Terimakasi sudah menyempatkan membaca cerita Diary Fanya, semoga menikmati.
Selamat membaca sahabat wattpad.......
______
Kuedarkan pandanganku ke penjuru taman yang tampak lenggang. Mungkin karena sedang jam pelajaran, jadi tak banyak siswa yang berada di taman sekarang. Syukurlah, aku jadi memiliki waktu untuk sendiri, sejujurnya saat sedang membaca aku memang tidak bisa di ganggu. Kemudian kusumpal kedua telingaku dengan ear phone dan mulai menyalakan musik di hp.
Sebuh suara tiba-tiba mengusik ketenanganku.
"Hei, si wanita penggoda!"
***
Aku berusaha memghiraukan ucapan Maya, tapi tidak bisa. Ia berdiri tak jauh dariku dengan gengnya. Aku akhirnya melepas ear phone yang menyumpal telingaku.
"Kita punya pelacur di sekolah," ucap Maya membuatku naik pitam.
Brengsek."Tutup mulutmu itu, Maya. Aku bisa melakukan apapun terhadapmu."
Maya tersenyum meremehkan, "kita lihat saja, apa yang bisa kau lakukan padaku."
Tanpa membuang-buang waktu aku langsung berjalan kearah Maya dan menyenggol bahunya cukup keras, itu membuatnya berteriak cukup keras.
"Hei! Braninya padaku!"
Aku berjalan tanpa menghiraukan teriakan Maya. Tanpa kusaari Maya sudar berlari mengejarku dan menarik rambutku dengan keras.Aku meringis menahan sakit, "lepaskan!" teriakku padanya.
Maya semakin menarik rambutku dengan kencang, ia mendekatkan mulutnya pada telingaku. "Pelacur sialan, akan kubongkar semuanya."
Sial, aku tak bisa melawannya. Aku tidak bisa berteriak meminta bantuan pada siapapun disini. Taman belakang ini cukup jauh dengan gedung kelas.
"Apa maumu? Shit" aku kesakitan. Dia menarik rambutku lebih kuat.
"Jauhi Dimas, atau aku akan membuatmu menyesal."
Aku tergelak mendengar nada yang begitu antusias dari Maya.
"Kamu bukan siapa-siapanya, jadi tidak berhak mengaturku."
Aku mencoba mencari celah untuk bisa lepas dari jambakannya. Saat aku menemukan kesempatan aku menginjak kakinya dengan keras al hasil itu membuatnya mengerang kesakitan. Aku kemudian berlari sambil memegangi bukuku, kakiku terus berlari hingga aku sampai di perpustakaan sekolah.
Kakiku langsung melangkah memasuki perpustakaan yang agak ramai seraya memasukkan ear phone kedalam saku bajuku. Kuedarkan pandanganku sekilas, mencari tempat duduk yang kosong. Mataku menangkap sosok yang dibicarakan Maya tadi, aku melangkah perlahan kearah tempatnya duduk.
"Boleh duduk disini?" ucapku meminta izin.
Dimas mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk membaca buku yang kutebak itu adalah karya sastra dari Chairil Anwar."Silahkan," ucapnya sedetik kemudian ia kembali membaca buku sastra yang ada di genggamannya.
"Baca buku apa?" tanyaku mencoba mendekatinya.
"Sastra" jawab Dimas tanpa menatapku.
Jika dibandingkan dengan es di kutub utara, Dimas sudah pasti menjadi juara untuk pria dengan hati sedingin es.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Fanya
RomansaWARNING!!! Cerita ini sebagian kecil mengandung adegan (17+), mengandung umpatan kasar, dan juga kekerasan. Pembaca yang baik harap maklum dan bisa menyikapinya. Wasalam. Fanya mengalami masa sulit saat ia hidup dengan kedua orangtuanya. Saat itu ia...