two

3.8K 435 20
                                    

"Berhasil."

"Bagus, tunggu target selanjutnya."

Panggilan terputus sebelum Sehun kembali menjawab Kai.

.

.

.

Gadis bersurai coklat tua tengah duduk di sebuah cafe dengan laptop dihadapannya. Ia menyesap americano panas dalam cangkir, lalu kembali fokus pada laptopnya.

Irene menghentikan gerakan jarinya pada laptop saat ponselnya bergetar.

WendySon:
-kau di cafe? Aku dan Joy akan kesana-

IreneBae:
-ya, aku tunggu. Jangan lama.-

Irene kembali meletakkan ponselnya di samping laptop.

Tak lama, Wendy dan Joy datang dengan wajah panik dan peluh di kening mereka.

"Ada apa?" tanya Irene ikut panik karena melihat wajah temannya yang panik.

Wendy berusaha menjelaskan namun nafasnya belum lancar karena kelelahan.

"Tarik nafas, buang, lalu bicara" perintah Irene. Wendy mengikuti perintah Irene dengan benar lalu mulai menjelaskan.

"Kau tahu ada korban lagi?" tanya Wendy lalu duduk di hadapan Irene, begitu juga dengan Joy.

"Pasti akan ada korban sebelum dia ditangkap," ujar Irene santai.

"Bukan itu masalahnya," sela Joy.
Irene memberikan tatapan dengan arti menanyakan 'lalu apa?' pada Joy.

"Korbannya satu kampus dengan kita, Yoon Hyejin. Dia anak pengacara terkenal itu. Kau tahu?" jelas Joy lalu dibalas tatapan melotot terkejut dari Irene.

"K-kau tidak bercanda? Ini bukan april mop?"

"Tentu tidak, ini bulan Juli."

Irene mengacak rambutnya frustasi, ia semakin takut untuk pulang terlalu larut. Tempat tinggal teman-temannya bisa dibilang lebih dekat dari kampusnya dibanding dengan tempat tinggalnya. Irene berpikir, apa ia harus memakai kendaraan pribadi? Tapi tetap saja, pembunuh mengincar semua orang, bukan hanya orang yang naik bus atau pun pejalan kaki.

"Aku sangat ingin tahu siapa nama pelaku itu," ujar Wendy.

"Namanya Willis, tapi polisi menduga bahwa itu hanya nama palsu," jawab Joy lalu menghela nafas.

"Nama samaran hanya untuk manusia pengecut," kata Irene lalu kembali menyesap isi cangkirnya.

--

Setelah selesai menjalankan tugasnya tadi malam, Sehun menuju markas persembunyian Kai yang letaknya tak terlalu jauh dari markasnya sendiri. Kai memanggilnya untuk membicarakan Luhan yang tiba-tiba saja ingin berhenti.

Sehun masuk tanpa permisi ke ruangan Kai. Terlihat Kai yang sedang duduk sambil menaikkan kedua kakinya di atas mejanya. Kai tersenyum kecil saat Sehun masuk.
Pria berkulit putih itu duduk di sofa yang berada dekat dengan Kai berada.
Kai menghampiri Sehun lalu duduk di sofa berhadapan dengan Sehun.

"Partnermu berhenti," ujar Kai dengan suara serius.

"Sudah tahu," jawab Sehun. Kai mengangkat sebelah alisnya. "Dia memberitahuku terlebih dahulu sebelum kau dan Chanyeol," lanjut Sehun. Kai tertawa kecil.

"Seperti bukan sebatas partner," ucap Kai dengan nada meledek.

"Hei! Dia memang sudah seperti kakakku sendiri, jangan memikir hal lain," Sehun menendang kaki Kai hingga berbunyi 'duk' tapi Kai tidak merasa kesakitan. Kai tersenyum ke arah Sehun.

"Walaupun kau paling mahir, tetap saja kau seperti anak ayam, bodoh," ujar Kai. Sehun memang member termuda dibanding yang lainnya, tapi dia bisa dibilang sadis dalam hal bunuh membunuh, tapi tetap saja masih tidak semahir Park Chanyeol, bos-nya sendiri.

"Apa tujuanmu memanggilku kesini?"

"Karena kau sudah tahu masalah Luhan, jadi ada target baru yang harus kau selesaikan."

"Kapan aku berhenti melihat darah," rengek Sehun, pembunuh satu ini memang menyeramkan dan ditakuti, tapi jika sedang seperti itu, tidak bisa ditutupi dengan sifat menakutkannya.

"Bukankah itu kesukaanmu? Berhenti saja jika kau muak," ujar Kai.

"Ya, ya, ya, terserah, jadi siapa targetnya?"

"Bae Joohyun, mahasiswi Seoul National University, tapi kau harus sangat berhati-hati, karena dia dekat dengan keluarga Kim Joonmyun yang memiliki banyak relasi," jelas Kai. Sehun mengangguk-angguk mengerti.

"Baiklah, berikan saja info padaku tentang Bae Joohyun, jika sudah dapat segera laporkan. Aku ingin beristirahat," ujar Sehun lalu berdiri bersiap untuk keluar ruangan Kai.

"Ya sudah, pergilah. Siapkan nyali dan senjata untuk target yang satu ini."

Sehun mengangguk lalu pergi.

--

Willis.

Irene memikirkan nama itu, ingin sekali Irene menangkap manusia psycho itu dengan tangannya sendiri. Tangannya terasa gatal ingin menghabisi pria pembunuh itu, tapi Irene tahu ia takkan mampu karena pria itu sudah terlanjur bersatu dengan besi tajam dan peluru.

Irene melipat tangannya di dada, entah apa yang ingin ia lakukan sekarang, ia hanya duduk di kursi taman dekat kampusnya. Ia selalu berpikir, bagaimana jika sebenarnya ia juga salah satu incaran si pembunuh, ia harus melakukan apa jika pembunuh itu sudah di depan mata dan menodongkan senjata ke arahnya. Walaupun ia kenal dengan orang yang memiliki banyak relasi, tapi kekhawatirannya selalu menyelimuti. Bagaimana tidak? Seorang pembunuh seperti itu memiliki otak yang sangat cerdas.

Lamunan Irene buyar karena ponselnya yang terus berbunyi menunjukan nama si penelepon.

"Halo, Joonmyun-ah, ada apa?"

"Bagaimana kabarmu? Kudengar pembunuhan sedang marak disana? Benar?" tanya Joonmyun dari dalam ponsel.

"Baik." Irene membuang napas kasar, "Ya, banyak. Aku sedikit resah dengan terjadinya ini, kau bersantai-santai di Perancis, kan?"

"Aku tidak bisa bersantai, Irene. Aku sibuk dengan perusahaanku disini. Oh ya, aku akan meminta orangku untuk mengawasimu. Jadi kau jangan khawatir."

"Aah, begitu. Kau tidak perlu memerintah orangmu, aku bisa menjaga diri."

"Tidak, tidak. Aku harus memastikan kau selalu aman. Sudah kalau begitu, aku ada meeting 10 menit lagi, aku tutup."

"Ya." Irene mematikan ponselnya lalu kembali memasukkan ke dalam tas.

--

"Sepertinya pria bernama Joonmyun akan mengirim orang untuk mengawasi Joohyun." ujar Sehun dibalik pohon besar yang jaraknya tidak jauh dari Irene.

"Oke, cari akal agar bisa menyelesaikan tugasmu. Jangan sampai gagal." panggilan terputus.

Sehun kembali ke mobilnya untuk pulang dan memikirkan bagaimana agar misinya berhasil.

.

.

.

.

To be continue..

Suka bingung sendiri, Sehun kalo senyum tuh langsung lucuuu, langsung gaada tampang serem seremnya duh.

Black Rose [Hunrene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang