fifteen

2.2K 288 9
                                    

Dua minggu kemudian.

"Ayo cari gaunmu, acaranya dimulai tiga jam lagi, dan kau belum menemukan gaun satu pun." Irene mengomel selama di toko pakaian yang cukup terkenal di Korea. Wendy hanya mengeluh karena terus diomeli Irene, sudah biasa.

"Bantu aku memilih, aku bingung, semuanya bagus dan cantik," keluh Wendy sambil membolak-balikkan gaun di kedua tangannya.

"Gaun di tangan kananmu cantik, warna biru langitnya cocok dengan kulitmu," usul Irene. Wendy menyimpan gaun di tangan kirinya dan memberikan gaun pilihan Irene ke kasir.

"Gaun merah mudamu juga indah." Wendy ikut memuji gaun Irene.

Setelah selesai membayar, mereka melanjutkan untuk berdandan di rumah Irene yang kebetulan dekat dengan sekolah asal mereka agar tidak terlambat.

--

Pukul setengah tujuh mereka sudah selesai, dandanan yang tampak sederhana namun sangat cantik diterapkan di tubuh mereka, make up di wajahnya tidak terlalu mencolok. Seulgi sudah berada di rumah Irene juga untuk pergi bersama, ia juga tak kalah cantik dengan gaun kuning muda tak mencolok mata.

"Kalian sangat cantik hari ini," puji Seulgi sambil tersenyum mengecilkan mata sipitnya.

"Kau juga sangat cantik, seperti putri jeruk," balas Wendy ditambah candaan.

"Ayolah, kenapa harus jeruk? Jeruk itu bulat, apa aku terlihat gemuk?" Tanya Seulgi sambil mencubiti lengan kurusnya.

"Tidak, tidak. Bercanda," jawab Wendy diiringi tawa.

--

Suasana acara tampak ramai, dipenuhi dengan orang-orang yang melepas kerinduan setelah beberapa tahun tak bertemu. Mungkin diantara mereka ada kenangan pahit, kenangan manis, pasti sangat beragam.

Irene, Wendy, dan Seulgi ikut bergabung dengan yang lainnya, lebih tepatnya teman sekelasnya saat dulu. Bercanda ria seperti dulu kembali datang, tapi kebahagiaan Irene berhenti saat ia melihat seseorang. Gadis berambut panjang dengan gaun hitam selutut menatapnya dengan tatapan mematikan, Irene mengerutkan keningnya dengan bibir terbuka akibat terkejut.

Jung Soojung. Batin Irene.

"Irene, are you okay?" Tanya Somi, teman sekelasnya yang keturunan Kanada.

"A-ah.. tak apa," jawab Irene tergagap.

Seulgi dan Wendy saling tatap penuh kecurigaan, mereka merasa ada sesuatu yang tak beres. Seulgi ikut melihat ke arah yang dituju oleh Irene, Seulgi terlonjak kaget melihatnya.

"Astaga, itu Soojung." Seulgi bergumam.

"Soojung?" Tanya Wendy bersamaan dengan Somi.

"Jangan biarkan dia mendekat pada Irene, ada yang tidak beres," ujar Wendy yang ternyata ia melihat sesuatu di tangan kanan Soojung, senjata tajam yang digenggam erat olehnya.

"Ada apa?" Bisik Seulgi panik.

"Lihat di tangannya, ada sesuatu," perintah Wendy.

"Ya ampun, ayo pergi dari sini," ujar Somi untuk menghindari permasalahan.

Mereka sudah menduga, benda itu ditujukan pada Irene karena mereka tahu Soojung punya masalah saat dulu.

Setelah terhindar dari tatapan tajam Soojung, mereka kembali berbincang-bincang tentang kehidupannya.
Irene meneguk sirup berwarna merah sedikit demi sedikit karena sebenarnya ia tidak haus, hanya saja ia menghargai Somi yang membawakannya minuman.

Seseorang menepuk bahu Irene, membuat gadis itu menumpahkan sedikit isi cairan merah itu.

"Aish.." Irene mendesis, bagaimana bisa ia menumpahkan air padahal ia tak terkejut sama sekali.

"Oh maafkan aku, aku tak bermaksud--"

"Luhan?" Irene menyela ucapan Luhan karena ia terkejut melihat sesosok pria yang lama tak ia jumpai dan kehilangan kontaknya begitu saja.

"Eh hai, Apa kabar, Irene?" Tanya Luhan dengan senyum dibibirnya.

"B-baik, kau bagaimana? Aku rasa aku kehilangan kontakmu sejak lama," jawab Irene berusaha ramah.

"Baik. Awalnya, aku bekerja di Korea, tapi aku pulang ke China sekitar dua atau tiga hari, lalu sekarang kembali ke Korea." Jawaban Luhan membuat bibir Irene membentuk huruf 'o' untuk menjawab semuanya. Luhan hanya tersenyum setelahnya, pria itu dikenal dengan sifat yang selalu tenang bagaimana pun keadaannya, sehingga ia malah menghindari masalah daripada menyelesaikan masalah pada masa lalu mereka. Sebenarnya itu tidak bertanggung jawab, setengah dari masalah masa lalunya adalah salah Luhan sendiri, tapi Irene tak ingin memikirkannya lagi.

"Aku permisi ke toilet sebentar, aku titip tasku," ujar Irene lalu memberikan tasnya pada Wendy, ia memutuskan untuk pergi ke toilet untuk menghindari kecanggungan.

Irene merapikan rambutnya yang tergerai menutupi leher jenjangnya, terlihat kusut karena ia sedikit berlari. Ia lupa, kenapa ia menitipkan tasnya pada Wendy, sedangkan ia harus merapikan lipsticknya yang sedikit luntur. Ia berniat keluar toilet untuk mengambil tasnya dulu, tapi niatnya urung. Ia melihat Soojung sudah tersenyum di depan pintu masuk toilet, Irene mundur karena terkejut.

"Apa kabar?" Tanya Soojung dengan nada ketus. Irene tak menjawab. "Setelah menjadi korban sandera, kau lebih terlihat berani," kata-katanya dijeda sesaat, "dan perlindunganmu telah mati, aku kasihan padamu."

"Maaf, Soojung. Kita sudah tak punya masalah, semua sudah selesai." Irene berusaha menyelesaikan semuanya, "permisi."

Lengannya ditahan dengan cengkraman tangan kuat milik Soojung, membuat tanda merah akibat kuku cantik Soojung menusuk. Irene meringis menahan perih.

Dan, pisau sudah berjarak sekitar lima sentimeter. Keringat Irene mengalir di pelipisnya, lebih tepatnya keringat dingin.

"Selesaikan semua, atau pisau ini menancap di tubuh mulusmu," bisik Soojung membuat Irene merinding. Irene mundur untuk menjauh dari pisau.

--

"Ponselnya ada di tas ini, sulit dihubungi," ujar Wendy panik.

"Lalu bagaimana? Kita susul saja ke sana?" Tanya Somi.

"Aku lebih setuju seperti itu, lebih baik Luhan juga ikut, aku takut sesuatu terjadi." Seulgi ikut menimpali, Luhan mengangguk menyetujui.

--

"Aku butuh penjelasan yang rinci."

"Aku sudah menjelaskan semua secara rinci, penjelasan apa lagi yang kau butuhkan, Soojung?"

"Apa lagi? Banyak!"

"Jangan membuatku bingung, beri tahu apa yang harus ku jelaskan."

"Jelaskan kenapa kau berdua dengan Luhan di rumahnya."

Irene memutar bola matanya.

"Sudah ku katakan, saat itu sedang mengerjakan tugas kelompok, apa perlu aku meminta bukti pada guruku saat itu? Perlu? Kau berlebihan, Jung Soojung!" Batas kesabaran Irene telah menuju batas akhir, ia sudah tak sabaran.

"Kau membentakku? Sialan!"

Pisau itu melayang menuju Irene. Dengan cepat Luhan dan yang lainnya berlari menuju Irene.

"Ahh.."

Darah segar mengalir ke ubin toilet.

.

.

.

.

To be continue..

Seketika jadi semangat untuk update wkwk..

Ohiya, jadi gini ya kawan, kemarin bilang akan tamat itu masih perkiraan, jadi bisa aja 50 part lagi selesainya, ga lah, mana bisa wkwk.

Part ini endingnya gantung banget ga sih?

Cie digantungin cie..

Black Rose [Hunrene]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang