Empat: Melewati Garis

3.3K 396 4
                                    

Hai semua...

I hope you like it...

--------------

Tek tek tek

"Woy duduk dulu di tempatnya, gue ada pengumuman!!"

Suara nyaring Tiara langsung membungkam keributan kelas 12 Mia 3,yang selalu ribut di jam kosong. Seisi kelas langsung terfokus pada sang ketua kelas, Adin, yang justru tertawa karena geli diperhatikan seperti itu.

"Ketawa mulu lu Din." Omel Resti dari tempat duduknya. "Katanya ada pengumuman."

"Yee, nyante aja kali Res.." Adin menatap kesal Resti yang hanya mengangkat bahunya acuh.

"Oke gaes, tadi gua habis dari kesiswaan. Jadi kita disuruh foto buat buku tahunan." Adin mengambil spidol dari atas meja. "Jadi kita harus pake tema gitu, ada yang punya usul tema apa?"

Alex langsung mengacungkan tangannya. "Ala-ala video klip Awkarin aja Din." Usulnya yang langsung dibalas tawaan oleh seisi kelas.

"Entar yang cewek pake baju jala ikan itu ya Lex?!" Timpal Wilsa disela-sela tawanya yang belum berhenti.

"Udah-udah, jangan ngaco dulu apa." Kesal Adin menengahi keributan kelasnya. "Gue sih secara pribadi usul ala-ala Vintage gitu. Jadi kita ntar pake baju warna vintage terus foto di garden cafe dekat sini"

"Yaudah tulis aja dulu Din." Zahra yang awalnya hanya fokus pada ponselnya, mulai merasa tertarik. "Siapa tau ada usul lain."

"Colorfun gimana?" Usul Raya ketika Adin sedang menulis usul temannya di papan. "Gue ada gambaran nih, kayak gimana temanya."

Raya menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan sebuah video, dimana sekelompok orang melemparkan bubuk berwarna secara serempak. "Jadi pake bubuk holly gitu, kayak festival di India gitu." Jelas Raya berpikir sebentar. "Kalau gak mau beli, kita bisa coba bikin dulu. Menghemat biaya patungan."

"Fotonya dimana?" Radi angkat bicara. "Kalau jauh-jauh takutnya nanti ada yang ga ikut."

"Di atap sekolah aja." Sambar Gema yang memang terkenal suka mengusulkan ide, ya walaupun kadang benar dan lebih sering mengusulkan ide aneh. "Nanti kita pake smoke bomb aja biar gak terlalu sepi." Tambahnya yang langsung direspon seisi kelas dengan anggukan kepala.

"Oke, sekarang kita akan voting." Perintah Adin setelah menuliskan usulan Raya di papan. Cewek itu tersenyum lebar.

"Jadi siapa yang pilih Vintage? Silahkan acungkan tangan."

*****

"Sa, kantin bareng?"

Aksa berdecak pelan, kala Oji sudah mendekat kearahnya sembari merangkul Rasha. Ia bisa melihat Rasha yang tersenyum ramah, seolah-olah tak ada kejadian apapun sore kemarin. Diam-diam Radi menatap waspada Aksa, takut kalau Aksa menunjukkan sikap sinisnya dan menyinggung Oji yang gampang tersinggung. Ia sudah tau ada masalah apa diantara ketiganya.

"Gak."Gumam Aksa pendek, meletakkan buku-buku tebalnya kedalam loker. Oji mengernyit, "Ayolah gak bosen apa lo ngadepin buku mulu. Hafi sama Adit udah duluan loh ke kantin."

Aksa meraih beberapa buku latihannya sembari tersenyum miring. "Sori, gue sibuk menata masa depan." Sinisnya segera masuk ke dalam kelas.

Oji sedikit terperangah mendengar kalimat Aksa yang seakan menyindirnya. Seolah-olah ia menganggu jalan pemuda itu menuju masa depannya. Memangnya mengajak ke kantin, bisa menghalangi masa depan seseorang? Tidak kan?

"Sori ya Ji, lagi marah-marah mulu dia belakangan ini." Gumam Radi berbohong, berusaha agar Oji tidak merasa tersinggung dan membuat masalah makin panjang."Terlalu stress buat ke UI gitu tuh. You know lah..." tambahnya terkekeh sebentar.

"Oh, oke. Mau ke kantin juga Rad?" Ajak Oji yang kembali bersemangat, melupakan sikap sinis Aksa tadi.

"Ayo Di, ada Bila juga loh." Gumam Rasha ikut mengajak Radi masih dengan senyum malasnya. Radi mengangguk, "Oke ayo."

Radi menutup pintu kelasnya yang benar-benar sepi. Hanya ada Aksa yang duduk ditempatnya dengan ekspresi datar. Dan untuk kali ini Radi bersyukur, karena kelasnya selalu sepi saat jam istirahat. Sehingga tidak ada seorang pun yang akan menyadari tatapan penuh amarah di mata murid teladan itu.

*****

Aksa tidak bisa konsentrasi.

Amarahnya yang masih menggelegak, membuatnya tidak bisa mengerjakan satu soalpun dari buku latihannya. Padahal ia bisa mengerjakan satu halaman hanya dalam waktu 10 menit, tapi konsentrasinya seolah terengut begitu saja. Dan itu karena seorang Rasha.

Seorang gadis yang berhasil masuk kedalam hatinya, membuatnya mengejarnya selama 3 tahun, dan dicampakkan hanya karena 'ada yang lebih asyik' ketimbang dirinya. Ia akui ia memang cowok membosankan yang selalu terpaku pada buku latihannya. Bahkan di kelas 10 ia sudah mulai membedah buku persiapan SBMPTN. Lebih memilih mempersiapkan masa depannya, dibanding membuang waktunya dengan nongkrong di cafe atau mall. Kegiatan yang bagus, tapi dianggap membosankan bagi para remaja.

"Argh." Decak Aksa kesal, melepas kacamatanya dan mengurut ujung hidungnya. Mencoba mengumpulkan konsentrasinya kembali. Hingga sebungkus permen karet dilemparkan ke atas bukunya secara sengaja.

"Kalau mau konsentrasi, makan permen karet gih." Fiona mendudukkan dirinya keatas meja Adin yang bersebelahan dengan meja Aksa. "Tenang gratis kok."

Aksa memasukkan permen itu kedalam sakunya dengan ekspresi enggan yang begitu ketara, tangannya yang lain menutup bukunya. "Thanks." Gumamnya terlalu malas untuk berinteraksi, walaupun itu adalah Fiona sekalipun.

Fiona berdecak pelan. "Dimakan. Bukan disimpen." Kesalnya dengan mata mendelik. Aksa merobek bungkus permen itu, dan melahapnya dengan cepat. Malas untuk berdebat.

"Mau cerita?" Tawar Fiona setelah fokus Aksa tertuju padanya sepenuhnya. "Kalau dipendem jadi penyakit jantung loh ntar. Mau masih muda udah jantungan?"

Aksa masih diam tak menjawab sedikit pun, tapi Fiona tahu jelas amarah itu masih tersisa jelas dimatanya. Fiona menjentikkan jarinya ke depan mata Aksa. "Ayolah cerita. Sa, jangan bengong aja." Paksa Fiona yang semakin gencar memaksa Aksa, bukan dia bermaksud kepo. Tapi ini demi pemuda itu sendiri, kalau amarahnya dipendam terus bisa-bisa meledak kapan saja.

"Fi."

Fiona berhenti, kala Aksa memanggilnya dengan nada memperingatkan. Pemuda itu melepas pelan tangan Fiona yang tadi mengguncang bahunya. "Lo baru deket sama gue beberapa hari ini kan? Dan lo gak berhak buat tau masalah gue, karena kita cuman temen sekelas. Jadi jangan melangkahi batas dari seorang teman sekelas bisa lakukan. Ngerti?"

Tajam. Menusuk. Dingin. 3 hal yang Fiona rasakan secara bersamaan saat Aksa mengucapkan kata-kata itu. Tanpa sadar, tangannya jatuh ke samping badannya masih shock akan apa yang ia alami. Melihat hal tersebut, Aksa segera beranjak dari suasana kelas yang mendadak terasa sesak.

"Hei."

Tangan Aksa yang sudah meraih gagang pintu terhenti, dan ia menoleh pada Fiona yang sudah bisa mengontrol ekspresinya. Seolah-olah tidak terjadi apapun beberapa detik yang lalu. Gadis itu turun dari meja yang ia duduki dan menatap Aksa serius.

"Gue sudah melangkahkankaki gue melewati batas itu dan masuk ke wilayah 'Teman', jadi kapan pun lo maucerita sama gue lo bisa cerita." Fiona terdiam sesaat. "Tapi, kalau lo tidakmau melewati batas itu. Maka tetap disana, karena gue yang akan menarik lomelewati batas itu."


 ---------

Vote dan comment jangan lupa ya...

Penikmat Imajinasi

Titik Koma [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang