3 bulan

635 123 34
                                    

"diem aja kaya patung selamat datang di kompleks depan." luke menyenggol lengan gue. hampir aja gue hilang keseimbangan di meja makan gara-gara si pirang ini.

"anjir, gue hampir jatoh, bego!" gue lalu menenggelamkan wajah di dalam lipatan tangan, enggan melihat wajah luke.

"lo kenapa sih, chak? ada masalah pasti, cerita dong!" kini ia menggoyang-goyangkan lengan gue dengan kecepatan maksimal.

mau nggak mau gue mengangkat wajah dan menatapnya dengan kesal. "apaan sih, kak? ganggu banget deh." omel gue sambil mengusir tangan besarnya dari lengan gue.

"pasti tentang percintaan," tebaknya asal. tapi emang bener, sih. "udah tau gue. cerita sini, shawn kenapa?"

luke emang udah kenal sama shawn karena waktu shawn jemput gue, dia lebih sering pamit sama luke daripada mama papa yang udah berangkat kerja. luke juga sebenarnya terpaut empat tahun sama gue, sedangkan calum terpaut dua tahun sama gue. tapi kalau ditanya, gue lebih deket sama siapa? jawabannya adalah gue lebih deket sama luke. karena calum kerjaannya—sebagian besar—mencaci maki gue di rumah. selebihnya, paling kalau lagi ada maunya, dia baru baik-baikin gue.

"dengerin ya, jangan sampe lo ketiduran atau ngacir!" ancam gue sambil menunjuk muka luke dengan telunjuk kanan.

"iya, tai. buruan."

gue berpindah posisi, yang tadinya menyamping, sekarang berhadapan dengan luke. "gue sama shawn kan jarang chat, terakhir chat itu empat hari yang lalu. gue bilang kangen gitu kan, wajar lah, eh dianya biasa aja."

"empat hari nggak chat? terus terus." kini luke tampak antusias mendengarkan.

"terus ya gue sok-sokan ngambek gitu, eh, dianya malah biasa aja. minta maaf doang di chat, abis itu di sekolah dia act like nothing happened di antara kita, anjir gue benci banget," ucap gue panjang lebar. gue nggak sanggup buat cerita, karena setiap cerita yang ada malah bikin emosi gue memuncak. "terus tuh ya, kak, di sekolah dia sering banget ngobrol-ngobrol sama temen-temen ceweknya, daripada sama gue. gue kesel banget sama yang namanya aira, lo tau kan?"

luke mengangguk. "yang lo bilang make up-nya setebel buku sejarah itu?" ia tergelak bebas.

"iya, bener banget. gue benci banget lah liat pemandangan kaya gitu," lanjut gue sambil memijat-mijat kening. "jarang chat, di sekolah dianya asik sama yang lain, apa-apaan?!"

iya, gue sama shawn itu termasuk kategori pasangan yang jarang chat. chat pun cuma beberapa jam, maksimal dua jam dalam sehari, abis itu udah. kadang besoknya dia ngilang, nggak ada kabar, sampai beberapa hari ke depan. nanti beberapa hari kemudian dia baru nongol, baru chat "hai" dan sebagainya.

fine fine aja sih kalau dia emang nggak suka chat, tapi mbok ya, kalau di sekolah tu diusahain waktunya sama gue. bukannya malah asik sendiri sama temen-temennya dan... aira? gue kan merasa jadi anak tiri.

"sabar, baru juga tiga bulan jadian." ujar luke. sungguh, kalimat itu adalah saran yang paling tidak membantu.

"sabar aja mulu sampe kak ros jadian sama elu!" gue mengeplak paha luke dan ia meringis.

"sakit, dek! ah, untung nggak kena burung gue." luke menunduk lalu balas mengeplak lengan gue. "sampe sekarang belum chat lagi?"

gue menghela napas panjang dan menggeleng dengan berat hati. dari samping, luke menepuk-nepuk pundak gue, mengisyaratkan gue untuk tetap tenang dan sabar untuk menghadapi cobaan ini.

bisa gue simpulkan pada bulan ini bahwa dia nggak terlalu suka atau sering chat. nggak, gue nggak akan paksa dia. 

gue nggak mau bikin dia nggak nyaman sama gue.

tejo | shawn ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang