Bukan hal yang mudah untuk memilih sebuah pilihan, pasti butuh waktu untuk menentukan jawaban dari pilihan itu, waktu yang lama mau pun waktu yang singkat. Itu yang Sehun rasakan saat ini, ia bingung akan memilih orang yang tepat. Seorang pembunuh pasti bisa bingung bahkan takut karena pembunuh juga manusia. Sehun takut, takut akan terjebak.
Sekarang ia hanya duduk di kursi kerjanya dengan banyak senjata di hadapannya, mejanya dipenuhi berbagai macam pisau.
Ia menyentuhnya satu persatu, mau dia apakan senjata itu jika ia berhenti dengan pekerjaannya? Ia terlanjur cinta mengoleksi dan menggunakannya, seperti sudah melekat dengan darah dan dagingnya.Sehun terlihat seperti merenung, matanya terlihat redup karena kegelisahannya. Tiba-tiba saja kedua masa lalunya datang dan mengancam sesuatu hal yang membingungkan. Krystal, gadis itu pernah mendekati Sehun kemudian Sehun menolaknya lantaran Jongin juga mencintai gadis itu. Seulgi, mereka berpasangan selama dua tahun dan berpisah karena Sehun beralasan mencari kerja di luar negeri. Tapi? Sehun salah mencari masa depannya, bermimpi sebagai pria berdasi dengan jas yang terlihat rapi dan tegas berakhir dengan pria penuh seringai dan senjata.
Pria itu beranjak lalu menuju kamar Irene yang terasa sepi dan damai. Gadis itu jarang bersuara sekarang.
Tok.. tok.. tok..
Sehun mengetuknya hati-hati dan disahuti dengan teriakan mempersilakannya masuk.
"Ada apa, Sehun?" Tanya Irene lalu menghentikan pergerakannya yang sedang mengikat rambut.
Sehun berjalan mendekat lalu duduk di kursi samping ranjang Irene.
"Apa kau senang jika aku membebaskanmu?" Tanya Sehun dengan suara terlembut yang ia punya.
"Hm, tentu saja. Aku merindukan keluarga dan temanku," jawabnya enteng lalu melanjutkan merapikan rambut panjangnya "Memangnya kenapa? Kau akan membebaskanku?" Lanjut Irene.
Sehun terdiam, memikirkan sesuatu.
"Aku akan membebaskanmu, tapi dengan sebuah perjanjian," ujar Sehun. Perkataan pria itu membuat mata Irene berbinar penuh harap, dengan cepat Irene mengangguk.
"Aku setuju, apa perjanjiannya?"
"Jangan katakan kau pernah di sandera olehku, jangan sebarkan atau bicarakan identitasku, dan--" ucapan Sehun terpotong entah kenapa, tenggorokannya terasa kering, di dalam hatinya sudah bulat perkataan apa yang akan ia sampaikan, tapi sulit memuntahkan semuanya.
"Jangan membuatku-- memiliki perasaan lebih padamu," lanjutnya. Kening Irene mengerut nyaris menyatukan alisnya, apa maksud dari ucapan Sehun, gadis itu berusaha mencernanya."Maksudmu?"
"Aku tidak bisa mengatakannya, kau pasti mengerti,"
"Tidak, jangan buat aku bingung, Sehun." Ucap Irene tegas.
Sehun menghela nafas, terpaksa ia harus mengucapkan semuanya.
"Aku menyukaimu, puas?" Nada bicaranya naik akibat gugup, Sehun mengacak rambutnya lalu meninggalkan Irene begitu saja. Seharusnya ia tak mengatakannya, tapi semua terlanjur.
Irene bersiap untuk keluar dari rumah Sehun, tanpa barang bawaan. Ia keluar kamar dengan ragu, apa benar ia boleh keluar?
Irene melihat Sehun sedang duduk sambil memijat pelipisnya di sofa panjang berwarna hitam.
"Sehun?" Suara Irene terdengar lebih jelas di suasana sepi dan canggung di antara mereka. Sehun menoleh ke arah Irene.
"Apa benar aku boleh keluar?" Sehun mengangguk.
"Tapi kau ingat dengan perjanjiannya,"
"Ya, pasti. Tapi, aku juga ingin membuat permintaan,"
Sehun mengangkat sebelas alisnya heran.
"Aku ingin--kau berhenti menjadi seorang pembunuh."
Jantung Sehun berhenti seketika, lalu berdetak lebih kencang lagi.
"Aku tidak janji dengan itu," ujar Sehun dengan kepala menunduk karena merasa tidak enak dengan permintaan Irene yang sebenarnya sedikit mustahil jika Sehun turuti.
"Tak apa, aku harap kau berusaha, aku boleh keluar, kan? Emm.. terimakasih atas makanan yang kau berikan selama aku tinggal disini, maaf merepotkanmu karena aku meminta perlengkapan, sampai jumpa." Irene berjalan menuju pintu untuk keluar, tapi tertahan karena sebuah tangan besar menggenggam pergelangan tangannya cukup kuat.
"Jangan anggap semua yang kukatakan di kamar itu serius, aku tidak yakin itu aku yang mengatakannya," ujar Sehun dengan mata yang datar menatap mata Irene. Gadis itu mengangguk, "Ya, aku pergi."
Sehun menatap punggung gadis itu yang menjauh, bahkan belum ada usaha untuk membunuhnya, Sehun sudah melepaskannya begitu saja. Bukan putus asa, tapi ini untuk perubahannya secara perlahan.
Sehun baru mengingat sesuatu, ia lupa."Bae Joohyun, tunggu!" Teriaknya sebelum Irene menutup pintunya lebih rapat. Sehun berjalan cepat ke arah Irene.
Sehun menyerahkan satu tangkai mawar hitam di tangannya, mawar dengan simbol perpisahan dan kesedihan. Irene menerimanya dengan ragu, tangannya gemetar."Aku harap ini bukan perpisahan kita, senang bertemu denganmu, Oh Sehun."
Irene cepat berbalik badan dan pergi meninggalkan Sehun.
--
Irene berjalan menuju rumahnya, ia rindu, bahkan sangat rindu dengan semuanya. Kini, ia sudah berada di depan rumah yang ia rindukan, setelah seminggu lebih ia tak menginjakkan kaki di rumah yang sebenarnya.
Irene mengetuk pintu rumahnya, dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu pintu terbuka. Pria bertubuh gagah dan berisi berdiri di ambang pintu menyambut Irene."Ayah.." ucap Irene lirih. Suaranya bergetar menahan tangis.
"Joohyun, anakku! Akhirnya kau kembali." Pelukan seorang ayah kepada anaknya yang telah lama tak berjumpa tentu menyimpan jutaan rasa rindu, tak lama seorang wanita paruh baya yang tentunya ibu Irene ikut menyambut putrinya.
Semua menangis dalam pelukan, tangisan sedih, haru, senang semuanya tercampur. Irene melepas pelukan eratnya, ia ingin melihat wajah orang tuanya yang ia rindukan."Lihat wajahmu, Bae Joohyun. Kau terluka, sayang." Ibu Irene cemas melihat luka hampir kering di pipi Irene.
"Aku baik-baik saja, ibu." Ujar Irene disertai senyum yang manis.
"Ayo masuk, nak. Istirahatlah," ucap ibu Irene sambil merangkul anaknya yang lemas.
Irene kini berbaring diranjangnya sendiri, yang telah lama di kosongkan begitu saja tanpa penghuni."Istirahatlah, ibu tahu kau lelah. Tidurlah," ujar wanita yang Irene sayangi.
"Ayah tak ingin kehilangan anak ayah lagi, tetaplah bersama kami," ujar ayah Irene. Irene mengangguk.
Ibu Irene mencium kening anaknya lalu keluar kamar Irene, di ikuti oleh ayahnya.
.
.
.
.
To be continue..
Irene pulang hehe..
Menuju end?
Ngga lah, masa baru mulai udah end sih. Beneran masih panjang kok *kaloauthorbanyakide
Masih banyak konfliknya, belum waktunya buat selesai, jangan bosen dulu ya, kalo bacanya cuma setengah entar gantung loh hehe #maksa
Jangan lupa pencet bintang pojok yaa, ga rugi deh, beneran. Buat siders sih ya...
Masih diliatin nih👀👀
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Rose [Hunrene]
Fanfiction(COMPLETE) Hanya seorang Oh Sehun yang mampu menyamarkan identitasnya di luar sana, bahkan detektif pun tertipu dengan kemampuan otaknya yang cerdas. Tidak banyak yang menyangka bahwa ia adalah seorang yang ditakuti. Ya, dia lah orang yang menggemp...