5 bulan

595 122 23
                                    

malam ini perasaan gue masih sangat murka. gue ceritain apa penyebab gue murka. ceritanya tadi siang, gue nyusulin shawn ke sekolah karena ada class-meeting; tradisi setelah ujian dan menjelang liburan. dia ikut class-meeting futsal dan gue berinisiatif bawain dia minuman seger karena dia bilang capek, haus, gitu kan. yaudah gue susulin.

gue sampe di sekolah dengan kondisi yang lumayan lecek karena sempet kejebak macet dan panasnya terik matahari sangatlah menyiksa. rambut gue lepek dan keringat bercucuran. sambil membawa es teler yang ada di plastik, gue bingung mencari shawn. gue cari ke lapangan futsal nggak ada, ke kelasnya juga nggak ada, sampai akhirnya gue tanya ashton—kakak kelas gue sekaligus sang kapten futsal.

"kak, liat shawn nggak?" tanya gue dengan sopan.

"dia lagi di depan 11 ipa 3 tuh, chak. lagi sama cowok-cowok," ucap ashton. "barusan aja futsalnya selesai." lanjutnya sebelum pergi mendahului gue.

gue cepat-cepat berjalan ke kelas tersebut, menyusul shawn sebelum dia pulang. sebelumnya gue udah bilang di chat kalau gue susulin dia ke sekolah sambil bawain es teler. tapi yang namanya shawn, nge-read chat gue mah susah banget.

sesampainya di depan 11 ipa 3, benar kata ashton, ada shawn ada teman-temannya yang lain. mereka sedang bercanda dan tertawa terbahak-bahak, gue nggak begitu dengerin apa yang mereka omongin. nggak penting juga bagi gue.

"shawn!" gue berlari-lari kecil ke arah shawn sembari disaksikan oleh beberapa pasang anak mata.

shawn yang merasa namanya dipanggil pun menoleh ke gue dan menatap gue dengan heran. "kamu ngapain disini?" rasanya tuh agak gimana gitu pas dia bilang kaya gitu. memangnya dia nggak seneng kalau pacarnya dateng kesini?

"a—aku kan udah bilang di chat kalau aku mau nyusulin kamu," jawab gue agak terbata-bata. "terus, aku juga bawain kamu es teler." gue menyodorkan bungkus plastik itu di hadapan shawn.

"buat aku? makasih, ya." dia tersenyum manis lalu menerimanya.

masih disaksikan oleh belasan pasang mata disini, gue terdiam di depan shawn yang sibuk membuka bungkusan tersebut. gue melihat sekeliling, tampak beberapa anak laki-laki yang melempar senyum ke arah gue sambil sesekali mengacungkan ibu jari. gue yang melihat hal itu hanya mengernyit bingung dan memilih untuk tidak mempedulikan mereka.

"enaknya yang punya pacar." celetuk seseorang dari sisi berseberangan.

"mantep lah!" tambah yang lain.

"ihi ihi ihi, jangan sampe lupa temen, sob, kalo udah punya cewek!" yang lain ikut menimbrung.

shawn melihat ke arah mereka dengan senyuman yang nggak gue ngerti artinya. karena malas mendengar ocehan cowok-cowok aneh itu, gue memilih untuk mengajak shawn mengobrol.

"shawn, abis ini kamu ngapain?" gue membuka pembicaraan, nggak peduli siapa yang dengerin.

"nggak tau, paling ke mbak war." balasnya sambil menaruh sisa es teler di sampingnya.

sekarang gue bingung, apa yang harus gue lakuin? jujur, gue nggak nyaman ada di kerumunan orang-orang aneh ini. mereka kaya nggak begitu senang lihat kehadiran gue disini.

"aku pulang aja kali, ya?" sebenernya gue nggak mau pulang, gue mau liat reaksi shawn aja gimana.

shawn menatap gue sekilas dan mengerutkan dahinya. "terserah kamu sih, chak. aku soalnya masih mau disini." itu adalah jawaban yang tidak gue inginkan. bukannya mencegah gue pergi atau enggak, ternyata dia—secara tidak langsung—nyuruh gue pulang begitu saja.

terserah kamu.

tenggorkan gue rasanya tercekat, gue menganga sedikit mendengar jawaban shawn. rasanya pengin ngeluarin semua kalimat kebun binatang di depan mukanya, tapi gue masih punya malu. gue menarik napas dan menghembuskannya dengan berat.

"yaudah, aku pulang dulu." pamit gue seperti biasa.

"daah," katanya sambil melambaikan tangan. "ati-ati di jalan."

nggak ada niatan nganterin gue gitu, shawn? lah, jangan kebanyakan ngarep deh lo. akhirnya, dengan napas memburu, gue pulang ke rumah.

pasca kejadian itu, gue belum juga dapet chat dari shawn. maka sampai detik ini, gue masih cukup marah sama dia. kenapa juga shawn sangat cuek? apa gue yang terlalu baper? sebenernya semua ini salah siapa?

"udah malem, masuk gih," suara bariton mengagetkan gue yang sedang asyik menikmati udara malam di teras rumah. "gue nggak mau ya, lo dibawa sama genderuwo." siapa lagi kalau bukan calum?

"lo juga nggak peduli kalau gue digondol sama genderuwo atau digigit pocong sekalipun." nyinyir gue tanpa mengubah posisi.

"emang pocong punya gigi? setau gue pocong pada ompong," komentar calum penuh percaya diri. "eh, kok malah jadi ngomongin gigi pocong, sih?" calum menepuk pipinya sendiri.

calum menyenggol badan gue dengan cukup keras, membuat gue menggeser beberapa senti dari tempat gue yang tadi gue duduki. udah gue bilang kan, ini orang kerjaannya cuma cari ribut sama gue kalau enggak ya mencaci maki.

"dasar bocah," oloknya. "eh, cewek sukanya apa sih?" tanya calum tiba-tiba, membuat gue menautkan kedua alis.

"cewek sukanya cowok." balas gue acuh tak acuh disertai nada datar.

calum menggeplak punggung tangan gue. bener-bener cari ribut ini orang. "lo kenapa dah, dek? aneh banget akhir-akhir ini."

cerita sama calum nggak ya? tapi nanti kalau gue cerita sama dia, biasanya dia cepu sama papa atau mama kemudian berujung gue diinterogasi sama papa mama—disuruh cerita. gue malu banget. akhirnya gue memutuskan untuk menggeleng dan tidak menjawab pertanyaan calum.

"si shawn itu bikin lo kaya gini? sini gue hajar," calum mulai keluar sok-sokannya. "krempeng kan dia?" lanjut calum.

gue terkekeh dan menggeleng, "orang perutnya aja kaya roti sobek."

"roti sobek mah gue bisa beli sepabrik-pabriknya," balas calum ngotot. "sini lah si shawn, hadapi gue secara betina!"

gue memutar kedua bola mata dan memilih untuk meninggalkan calum. cerita sama calum bisanya cuma bikin ribut, bukan menyelesaikan masalah.

mulai sekarang, mau nggak mau, suka nggak suka, gue harus terbiasa sama sikap shawn yang beda dari yang lain. 

dia termasuk golongan cowok cuek dan gue nggak boleh terlalu sering baper.

tejo | shawn ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang