Arabella calling..
Kei terdiam saat membaca nama yang tertera di panggilan tersebut. Untuk apa dia menelponnya kembali? Kei pun men- slide tombol hijau dan meletakkan ponselnya di telinga kanannya.
"Kei,"
Kei terdiam mendengar suara itu. Dulu, suara itu selalu membuat Kei lemah. Dulu, suara itu sudah menemaninya hampir tiga tahun ini.
"Kei, kamu masih marah sama aku?"
Kei masih terdiam. Tidak berniat berbicara dengan wanita ini.
"Maafin aku, Kei. Semua ini bukan kemauan aku. Semua ini demi kebaikan kita, Kei,"
Kei berdecih mendengar alasan tersebut berkali-kali. Alasan yang tidak masuk akal.
"Aku paham kenapa kamu gak mau ngomong sama aku. Aku cuman mau bilang, aku masih sayang sama kamu. Aku ingin semua nya kembali lagi. Kita udah ngejalanin ini semua selama tiga tahun. Kamu gak mungkin secepat itu kan melupakan semua nya?"
Kei memutuskan sambungan secara sepihak. Ia menggenggam erat ponselnya. Ada sebagian dari hati nya belum merelakan kandasnya hubungan ini. Hubungan yang sudah ia dan Ara jalani selama tiga tahun.
Semuanya kandas begitu saja saat Kei mengetahui bahwa Ara sudah dijodohkan oleh orang tua nya. Memang hubungan mereka kurang direstui oleh keluarga Ara.
Kei kembali merebahkan tubuhnya dan mulai memejamkan kedua matanya. Ia ingin melupakan kejadian hari ini yang membuatnya pusing. Ia berharap saat ia bangun, kepala nya sudah membaik.
Ponselnya kembali berdering menandakan ada pesan masuk. Kei kembali membuka mata dan mengambil ponselnya. Membuka pesan singkat yang entah siapa yang mengirimnya.
Nenek Lampir
Ngomong baik-baik sama Ara. Dia berniat baik sama lo."Ikut campur aja urusannya," ucap Kei setelah membaca pesan tersebut.
Kei kembali meletakkan ponselnya. Ia kembali mencoba memejamkan kedua matanya, namun nihil, sudah tidak bisa. Kei pun memutuskan untuk bangun dan mengganti pakaiannya.
Ia suntuk dan butuh hiburan. Papi nya akan datang nanti malam. Masih banyak waktu untuk sekadar melepas rasa suntuknya.
Selesai mengganti pakaian, Kei mengambil ponselnya dan melangkah keluar dari kamar. Langkah kaki nya dengan cepat mulai menuruni anak tangga.
Langkahnya berhenti saat berpapasan dengan Sandra.
"Baca kan pesan gue?" tanya Sandra.
Dengan tak acuh, Kei melalui Sandra begitu saja. Ia sedikit berlari agar sampai di lantai bawah.
"Jangan kayak gitu sama Ara, Kei," teriak Sandra yang tak dihiraukan oleh Keizaro.
Kei membuka pintu mobil nya. Memasang sabuk pengaman dan mulai melajukan mobilnya.
Ia belum memiliki tujuan akan kemana. Kei mulai menyalakan musik untuk menghilangkan sedikit rasa bosannya.
Tanpa ia sadari, mobil nya kini sudah berhenti di depan cafe tadi. Kei sendiri tidak tahu apa yang membuatnya bisa berhenti disini.
Kei pun melepaskan sabuk pengamannya dan tak lupa mematikan musik. Ia membuka pintu mobil dan mengamati cafe itu.
Tidak ada yang spesial dari tempat ini. Namun, hati nya entah mengapa meminta nya untuk pergi ke cafe ini.
Kei pun melangkah masuk ke dalam cafe. Cafe nya sepi dan hanya beberapa orang yang singgah disini.
Kei menekan tombol yang ada di meja pemesanan. Wanita yang Kei kenal sebagai Adistia kembali melayani nya. Kei tanpa sadar memandangi wajah Adistia membuat Adistia sedikit salah tingkah.
"Maaf, Mas. Mas mau pesan apa?" tanya Adis kepada Kei.
Kei masih terdiam tidak menjawab pertanyaan Adis. Tanpa rasa malu, Kei masih saja menatap wajah Adis.
Wajah itu. Wajah yang tidak asing bagi mata Kei. Entah mengapa hati nya merasa nyaman melihat mata hazel Adis.
"Kalau tidak mau memesan, saya tinggal dulu," ujar Adis.
"Adistia," panggil Kei.
"Iya? Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya Adis kembali dengan sabar.
"Kamu pernah ketemu saya sebelumnya?" tanya Kei.
Adis tampak berpikir sejenak, "Tadi pagi saya bertemu dengan Mas nya," jawab Adis polos.
"Bukan. Sebelum itu,"
"Maaf, Mas. Mungkin Mas salah orang,"
Kek hanya terdiam. Apa mungkin dia salah orang? Tidak. Tidak mungkin. Mengapa hati nya menjadi berdebar seperti ini?
"Saya tinggal dulu, Mas," ujar Adis.
"Eh tunggu dulu," tahan Kei.
"Ada apalagi, Mas?"
"Bisa saya bicara dengan kamu sebentar?"
"Tapi Mas---"
"Sebentar saja," sela Kei dengan mata memohon.
Adis sejenak berpikir. Ia pun menyetujui permintaan Kei karena memang cafe tidak terlalu ramai membuat Adis tidak terlalu sibuk.
Kei mengajak Adis duduk di tempat duduk yang ada di pojok cafe. Posisi mereka saling berhadapan. Mata Kei tidak pernah lepas dari mata Adis.
Adis yang ditatap seperti itu menjadi salah tingkah. Ia mengaitkan jari-jari nya jika sedang salah tingkah.
"Mas mau ngomong apa?" tanya Adis.
"Saya punya permintaan sama kamu," jawab Kei.
"Permintaan?" ulang Adis.
"Kita bahkan belum kenal," ujar Adis.
"Saya yakin kita sudah saling kenal satu sama lain,"
"Kita baru bertemu dua kali hari ini," bantah Adis.
"Hati saya tidak pernah berbohong,"
Adis terdiam. Ia malas jika harus berdebat sekarang.
"Mungkin sebelum saya mengalami kecelakaan, kita sudah dekat," lanjut Kei membuat Adis mengerutkan keningnya.
"Mungkin Mas salah orang,"
Kei mengangguk. Ia yakin ia sudah mengenal dekat Adis sebelum mengalami kecelakaan lima tahun silam.
"Saya memiliki permintaan dan kamu harus mengikuti permintaan itu," ucap Kei.
"Tidak ada kewajiban saya untuk mengikuti permintaan kamu," tolak Adis.
"Saya mohon kamu bisa menerima permintaan saya," mohon Kei.
Adis tidak tega melihat wajah permohonan yang sengaja Kei tunjukkan. Ia pun mengangguk lemah.
"Saya mohon kamu mau menjadi pacar saya," ucap Kei membuat Adis melongo. Kei sendiri tidak tahu mengapa ia mengajukan permintaan seperti itu.
"Maksud kamu? Jadi pacar?"
"Iya, jadi pacar bohongan saya," lanjut Kei. Kei tahu dirinya sudah gila. Ia sama sekali belum merencakan hal tersebut.
Adis terdiam mendengar permintaan Kei.
"Aku saja belum mengetahui namamu," ucap Adis.
Kei mengulurkan tangannya, namun Adis tidak menerima uluran tangan tersebut.
"Maaf bukan mahrom," ujar Adistia membuat Kei mengangguk paham dan kembali menurunkan tangannya.
"Keizaro, dan saya tahu nama kamu Adistia," ujar Kei memperkenalkan diri.
"Menjadi pacar bohongan? Untuk apa?" tanya Adis.
"Nanti saya jelaskan. Boleh saya minta buatkan Coffe latte?" tanya Kei.
Adis mengangguk. Ia pun beranjak untuk membuatkan pesanan Kei. Kei tidak menyangka bahwa dirinya melakukan hal ini.
🌹🌹🌹🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Mualaf [PROSES PENERBITAN]
Spiritual[Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan] #5 muslim, 2/6/2019 #7 mualaf, 2/6/2019 "Kamu gak mau nikah sama saya?" tanya Keizaro. "Bukan gitu. Tapi kepercayaan kita beda, Kei," "Saya tau itu, Adistia," "Dari kita berdua, harus ada salah s...