Selamat Membaca...
Typo Detected, maafkan kalau typo betebaran dimana-mana
"Aku telah banyak belajar dari kehampaan, bagaimana hampa mengajariku tentang kekosongan, dari kekosongan itu kutemukan sunyi yang terpendam. Begitulah perasaan ini yang kupendam dalam-dalam"
-Boys Word-***
Aku ingat saat Dimas membawaku ke rumah kosong miliknya itu, rumah yang menjadi saksi bisu saat ayahnya meninggal. Rumah yang kini tidak ditempati Dimas karena suatu hal.
Aku ingat bagaimana bulu kudukku yang terus meremang saat masuk kedalam rumah itu.
Bagaimana cara Dimas menjelaskan tentang kematian ayahnya dan juga senyuman anehnya setiap kali ia menyebut ayahnya. Senyuman yang membuatku bergidik ngeri.
Deg.
Apa mungkin?
***
Oh tentu tidak, Aku tau dia, walaupun tidak banyak.
Aku mengenyahkan pikiran negatif dari otakku, dengan berusaha fokus mendengarkan penjelasan dari guru biologi ku yang sedang menjelaskan teori seleksi alam menurut Darwins.
Kalimat demi kalimat ia jelaskan pada kami disertai contoh-contoh kecil yang biasa kita jumpai di kehidupan sehari hari. Seperti misalnya kupu-kupu, beberapa spesies kupu" banyak yg hilang dikarenakan tidak dpt beradaptasi dengan lingkungan, kupu" yg memiliki warna coklat cenderung lbih banyak karena mampu berkamuflase dengan tumbuhan, sehingga terhindar dari predator.
Seperti itulah Pak Agus menjelaskan dengan antusiasnya di jam yang bisa dibilang cukup rawan banyak yang mengantuk, dan salah satunya adalah aku.
Beruntung jam pelajaran terakhir sudah hampir selesai, aku mulai memasukkan buku catatan dan juga alat tulis yang lain ke dalam tas. Kulirik Anna teman sebangkuku menguap kecil sambil menutup tangannya.
Tet... tet... tet...
Begitu bunyi interkom menginterupsikan bahwa jam pelajaran terakhir telah selesai. Suara desahan lega dan juga semangat mereka kembali seperti pagi hari.
Aku langsung menggendong ranselku asal-asalan, lalu ikut berhamburan bersama murid yang lain, langkah kakiku terasa ringan setelah kakiku menginjak di lapangan sekolah. Dengan langkah besar dan cepat aku berjalan menuju terminal di seberang sekolah.
Anna, Diani, dan Siska terlihat di depan gerbang dan berjalan ke arahku. Aku mendengus lelah. Mereka berjalan beriringan sambil sesekali tertawa, entah apa yang mereka bicarakan. Siska merupakan anak dari kelas sebelaku, ia juga sahabat baiknya Anna.
Tunggu! Mereka hanya bertiga, berarti Iva benar-benar tidak masuk hari ini atau?
Ketiga gadis itu menghampiriku, tapi sebelum mereka sampai aku sudah berteriak menyapa mereka.
"Kalian gak sama Iva?" teriakku dari seberang jalan.
Anna terlihat mengernyit bingung, "siapa?" Balasnya dengan berteriak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Fanya
RomanceWARNING!!! Cerita ini sebagian kecil mengandung adegan (17+), mengandung umpatan kasar, dan juga kekerasan. Pembaca yang baik harap maklum dan bisa menyikapinya. Wasalam. Fanya mengalami masa sulit saat ia hidup dengan kedua orangtuanya. Saat itu ia...