Sehun membaringkan Irene yang masih belum sadar dari pingsannya. Sehun duduk di sisi ranjangnya, tepat di samping Irene. Misinya hampir berhasil, ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan saat gadis itu sudah sadar. Apa ia harus langsung membunuhnya atau butuh ia tahan dimarkasnya sampai Irene pasrah tidak ingin berusaha apapun.
Tapi, ia tidak peduli. Yang pasti, ia sudah mendapatkannya.
.
.
.
"Ia tidak menjawabnya?" tanya Joy dengan wajah yang amat sangat cemas. Wendy menggeleng sebagai jawaban. Wendy terus menerus mencoba menelepon Irene yang tak kunjung ada jawaban darinya. Pikiran Wendy selalu berputar, ia selalu mengingat bahwa Irene kemarin selalu diawasi seseorang yang mencurigakan.
"Ayolah, Park Sooyoung. Coba meminta bantuan pada ayahmu."
"Ayahku selalu mencari semua korban, ia tidak bisa hanya berfokus pada Irene. Aku tahu ia teman kita, tapi apa salahnya kau berpikir positif." Joy juga sebenarnya sudah tidak bisa berpikir positif, ia hanya berusaha ikut menenangkan diri.
Seorang pria menghampiri Wendy dan Joy dengan setangkai bunga mawar berwarna merah ditangannya. Pria itu tersenyum saat menghampiri mereka, tapi senyumnya pudar saat orang yang dicarinya tidak ada dikumpulan. Pria itu mengerutkan keningnya sambil mengedarkan pandangan sebelum bertanya.
"Annyeong, masih ingat aku?" sapa pria itu ramah pada Wendy dan Joy yang sedang cemas. Mereka berdua menoleh ke arah suara dibelakangnya.
"Oh, Joonmyun-ah. Tentu kami ingat," jawab Wendy tak kalah ramah.
"Dimana Irene?" tanya Joonmyun membuat keduanya kembali menampakkan wajah sedih sekaligus khawatir. "Ada apa? Apa dia sakit?" lanjut Joonmyun.
"Dia hilang, tak bisa dihubungi. Kami sangat khawatir," ujar Joy.
Joonmyun terlonjak kaget saat mendengar perkataan Joy.
"Aish.. Kemana para orang itu? Tidak becus," gumam Joonmyun, ia mengambil ponsel dari kantung celananya lalu menekan tombol untuk menghubungi seseorang.
"Ya! Apa kerja kalian semua?! Bagaimana kau membiarkan Irene dijadikan korban begitu saja?!" teriak Joonmyun penuh amarah pada orang di dalam ponselnya .
"Irene tertangkap? Oh, joeseonghamnida, Joonmyun-ssi. Kami lambat dalam bekerja. Sekali lagi maaf, kami sama sekali tidak tahu."
"Apa yang kau lakukan, Byun Baekhyun. Kau seharusnya memerintahkan pasukanmu, sekarang lacak dimana Irene berada."
"Baik, kami akan berusaha."
Joonmyun menghela nafas panjang, ia memijat pelipisnya. Ia tak bisa berpikir panjang, ia terlalu panik untuk berpikir.
--
Irene membuka matanya perlahan, tubuhnya terasa lemas sulit digerakkan, kepalanya berat. Irene meringis saat berusaha menegakkan badannya. Ia mengedarkan pandangannya, memperhatikan ruangan yang sama sekali tak ia kenal. Kamar gelap penuh senjata ini membuat Irene merasa sangat takut.
Benar, aku adalah korbannya. Ucap Irene dalam hati begitu melihat daftar nama yang berjejer rapi di dinding kamar.
Pintu kamar terbuka perlahan menampakan pria jangkung dengan secangkir kopi ditangan kanannya. Seringai diwajah pria itu membuat Irene merinding. Pria itu mendekat lalu menyimpan cangkir itu dimeja dan duduk di samping Irene yang bergetar ketakutan.
"Halo," sapa Sehun pada Irene yang menatapnya lekat-lekat.
"K-kau Willis?" tanya Irene berusaha memberanikan diri untuk bersuara walaupun tubuhnya masih bergetar hebat.
Sehun tertawa kecil. "Oh? Kau kenal aku?"
Irene tidak menjawab, tepatnya tak ingin menjawab.
"Aku terlalu baik padamu, orang lain langsung terbunuh, tapi kau akan ku simpan terlebih dahulu," ujarnya. Sehun menyesap kopinya sambil menunggu Irene kembali bersuara.
"Apa yang kau mau dariku?" tanya Irene.
"Menurutmu?" Sehun berbalik tanya.
"Aku tidak ingin memikirkannya, kau hanya tinggal bicara apa maumu?" Irene mulai emosi, ketakutannya berkurang karena emosinya. Sehun hanya terdiam pura-pura berpikir, padahal ini hanya suruhan Kai yang Sehun tak tahu apa maunya.
"Baiklah, baiklah. Tak usah kau jawab, kau hanya ingin aku mati, kan? Silakan bunuh aku, tapi jangan siksa aku sebelumnya. Aku tidak ingin merasakan sakit. Oh, ya ampun perbuatanmu sangat tidak terpuji, seharusnya kau mencari pekerjaan, bukan membunuh sesama manusia," ujar Irene panjang lebar membuat Sehun berhenti bernafas sejenak, masih ada seorang gadis yang diculik tapi ia masih bisa mengomeli penculiknya. Sehun merasa menjadi seorang pembunuh bodoh.
Sehun menaruh telunjuknya di bibir merah muda milik Irene.
"Ssstt.. Diam, kau tak tahu misiku."
Irene diam mematung, diam seakan dibekukan dengan telunjuk Sehun yang menempel pada bibirnya.
"Kalau begitu, kau diam di kamar ini. Ikuti perintahku, kalau tidak? Aku akan menyiksamu," ucap Sehun sambil mengambilkan pisau lipat di meja.
"Hei! Willis!"
"Berhenti memanggilku Willis, kau tidak berhak memanggilku dengan sebutan itu."
Sehun keluar kamar.
Irene menatap punggung tegap yang menjauh dari pandangannya, Irene menghela nafas panjang. Ia tidak tahu apa yang ia lakukan sekarang, tidak ada jalan keluar sama sekali. Sekarang ia hanya seorang korban penculikan yang tidak bisa keluar dari sarang, seperti seekor burung yang terperangkap dalam jebakan para pemburu. Ia hanya bisa pasrah menunggu siapapun menolongnya.
"Kenapa hanya aku yang ia tahan?"
--
"Bos, keberadaan Irene tidak bisa dilacak,"
"Sial!" umpatnya. Joonmyun mengusap wajahnya kasar. "Berusaha semampu kalian, aku disini ikut mencari."
"Baik, bos."
Joonmyun melempar ponselnya ke sofa yang ia duduki. Keluarga Irene tak henti menanyakan apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan pada Joonmyun, tentu saja Joonmyun semakin bingung memikirkannya.
Rasanya sulit menebak pemikiran sekelompok pembunuh, apa ini hanya kesenangan mereka hingga berani berbuat perbuatan kotor, atau pekerjaan? Seperti Sehun. Entahlah. Sehun juga merasa senang walaupun terkadang ia bosan melihat mayat berlumuran darah.
.
.
.
.
To be continue..
Hp author lagi rusak, jadi telat publish:( doain hpnya cepet sembuh ya:( ini pake hp orang btw:(
Yaudah, pencet bintang dipojok yaa. Jangan lupaa😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Rose [Hunrene]
Fanfiction(COMPLETE) Hanya seorang Oh Sehun yang mampu menyamarkan identitasnya di luar sana, bahkan detektif pun tertipu dengan kemampuan otaknya yang cerdas. Tidak banyak yang menyangka bahwa ia adalah seorang yang ditakuti. Ya, dia lah orang yang menggemp...