Diambang pintu ia berhenti tanpa menoleh, "jika kau ingin menjadi sekutu alexander, pergilah!" cecarnya lalu berlalu pergi meninggalkan nikolai yang mematung sendiri, bukan ia tak setia terhadap anastasia atau semua kolega Ivanovic. Namun ia telah bersama alexander bertahun-tahun, kesetiaaan nic tidak akan memudar sedikitpun bahkan jika ia mengetahui kematian alexander sekalipun..
Nikolai mengambil ponsel dari dalam sakunya, ia menekan tombol panggilan dan tak lama seseorang mengangkat telepon darinya.
Wanita... Ia berbisik dalam hati.