13 •Arabella•

8.3K 577 4
                                    

Kei masih setia menatap Adistia yang sedang melayani para pembeli. Kei sudah duduk di cafe ini kurang lebih selama dua jam. Dan Kei sudah menyerahkan pekerjaannya kepada asisten pribadinya.

Adistia hanya bisa menggelengkan kepala nya melihat tingkah Kei. Namun, tak urung juga ia tersenyum bahagia karena Kei sudah mengingat semuanya, mengingat dirinya dan mengingat semua kenangan bersamanya.

Semua pembeli sudah Adis layani. Adis memutuskan untuk menghampiri Kei yang duduk di bagian pojok dekat dengan jendela. Kei tersenyum lebar saat melihat Adis yang sedang melangkah menghampirinya.

Adis duduk di depan Kei yang tidak pernah bosan memandang wajahnya. Pipi Adis sampai memerah karena selalu dipandang oleh Keizaro.

"Udah ah biasa aja ngelihatinnya Kei," ujar Adis sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Kei terkekeh melihat tingkah Adis. Kei memegang kedua telapak tangan Adis dan menyingkirkannya dari wajah wanita nya ini. Kei ingin sekali menggenggam tangan Adis, namun ia harus menghormati wanita nya ini.

"Kamu gak mau pulang, Kei?" tanya Adis.

"Kamu ngusir aku?" tanya Kei memberenggut.

Adis tertawa pelan melihat ekspresi Kei. Ingin sekali rasanya Adis mencubit hidung Kei, namun hal itu tidaklah mudah sebelum mereka menjadi mahrom.

"Bukan ngusir, Kei, kamu udah disini dua jam lho. Kamu juga kerja kan, Kei?"

"Aku bisa semaunya keluar masuk kerja kok," ucap Kei sambil tersenyum sombong.

Adis mencibir mendengar ucapan Kei yang sombong itu, "Iya deh pak Bos," ejek Adis.

Kei terkekeh, "Kamu juga bakal jadi ibu Bos nya," ucap Kei.

"Siapa? Aku?"

"Iya, Adistia Anindita Salshabila, calon istri Keizaro Leonathan Gavriel," ujar Kei.

"Emang aku mau nikah sama Keizaro Leonathan Gavriel?"

"Harus mau,"

"Kalo gak mau?"

"Aku paksa,"

"Kok dipaksa sih?" tanya Adis sinis.

"Makanya harus mau biar gak dipaksa," jawab Kei sembari tersenyum, menampilkan deretan gigi rapi nya.

"Jangan ngasih harapan kalo nanti malah ninggalin, lagi," sindir Adistia.

"Aku ngasih harapan dan akan mewujudkan harapan tersebut,"

"Jangan berjanji kalo gak bisa nepatinnya,"

"Aku lelaki, janji adalah hal yang harus ditepati," jawab Kei mantap. Itulah yang selalu Papi nya ajarkan kepada Kei.

"Dulu ada yang janji gak bakal ninggalin eh malah ninggalin beneran, bahkan sampe nglupain," ujar Adis yang belum puas menyindir Kei.

"Kamu kok jadi pendendam sih, Dis," ucap Kei cemberut.

"Dulu juga ada yang bilang mau ngenalin aku sama orang tua nya, eh dia keburu lupa sama aku," ucap Adistia.

Kei menggenggam tangan Adis dan ia berdiri. Adis mengerutkan keningnya bingung.

"Mau kemana?" tanya Adis.

"Katanya minta dikenalin sama orang tua ku," jawab Kei.

"Tapi, Kei, ----"

Ucapan Adis terhenti saat pintu cafe terbuka. Menampilkan sosok yang tidak ingin Kei lihat saat ini. Adis mengikuti arah pandang Kei dan ia hanya bisa diam.

Wanita itu berjalan menghampiri Kei dan Adistia. Penampilannya yang selalu trendi membuat dirinya banyak dikagumi para pria.

"Aku masuk dulu ya, Kei," ujar Adis dengan masih berusaha melepaskan genggaman tangan Kei.

Kei terdiam tanpa membalas ucapan Adis, namun tangannya masih saja menggenggam erat tangan Adis, membuat Adis hanya bisa terdiam pasrah.

"Kei," panggil Ara.

Suasana cafe sekarang menjadi tegang. Rahang Kei mulai mengeras dan ia semakin mengeratkan genggamannya di tangan Adis. Adis mengusap bahu Kei pelan, berusaha menenangkan Keizaro.

"Keizaro," panggil Ara kembali dengan memegang tangan kiri Kei. Kei langsung membuang tangan Ara kasar.

"Jadi kamu udah inget sama Adis?" tanya Ara saat melihat genggaman tangan Kei pada tangan Adis.

"Iya. Kenapa?" tanya Kei tajam.

"Aku sudah terlambat ya, Kei," ucap Ara.

"Kamu bukan terlambat, Ra. Kamu memang seharusnya tidak hadir dalam hidupku," ujar Kei.

Ara tersenyum pahit, "Tapi kita sudah tiga tahun bersama, Kei. Sedangkan kamu dengan Adis baru dua tahun,"

Kei terkekeh, "Bukan masalah berapa lamanya, namun bagaimana rasa nyaman itu muncul. Dan mungkin kamu adalah pelampiasanku dari Adistia," ucap Kei pedas.

Air mata Ara entah sejak kapan sudah membasahi pipi nya. Adis yang melihat hal tersebut merasa kehadirannya saat ini bukan suatu hal yang tepat.

Ara tersenyum, "Walaupun kamu memilih Adis, kalian tidak akan bisa bersama,"

"Aku akan melakukan apa saja demi bisa bersama kembali dengan Adistia," ucap Kei tegas.

"Apa saja? Termasuk pindah agama?" tanya Ara meremehkan seorang Keizaro.

"Termasuk," jawab Kei.

"Gak mungkin kamu bisa, Kei. Kamu sayang banget sama Mami kamu, dan kamu gak akan ngecewain Mami kamu dengan pindah ke agama Islam,"

"Aku akan melakukan apa saja agar Mami bisa merestui aku menjadi seorang mualaf,"

"Kita lihat saja, Kei. Sebesar apa cinta kamu sama Adistia," ucap Ara. Ia pun berbalik dan melangkah meninggalkan Kei dan Adistia.

Adis melepaskan tangannya dari genggaman tangan Kei. Ia kembali mendudukkan dirinya. Begitupun dengan Keizaro.

Suara Ara masih saja terngiang dalam pikiran Adistia. Namun tak bisa Adis menampik kenyataan bahwa ia dan Kei berbeda. Dan perbedaan itu adalah perbedaan yang besar, yang sulit untuk disamakan.

"Adis," panggil Kei.

Adis masih terdiam. Hanyut dalam lamunan nya.

"Adistia," panggil Kei dengan suara yang lebih keras.

Adis tersadar dari lamunannya, "Eh, kenapa, Kei?"

"Kamu mikirin apa?" tanya Kei.

"Ehh gak mikirin apa-apa kok," jawab Adis berbohong.

"Kamu masih kepikiran ucapannya Ara?" tebak Kei tepat sasaran.

"Ara benar, Kei,"

"Sudahlah, Dis. Kamu jangan mikirin ucapannya Ara. Kamu percaya kan sama aku?"

"Aku percaya sama kamu, Kei. Tapi---"

"Aku gak mau denger tapi nya, Adistia,"

Adis menghela nafasnya. Ternyata masalahnya belum juga selesai. Ia masih harus berjuang untuk cinta nya, Keizaro Leonathan Gavriel. Adis sangat menyayangi Kei. Dan Adis akan berjuang untuk cinta nya.

"Kita sama-sama berjuang ya, Dis," ujar Kei.

Adis mengangguk. Adis dan Kei yakin semuanya akan cepat berlalu. Dan tentu nya, mereka dapat hidup dan menghabiskan waktu bersama tanpa harus memikirkan perbedaan yang ada di antara mereka.

🌹🌹🌹🌹

Cinta Seorang Mualaf [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang