Sehun melempar tubuh ke ranjangnya. Ia memijit pelipisnya, berusaha berpikir apa yang akan ia lakukan.
Kepalanya terasa pening. Terkadang ia berpikir, untuk apa ia bekerja dan mendapat uang kotor? Tapi entah apa yang merusak otaknya hingga ia merasa senang saat melihat korbannya telah lemah tak berdaya dengan darah mengalir dari tubuh. Sifat psycho yang telah menyelimuti tubuhnya sudah sulit dilepas, ia terlanjur senang memainkan pisau ataupun peluru.
.
.
.
"Aku merasa diperhatikan seseorang, cepat kemari," ucap Irene pada orang di ponselnya.
"Ya, ya. Aku kesana."
Irene duduk tidak tenang seraya memperhatikan keadaan sekitar. Matanya tak henti melihat ke Selatan, Utara, Barat, Timur bahkan bagian Tenggara, Barat daya hingga arah lainnya. Sampai akhirnya Wendy datang dengan tangan yang penuh dengan makanan.
"Kau tahu? Aku sedang makan, tapi kau memanggil hingga akhirnya begini. Aku rusuh sendiri," omel Wendy sambil menyimpan makanannya di kursi dan membersihkan noda makanan yang terkena pakaian dengan tisu.
"Aku tidak peduli, yang pasti tetap temani aku, hidupku terancam."
"Bagaimana orang yang memperhatikanmu?"
"Entah, aku tidak melihatnya, tapi indra perasaku berfungsi dengan baik," jelas Irene membuat Wendy mengerutkan keningnya.
"Saat panik kau terlihat bodoh."
Irene tak henti mengumpat dalam hati pada orang yang berani membunuhnya. "Wendy, bagaimana jika benar aku targetnya?" tanya Irene cemas.
Wendy berpikir sejenak.
"Berarti itulah ujung kematianmu." jawaban Wendy menghasilkan pukulan kecil dari Irene.
Irene menghela nafas panjang.
Kini hanya ada hening, tidak ada suara lain selain suara makanan yang Wendy kunyah dan helaan nafas Irene. Mereka hening dalam dua hal yang berbeda dalam pikirannya, Irene memikirkan cara menyelamatkan diri, tapi Wendy memikirkan cara menghabiskan makanannya yang tak kunjung habis."Wendy-ah, pikirkanlah, jangan hanya terus makan," ujar Irene dengan nada memohon bantuan.
"Aku bukan polisi, aku tidak bisa membantumu," jawabnya. Benar juga, bisa saja setelah Wendy menolongnya, Wendy yang bisa terbunuh karena berusaha menolong target pembunuhan. Irene semakin kalut memikirkannya, ia tidak ingat bahwa Joonmyun akan mengirimkan orang untuk menjaganya.
--
Sehun menatap foto yang ada di genggamannya. Bae Joohyun.
Sangat cantik, namun sayang harus menjadi korban.Pria berkulit putih itu beranjak untuk bertemu dengan bos-nya, Chanyeol. Ia butuh banyak ide untuk misinya kali ini, karena Kai bilang target kali ini sangat spesial, tentu Sehun berhati-hati walaupun ia tak tahu apa yang spesial dari Bae Joohyun.
Mendapatkan Joohyun memang mudah, namun sulit. Mudah karena ia termasuk gadis yang mudah luluh, sulitnya ia dekat dengan Joonmyun dan Joohyun juga sebenarnya gadis yang kuat. Ia tidak penakut, tapi tetap saja jika senjata berbahaya tepat berada di hadapannya ia akan lemas juga. Tubuh kecil dan wajah cantiknya sering menjadi sasaran para penjahat, untung saja Joonmyun selalu berusaha melindungi. Tapi kali ini, kesempatan untuk Joohyun selamat sedikit menipis, karena pasukan Sehun dan lainnya lebih kuat.
Sehun mengetuk pintu ruangan Chanyeol, terdengar suara berat seseorang dari dalam. Sehun masuk setelah mendengar suara itu.
Senjata-senjata yang menjadi pajangan tertata rapi di meja, di dinding, dan di lemari khusus. Chanyeol sedang menata macam-macam pisau, ia belum sempat melihat Sehun yang sudah berdiri di belakangnya."Bos," sapa Sehun dengan suara yang rendah. Chanyeol berbalik.
"Hm, ada apa?" tanya Chanyeol lalu menyimpan pisau lipat di kantung celananya.
Sehun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia takut jika meminta ide tentang cara membunuh seseorang, ia akan mendapat ejekan dari Chanyeol. Ya, walaupun tidak serius tapi Sehun tidak menyukainya.
"Begini, Kai memintaku untuk membunuh Bae Joohyun. Tapi pasukan Kim Joonmyun selalu mengawasinya, apa ideku ini pasti akan berjalan dengan baik atau tidak? Aku berpikir bahwa aku akan berpura-pura menjadi salah satu pasukannya lalu disitulah aku mulai melakukan misiku," jelas Sehun yang hanya dibalas dengan tawa meremehkan dari Chanyeol, lalu pria jangkung itu melipat tangannya didada. Melihat balasan Chanyeol yang seperti itu, Sehun urung melakukan misinya yang terlihat konyol bagi Chanyeol.
"Kekanak-kanakan, tapi apa salahnya untuk dicoba?"
"Tapi..."
"Terserah kau saja, kau sudah bukan seorang bocah yang membutuhkan nasehat. Lagipula membunuh itu mudah."
Sehun hening sejenak mendengar ucapan Chanyeol. Ia juga berpikir, ia seperti bocah.
"Ya sudah, aku pergi," pamit Sehun.
Chanyeol kembali merapikan senjatanya yang sudah tertata, mungkin ia sangat tergila-gila dengan senjata hingga ia terus menyentuhnya.
--
Irene berjalan tergesa-gesa, sebenarnya belum terlalu larut malam tapi kecemasan Irene selalu menyelimutinya.
Sehun sudah memperhatikannya dari jarak yang jauh, ia tidak akan membunuhnya secara langsung. Ia akan menjauhkan Irene terlebih dahulu dari pengawasan Joonmyun. Mungkin hari ini Joonmyun belum bergerak cepat, Irene masih terlihat ketakutan.
Sehun mulai bergerak mengikuti langkah Irene. Kaki panjangnya membuat ia cepat mendekat pada Irene, sedangkan Irene berusaha tenang namun hatinya tetap tidak tenang. Dengan cepat, Irene membalikkan tubuhnya mengarah pada Sehun yang sedang mengikutinya. Tapi, nihil. Tidak ada siapapun dibelakangnya, tentu saja. Sehun bisa bergerak lebih cepat daripada Irene. Helaan nafas Irene terdengar ditelinga Sehun.
Pria bertubuh tinggi itu mulai berjalan kembali saat Irene tidak melihat ke arahnya. Benar dugaannya, cukup sulit. Gadis ini benar-benar bisa bergerak cepat, tidak seperti gadis lainnya. Walaupun Sehun bergerak lebih cepat, tapi ia tidak berani menyakiti seorang perempuan, lebih baik ia langsung menghilangkan nyawanya daripada menyakitinya terlebih dahulu.
"Berhenti disitu pria bodoh!" teriak Irene tiba-tiba membuat Sehun mundur ke belakang karena sedikit terkejut. Irene kembali berbalik badan untuk melihat Sehun. Irene berusaha menatap mata tajam Sehun. Dengan berani Irene menghampiri Sehun dengan jalan yang hati-hati.
"Beraninya kau membunuh semua orang," ujarnya. Sehun tertawa kecil. "Pikirkan bagaimana jika orangtuamu juga terbunuh," lanjutnya.
Orangtuaku sudah mati, dasar gadis bodoh. Ucap Sehun dalam hati.
Dibalik jaket tebalnya, ia sudah menyiapkan obat bius untuk disuntikkan pada Irene. Jarak diantara mereka hanya tinggal satu meter lagi berkat keberanian Irene, sayangnya keberaniannya harus berhenti karena ia sudah jatuh di tangan Sehun. Obat bius itu bekerja dengan cepat, Irene sudah tak sadarkan diri. Pingsan, tidak mati. Sehun mengangkat tubuh Irene menuju mobilnya untuk segera ia bawa ke markasnya.
Sehun tertawa senang saat ia berhasil membawa Irene.
.
.
.
.
To be continue..
Imajinasi lagi kurang, harap maklum:v
Yasudahlah, kalau selesai baca, tinggal pencet bintang dipojok, ga susah kok, jempol baik-baik aja.
Sekian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Rose [Hunrene]
Fanfiction(COMPLETE) Hanya seorang Oh Sehun yang mampu menyamarkan identitasnya di luar sana, bahkan detektif pun tertipu dengan kemampuan otaknya yang cerdas. Tidak banyak yang menyangka bahwa ia adalah seorang yang ditakuti. Ya, dia lah orang yang menggemp...