prolog

1.3K 185 51
                                    

momen yang gue tunggu-tunggu akhirnya datang juga. saatnya pulang sekolah, bel pelajaran terakhir berbunyi, dan ditutup dengan doa bersama-sama. siang siang panas gini emang udah nggak cocok buat mikir, mau dijelasin guru sampe itu papan tulis jebol, tetep aja pelajarannya nggak bakal masuk. apalagi nama pelajarannya adalah matematika peminatan.

"chak, langsung pulang?" seseorang menepuk pundak gue saat gue sedang memasukkan buku-buku ke dalam tas. gue menoleh sesaat ke sumber suara—michael—kemudian mengangguk. "jangan pulang dulu, ada yang nungguin." tangannya menunjuk ke luar jendela kelas.

gue menyipit, mencoba melihat siapa yang berada di teras kelas gue. setelah gue mengetahui siapa yang menunggu gue di luar, gue mengiyakan. "oh, si shawn. iya iya, gue nggak langsung pulang." jawab gue pada michael yang sepertinya udah pengin pulang.

"yaudah gue duluan." katanya lalu menghilang. suasana kelas sekarang sepi, tinggal beberapa anak yang kebetulan dapet jadwal piket hari ini.

gue menggendong ransel gue dan menapakan kaki ke luar kelas. di teras kelas gue, gue mendapati lelaki berparas tampan sedang sibuk dengan hpnya. namanya shawn. tinggi, putih, ganteng, rambutnya bagus, senyumnya mengalihkan seluruh warga sekolah, termasuk ibu ibu kantin. bahkan gue denger, anaknya bu kantin yang umurnya masih tujuh tahun udah sayang sama shawn.

sayang, catet itu. gila anak jaman sekarang.

tapi, shawn itu ada minus-nya juga. dia sudah termasuk anak geng sekolah gue. itu loh, yang kerjaannya kalau pulang sekolah nggak langsung pulang, tapi nongkrong nggak jelas di warung makan depan sekolah. nah, iya, sip. kurang lebih kaya gitu.

"ada apa shawn?" tanya gue secara langsung, tanpa basa-basi karena gue pengin cepet cepet pulang.

"eh echak," dia berdiri dan menunjukan posturnya yang gagah. "besok abis pulang sekolah, ada acara nggak?"

sebelum menjawab, gue mengingat-ngingat jadwal kegiatan gue esok hari. "nggak ada, sih. kenapa emang?" tanya gue ragu.

shawn tampak bersemangat. "makan, yuk!"

"sama siapa?"

"sama sapri tuh yang palanya botak wangi," jawaban shawn tentu saja sukses membuat mata gue melotot hampir mau copot. "ya sama gue lah, bego." lanjutnya disusul tawa renyah.

gue hampir aja nimpuk shawn pake tas gue yang hari ini lumayan berat karena ada pelajaran sejarah dan geografi. fuck, untung ganteng lo. "haha lucu."

"jadi, gimana? besok bisa, kan?" dia memastikan.

gue mengangguk dengan cepat. "gue pulang, ya." pamit gue pada shawn sebelum enyah dari hadapannya.

"oke lah. gue juga mau pulang." 

kalau kalian mau tau siapa dia, jawabannya adalah dia bukan siapa-siapa gue. mungkin lebih tepatnya belum-jadi-siapa-siapa-gue kali, ya? gue sama shawn udah deket dari satu bulan yang lalu. temen-temen cowok gue—yang juga temen shawn—bilang kalau shawn bakal nembak gue deket-deket ini.

gue sih udah seneng denger kabar kaya gitu, tapi masa sih secepat itu? kita kan baru deket satu bulan.

apa nggak terlalu terburu-buru?

tejo | shawn ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang